Happy Reading
Scene kedua di hari pertama syuting berlangsung di sebuah kamar hotel yang elegan. Di dalamnya, Shasha dan Rainer harus berakting di atas ranjang, terlibat dalam percakapan yang sensual dan penuh nuansa. Shasha sebagai karakter Kania dituntut untuk menampilkan keintiman yang meyakinkan.
Entah karena mereka memang pernah berbagi momen lebih dari sekadar sentuhan di masa lalu, atau karena Rainer begitu mendalami perannya, adegan tersebut berjalan dengan sangat lancar. Sutradara pun terkesan, memuji sentuhan Rainer yang terasa begitu natural dan menghayati, seolah-olah ia benar-benar merasakan emosi yang digambarkan dalam naskah.
Begitupun dengan Shasha yang tak kalah totalitas dalam perannya sebagai Kania. Ia membawakan karakter tersebut dengan penuh penghayatan, memastikan setiap dialog dan gestur terasa autentik. Motivasi di balik keseriusannya ini adalah keinginannya untuk meminimalisir kesalahan dan menghindari pengulangan adegan intim dengan Rainer. Ia merasa dengan sekali take dan berharap tak perlu mengulang adegan yang cukup personal ini.
Setelah proses syuting yang melelahkan itu selesai, Shasha berencana untuk segera kembali ke apartemennya. Silvia berencana pergi ke suatu tempat dan sempat mengajak Shasha untuk ikut. Namun, Shasha menolak ajakan tersebut. Ia lebih memilih untuk pulang dan beristirahat, memulihkan energi setelah seharian berakting. Kelelahan fisik dan mental membuatnya mendambakan kenyamanan tempat tidurnya. Saat Shasha tengah berjalan menuju area parkir, langkahnya terhenti oleh sebuah suara yang familiar.
"Shasha?" panggil suara tersebut.
Shasha menoleh dan mendapati Rainer berdiri di hadapannya. Rainer tampak tersenyum lembut, seolah-olah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.
"Mau pulang? Aku antar, ya? Tadi Silvia bilang kalau kamu pulang sendirian. Mending aku anter," tawar Rainer dengan nada yang penuh perhatian.
"Nggak usah, gue bisa pulang sendiri," jawab Shasha singkat, menggunakan gaya bahasa yang lebih informal.
Perubahan sikap Shasha yang tiba-tiba memanggilnya dengan "elu-gue" membuat Rainer sedikit terkejut. Namun, ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Baginya, yang terpenting adalah Shasha masih mau meresponnya. Hal itu jauh lebih baik daripada Shasha yang mengabaikannya atau menganggapnya seperti bayangan. Setidaknya, ada secercah harapan untuk memperbaiki hubungan mereka.
"Sha, bentar. Aku mau ngomong, please! Banyak kesalahpahaman yang harus kita selesaikan!" pinta Rainer dengan nada yang serius, menunjukkan betapa pentingnya percakapan ini baginya. Ia berharap Shasha bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan penjelasannya dan menyelesaikan masalah yang ada di antara mereka dulu.
Wajah Rainer tampak tegang, menandakan kegelisahan yang ia rasakan. Ia berharap Shasha mau memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka dulu telah menciptakan jarak dan Rainer ingin sekali menjembatani jarak yang membentang jauh tersebut.
Ia menyadari bahwa percakapan ini mungkin akan sulit, tetapi ia bertekad untuk memperbaikinya. Ia berharap Shasha dapat melihat ketulusannya dan memberinya kesempatan kedua.
"Ya, memang banyak sekali kesalahpahaman yang terjadi di antara kita. Gue udah tahu semuanya, tentang masa lalu lo, tentang semua yang lo sembunyikan. Nggak perlu lagi lo jelasin apapun. Yang perlu lo lakuin sekarang, dan seterusnya, adalah menjaga jarak dari gue. Gue nggak ingin ada gosip miring yang beredar tentang kita berdua. Gosip itu hanya akan merugikan kita, terutama karir gue. Jadi, please, jangan ganggu gue lagi. Jangan pernah menemui gue lagi kecuali jika itu benar-benar urusan pekerjaan," ujar Shasha dengan nada tegas, masih menggunakan bahasa informal pada Rainer.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Shasha berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rainer yang terpaku di tempatnya.
