Ninda menekan pelipisnya, mencoba mengatur napas. Belum sempat rasa perih itu hilang, ia tersadar pada satu hal: rencana membatalkan honeymoon. Ia belum sempat menyampaikan langsung ke Citra. Tidak mungkin sekarang, bukan setelah Citra meledak begitu. Jari-jarinya mengetuk meja beberapa kali, denting pelan yang seakan mengiringi pikirannya yang kalut. Jalan terakhir, ucapnya lirih. Ia menekan tombol interkom. “Binar.” “Ya, Bu?” suara sekretarisnya terdengar di sebarang. “Cari jadwal Pak Adit minggu ini. Semua. Meeting, kunjungan, apapun. Lalu bawa ke ruangan saya, lima belas menit.” “Baik, Bu.” Tak lama kemudian, Binar masuk dengan sebuah tablet di tangannya. Ia menyalakan layar, menampilkan kalender berwarna-warni yang penuh dengan jadwal. “Ini rundown Pak Adit sampai Jumat, Bu.

