Sudut bibir Bento terangkat tipis. Ancaman dingin Ninda hanya membuatnya semakin senang. “Saya suka perempuan yang galak,” ujarnya rendah, senyumnya melebar menjijikkan. “Lebih menantang.” Ninda tidak bergeming. Tatapannya tetap tajam, menusuk balik. Bento akhirnya menegakkan tubuh, menepuk meja sekali. “Baiklah. Kita ke inti rapat. Saya tidak mau buang waktu Ibu.” Tablet di depannya diputar, menampilkan grafik berwarna-warni. Garis timeline melintang tegas di layar, dengan beberapa poin merah yang menandai jadwal penting. “Investor asing sudah setuju masuk tahap pertama,” ucapnya. “Tapi mereka meminta percepatan. Groundbreaking harus dimulai bulan depan, bukan kuartal depan. Dari pihak Mahitala… sanggup?” Ninda menarik napas panjang, menahan rasa muak yang merayap sampai ke tenggoro