"Tunggu sebentar, Sha! Jangan pergi dulu! Aku tahu aku salah, sungguh! Aku tahu kamu sudah mengetahui semua kebusukanku di masa lalu. Aku menyesalinya, sungguh. Tapi, yang lebih penting, aku ingin kamu tahu satu hal. Aku... aku mencintaimu, Sha! Aku sudah jatuh cinta padamu sejak lama!"
Klik! Sebuah jepretan kamera memecah keheningan di antara mereka. Kedua orang itu sontak menoleh ke arah sumber suara. Seorang wanita muda terlihat berlari menjauh setelah mengambil gambar, dan mungkin juga video percakapan mereka tadi. Shasha menghela napas panjang. Firasatnya buruk.
"Rai! Kalau sampai ada gosip yang tidak-tidak tentang kita, awas saja kau!" ancam Shasha dengan geram, menatap tajam ke arah Rainer. Belum sempat Rainer menjawab, tiba-tiba tiga orang lain muncul dari balik semak-semak, menghampiri mereka dengan kamera dan mikrofon terarah.
"Rai! Apa benar kamu tertarik dengan Shasha, lawan mainmu di film yang akan datang?" tanya salah satu dari mereka.
"Apa ini hanya gimmick karena kalian sedang terlibat dalam proyek film yang sama?" tanya yang lain.
Shasha menghela napas, lalu tersenyum ramah dan berjalan mendekati para wartawan itu. Ia tahu, ia harus mengendalikan situasi ini.
"Teman-teman, kalian pasti paham kan bagaimana dunia hiburan? Selalu ada gosip dan spekulasi. Jadi, tidak usah terlalu serius menanggapi hal-hal seperti ini. Kalau soal Rainer tertarik padaku, anggap saja itu gimmick. Tidak lebih dari itu. Oke?" Shasha mengedipkan mata, lalu berpamitan dengan ramah dan berjalan menuju mobilnya, meninggalkan Rainer yang masih tercengang dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah 180 derajat.
Rainer hanya bisa terpaku menyaksikan Shasha pergi. Dalam hatinya, ia bergumam, "Sha, kamu memang selalu menarik. Pantas saja aku selalu mencintaimu, bahkan saat Briana kembali dulu, sebelum aku tahu semua tentang Briana, hatiku sudah terpaut padamu. Kamu begitu memikat, begitu kuat, dan begitu dewasa. Aku kagum padamu, Sha."
Setelah Shasha pergi, Rainer berbalik menghadap para wartawan dengan tatapan tajam. "Kalian, dengar baik-baik! Jangan sebarkan berita yang aneh-aneh tentang kami. Kalau sampai terjadi, kalian akan berurusan denganku! Kalian tahu kan aku bisa apa?" ancam Rainer dengan nada dingin.
"Siap, Mas Rai! Kami tidak akan macam-macam!" jawab ketiga wartawan itu serempak, wajah mereka pucat pasi. Mereka tahu betul konsekuensi jika berani macam-macam dengan Rainer. Reputasi Rainer di dunia hiburan bukanlah isapan jempol belaka.
***
Rainer senyum-senyum sendiri saat masuk ke dalam rumahnya. Bayang-bayang Shasha sejak tadi menghantuinya, kecantikan Shasha terus berputar di benaknya, seperti kaset rusak yang terus memutar adegan yang sama berulang-ulang. Kedekatan fisik mereka saat syuting tadi membangkitkan gejolak rasa yang sudah lama terpendam dalam dirinya. Jantungnya berdebar kencang, degupnya seperti genderang yang ditabuh bertalu-talu. Inti Rainer, yang sejak tadi tegak berdiri, seakan ingin menerobos keluar dari balik celana jeansnya.
Ia mati-matian berusaha menyembunyikan hasrat yang membuncah itu di balik wajah tenangnya. Ekspresi yang ia paksakan tadi sungguh merupakan sebuah perjuangan batin yang luar biasa. Rainer sadar, jika Shasha mengetahui gejolak hasratnya, mantan istrinya itu mungkin akan membencinya. Pikiran itu saja sudah cukup membuatnya ngeri. Ia tidak ingin merusak momen indah yang baru saja mereka lalui bersama. Syuting hari ini berjalan sangat lancar, chemistry di antara mereka begitu kuat, dan Rainer tidak ingin merusaknya hanya karena ia tak mampu mengendalikan nafsunya.
