bc

Benih Yang Tak Diinginkan

book_age18+
2.7K
IKUTI
29.5K
BACA
revenge
love-triangle
family
fated
second chance
kickass heroine
heir/heiress
drama
bxg
city
office/work place
childhood crush
wild
like
intro-logo
Uraian

Area 21+

.

Aluna mencintai Alva, tetapi Alva mencintai sahabat Aluna yang bernama Mutia. Bertahun-tahun mencintai sendiri membuat Aluna nekat memberikan obat pada minuman Alva dan terjadilah malam Panas itu. Seminggu sebelum pernikahan Alva dan Mutia, Aluna terkejut saat mengetahui dirinya hamil dan saat memberitahukan pada Alva tentang benih yang dikandungnya, berharap Alva akan bisa menerimanya dan membatalkan pernikahannya dengan Mutia, tetapi ternyata Alva malah memintanya untuk menggugurkan kandungan itu.

.

Aluna pun sangat kecewa dan sakit hati karena benih yang dia kandung tidak dianggap oleh ayah biologisnya, akhirnya Aluna memutuskan untuk pergi jauh meninggalkan lukanya.

.

Enam tahun kemudian, Aluna harus kembali ke Indonesia karena sang ibu sakit. Dia terpaksa harus membawa sang putra juga. Apakah Aluna akan siap harus bertemu kembali dengan masa lalunya? Alva dan Mutia yang mungkin sudah bahagia?

.

Lalu bagaimana jika Aluna terpaksa bekerja di perusahaan Alva dan harus sering bertemu dengan pria itu?

.