"Sial, Shasha benar-benar bikin gue gila!" teriak Rainer kegirangan, suaranya menggema di seluruh ruangan. Ia melompat kegirangan di atas sofa, seperti remaja yang baru saja merasakan manisnya cinta pertama.
Ia berguling-guling, membayangkan kembali setiap detail interaksi mereka hari ini, mulai dari sentuhan Shasha, tatapan mata yang dalam, hingga aroma parfum Shasha yang memabukkan. Perasaan ini begitu intens, begitu membahagiakan, sekaligus menyiksa. Ia merasa seperti terombang-ambing di lautan emosi yang tak bertepi.
Meskipun Shasha telah memberikan peringatan keras untuk tidak menemuinya di luar urusan pekerjaan, Rainer sama sekali tidak berniat untuk mematuhinya. Larangan itu justru semakin mengobarkan semangatnya untuk mengejar cinta Shasha. Ia merasa takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah sepuluh tahun berpisah, dan ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua ini. Dendam rindu yang selama ini ia pendam sendirian akan ia luapkan.
"Gue bakal kejar lo, Sha! Kali ini gue nggak akan diam lagi dan hanya liat lo dari jauh," gumam Rainer dengan tekad membara. "Sepuluh tahun gue mendam rindu ini sendiri, dan gue akan menebus semua kesalahan gue di masa lalu. Gue akan buktikan kalau gue benar-benar mencintai lo, Sha. Gue akan perjuangkan cinta kita, apapun yang terjadi." Ia mengepalkan tangannya, matanya berkilat penuh keyakinan. Bayangan wajah Shasha kembali terlintas di benaknya, memberinya semangat dan kekuatan untuk terus berjuang. Ia tahu jalan yang harus ditempuhnya tidak akan mudah, tetapi ia siap menghadapi segala rintangan demi mendapatkan kembali cinta sejatinya.
Dering ponsel Rainer memecah lamunannya tentang Shasha. Kesenangan yang baru saja ia rasakan terusik oleh suara dering yang tak kunjung henti. Dengan sedikit rasa kesal, Rainer meraih ponselnya dan mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, ada apa?" tanyanya, nada suaranya sedikit terganggu.
Di seberang sana, suara Edo terdengar agak panik. "Mas, udah liat akun gosip belum?"
Pertanyaan Edo membuat Rainer menegang. Seketika bayangan wajah Shasha muncul di benaknya, diiringi perasaan cemas. Ia belum sempat memeriksa akun gosip hari ini, terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan memikirkan Shasha.
"Belum," jawab Rainer singkat, jantungnya mulai berdebar lebih cepat.
"Gosip tentang Mas dan Shasha lagi panas, Mas," lanjut Edo. "Ada yang unggah foto Mas dan Shasha di parkiran. Kayaknya diambil pas kalian selesai syuting." Edo menjelaskan dengan nada khawatir.
Rainer bisa membayangkan foto seperti apa yang dimaksud Edo.
"Sial," desis Rainer pelan. Pikirannya langsung tertuju pada Shasha. "Hapus Do, sebelum Shasha liat," pintanya dengan nada mendesak. "Dia pasti bakal marah sama gue kalau lihat foto itu." Rainer menghela napas panjang, membayangkan reaksi Shasha jika melihat foto tersebut.
Kemarahan, kekecewaan mungkin akan terpancar dari wajah cantiknya. Namun, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya. Sebuah ide yang bertolak belakang dengan perkataannya barusan.
"Tapi tunggu sebentar," kata Rainer, menghentikan Edo yang mungkin sudah siap untuk menghubungi admin akun gosip tersebut.
Edo terdengar bingung. "Kenapa Mas?" tanyanya.
Rainer tersenyum tipis. Jika dulu ia selalu berusaha menghindari gosip tentang dirinya dan Shasha, kini situasinya berbeda. Perasaannya pada Shasha telah berubah. Ia tidak lagi ingin menyembunyikan perasaannya. Ia ingin dunia tahu, jika seorang aktor seterkenal Rainer Anshel sedang mengejar seorang wanita yang dicintainya.
"Biarin aja," kata Rainer akhirnya. "Nanti gue konfirmasi sendiri." Sebuah rencana mulai terbentuk di benaknya.
"Yakin, Mas?"
"Iya, yakin banget."
***
Di sisi lain.
Shasha baru saja selesai menghubungi Devan, sang putra. Tiba-tiba banyak sekali notifikasi masuk, dari WA dan akun sosial medianya.
"Sial! Foto-foto itu benar-benar tersebar?"
"Sha, udah liat akun gosip belum?" Silvia tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.
"Hem," jawab Shasha malas.
"Wah, beneran nih, ya? Rainer si aktor dingin paling anti wanita akhirnya jadi bahan gosip."
"Anti wanita? Dia nggak punya pacar atau istri?" Entah kenapa tiba-tiba ucapan Silvia mengusik hatinya.
Bukankah seharusnya Rainer sudah menikah dengan Briana? Pertanyaan ini terus berputar di benak Shasha. Mungkinkah pernikahan mereka dirahasiakan, disembunyikan dari sorotan publik, seperti pernikahan Rainer dengannya? Keraguan ini mengusik pikirannya, menimbulkan rasa penasaran yang tak terbendung. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan Rainer?
"Tidak ada pernikahan rahasia," jawab Silvia, mencoba meyakinkannya. "Selama ini banyak wanita yang tertarik pada Rainer, banyak yang mengaguminya, tapi dia dikenal sangat dingin dan pendiam. Sikapnya yang dingin itu membuat banyak orang ragu untuk mendekatinya, bahkan untuk sekadar berkenalan. Beberapa kali memang ada gosip yang mengaitkan Rainer dengan beberapa artis, tapi dia selalu langsung membantahnya dengan tegas. Namun, lihatlah sekarang, tiba-tiba foto-foto lama kalian berdua muncul dan tersebar luas."
Shasha terkejut mendengar ucapan Silvia. "Foto apa?" tanyanya dengan nada cemas. Hatinya berdebar-debar, diliputi rasa khawatir.
"Ini, lihat," kata Silvia sambil menunjukkan beberapa foto di ponselnya. "Ada beberapa foto kalian berdua saat masih muda. Ini foto saat kalian sedang makan malam berdua, terlihat sangat akrab dan bahagia."
Shasha menghela napas panjang. Dia sebenarnya sudah menduga hal ini akan terjadi. Kemunculan foto-foto lama itu pasti akan memicu gosip dan spekulasi. Namun, Shasha berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh semua itu. Dia tidak ingin terbawa arus gosip yang akan membuatnya semakin malas untuk bertemu dengan Rainer.
"Mungkin saja dia sudah punya pacar, tapi dirahasiakan," ujar Shasha, mencoba mencari penjelasan lain. "Siapa tahu dia hanya ingin menjaga privasinya. Sebagai seorang publik figur, wajar jika dia ingin melindungi kehidupan pribadinya dari sorotan media."
"Mana mungkin," sanggah Silvia. "Dia itu aktor yang sangat sibuk. Jadwalnya padat dan hampir tidak ada waktu luang. Selama ini tidak pernah ada gosip tentang dia yang punya pacar. Media selalu mengawasinya, dan jika dia punya pacar, pasti sudah terungkap sejak lama."
"Bagaimana dengan Briana?" tanya Shasha, penasaran. "Apakah pernah ada gosip tentang mereka?"
"Briana?" Silvia tampak berpikir sejenak. "Tunggu, aku ingat beberapa tahun yang lalu, ada seorang wanita bernama Briana yang sangat terobsesi dengan Rainer. Dia selalu mengejar-ngejar Rainer, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Rainer menolaknya mentah-mentah. Bahkan, kabarnya Briana pernah mencoba bunuh diri karena Rainer tidak mau menggubrisnya."
"Apa?" Shasha terkejut mendengar cerita tersebut. Briana sampai mau bunuh diri?
Sebenarnya apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu? Bukankah Rainer sangat mencintai wanita tersebut, bahkan dia dengan jelas mendengar jika Rainer akan menikahinya?
"Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Shasha, dia jadi penasaran dengan kehidupan sang mantan suami, padahal sebelumnya Shasha tidak mau tahu hal apapun mengenai Rainer.
Bersambung