Yukk baca kelanjutannya dan jangan lupa untuk subscribe buku ini🥰

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Hamil
Happy Reading "Dua garis …." Wanita yang biasa dipanggil Luna itu tampak menutup mulutnya dengan punggung tangan, matanya melotot tidak percaya. "Berarti aku … hamil?" Jantung Luna berdegup kencang, testpack itu pun jatuh dari tangannya. Bagai disambar petir di siang bolong, perasaan Luna dua bulan ini yang mengira jika dirinya telah berbadan dua benar-benar menjadi kenyataan. Dia hamil dan ayah dari janin yang dikandungnya, seminggu lagi akan menikah dengan sahabatnya sendiri. "Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan! Aku harus kasih tahu Alva. Dia harus tanggung jawab!" Alva Ivanno Xanders–pria yang selama ini dicintai oleh Luna Sebastian dengan ugal-ugalan selama enam tahun, tetapi perasaan Luna harus bertepuk sebelah tangan karena Alva malah jatuh cinta pada sahabat baiknya–Mutia Billar. "Dengan testpack ini seharusnya Alva batal nikahin Mutia, dia harus nerima anak yang ada di kandunganku." Dengan senyum yang mengembang di bibirnya, Luna memutuskan untuk pergi ke rumah Alva. Sungguh dia tidak menyangka jika perbuatan Alva dua bulan lalu membuahkan benih dalam rahimnya. Luna masih ingat dengan jelas saat itu mereka tengah berpesta di sebuah bar terkenal di kota Jakarta. Alva mengajak Luna, mereka memang sedekat itu. Sejak kelas tiga SMA sampai selesai kuliah dan bekerja, Luna adalah orang yang selalu ada untuk Alva. Begitu pun sebaliknya, tetapi Alva murni menganggapnya sahabat. Bahkan, setiap Luna menyatakan perasaannya, Alva selalu mengatakan jika dia hanya menganggap Luna sebatas teman rasa saudara, tidak lebih, dan Alva juga mengatakan jika dia tidak akan bisa jatuh cinta pada saudara sendiri, padahal jelas-jelas mereka tidak ada hubungan darah sama sekali. Luna pun sabar dan berusaha menerima keputusan Alva. Berharap jika kebersamaan mereka suatu saat nanti bisa membuat Alva terketuk pintu hatinya dan mulai belajar mencintainya. Namun, dua tahun yang lalu, saat Luna mengenalkan Mutia pada Alva, bencana itu terjadi. Diam-diam di belakang Luna, Alva dan Mutia sering bertemu dan akhirnya menjalin hubungan. Hal itu membuat Luna kecewa berat dan patah hati, apalagi beberapa bulan yang lalu Alva melamar Mutia dan mereka akan segera menikah seminggu lagi. Alasan itulah yang membuat Luna sampai nekat memberikan obat perangsang pada minuman Alva dua bulan lalu dan mereka berakhir dengan hubungan intim. Namun, usaha Luna demi mendapatkan Alva tetap saja gagal. Pria itu nyatanya menolak tanggung jawab karena dia tidak ingin menyakiti Mutia. Luna masih ingat dengan jelas perkataan Alva yang ingin melindungi dia sebagai seorang kakak alih-alih menikahinya. Rasanya, Luna sudah ingin menyerah saja, dia tidak bisa memaksa perasaan Alva yang memang tidak bisa mencintainya. Namun, setelah dia mengetahui jika dirinya hamil, tentu saja hal itu membuat Luna harus egois. Memaksa Alva untuk bertanggung jawab atas benih yang tumbuh di rahimnya. Memang setelah malam panas itu, Alva terkesan menghindarinya. Luna tahu dan dia juga merasakan hal itu, sepertinya Alva memang tidak bisa mencintainya. Meski begitu, dia berharap setelah tahu kehamilannya, Alva bisa menyukai anak yang ada dalam rahimnya. "Al, lu di rumah, nggak?" tanya Luna saat panggilan teleponnya diangkat oleh Alva. "Hem, gue di rumah. Ada apa?" Seperti inilah sekarang Alva, semakin dingin dan menjauh. "Gue mau bicara, bisa kita ketemu?" Hening sebentar. Luna sudah meremas setir mobilnya saat menunggu jawaban dari Alva. "Oke, kita ketemu di kafe biasa." "Di rumah lu aja, sekarang gue udah di depan rumah lu." Butuh waktu beberapa menit, Alva pun menemui Luna. Dia mulai menatap heran, penasaran dengan maksud kedatangan wanita yang selama dua bulan ini dia hindari karena kesalahan fatal yang dia buat. Alva hanya tidak ingin merasa semakin bersalah jika harus bertemu dengan Luna setiap saat seperti dulu. Jika bertemu dengan Luna, hati Alva merasa tidak nyaman. Ada sesuatu yang aneh muncul tiap kali berhadapan dengan wanita itu. Pikirnya, mungkin saja karena malam panas itu jadi mengubah segalanya. Mengubah sesuatu dalam hati Alva sehingga membuatnya tidak bisa berlama-lama dengan Luna. "Ada apa?" Luna menatap wajah tampan Alva yang sangat dia gilai itu. Selain tampan, hati Alva juga lembut. Dia selalu bisa membuat Luna berbunga-bunga hanya dengan perhatiannya saja. Alva memang seperhatian itu sejak dulu, siapa yang tidak akan jatuh cinta pada pria seperti itu. Luna menghela napas, dia harus bicara. "Al, gue mau kasih tau sesuatu." Luna menunduk dan meremas ujung roknya dengan perasaan gelisah. Jantungnya berdegup kencang bahkan napasnya terasa berat. Apakah ini keputusan yang baik? Mengatakan yang sebenarnya pada Alva sebelum semuanya terlambat. Ya, sebelum Alva mengucapkan ijab qobul di hadapan ayah Mutia seminggu lagi, bukankah semuanya masih bisa diubah. Alva akan tanggung jawab menikahinya karena ada anak di antara mereka dan dia akan membatalkan pernikahannya dengan Mutia. Seharusnya Mutia bisa mengerti karena sejatinya Alva memang diciptakan untuk Luna. Ya, benar. Alva hanya untuk Luna dan Tuhan memberikan janin di rahimnya agar mereka bisa bersama. Luna sudah membayangkan jika dia nanti akhirnya menikah dengan Alva dan membangun rumah tangga yang bahagia. Ah, kenapa hanya dengan menghayal saja bisa membuat hati Luna jadi berbunga-bunga. "Apa, Lun? Gue sibuk, kalau lu mau ngomong ya cepat ngomong aja, jangan cuma diem!" Luna sedikit tersentak mendengar suara Alva yang naik satu tingkat. "Gue ... gue hamil Al." Waktu seakan berhenti, Luna bisa melihat jika tubuh Alva menegang, pupil matanya melotot sempurna. Pastinya dia terkejut sekali. "Apa?! Lu nggak usah bercanda, Lun!" Suara Alva berbisik, meskipun masih terdengar tajam. Matanya melihat sekeliling. Saat ini, mereka berada di taman belakang halaman rumah Alva. "Gue nggak bohong Al. Ini buktinya!" Luna menyodorkan tespek yang dia bawa. Tentu saja dia harus membawa bukti itu jika Alva tidak percaya. "Ini dua garis merah dan lu tahu sendiri kan artinya apa? Malam itu gue kehilangan kesucian gue dan yang ngambil itu lu, Al. Nggak usah pura-pura lupa!" Alva langsung merebut testpack itu dan mematahkannya meskipun sulit. Luna yang melihat hal itu tentu saja terkejut. "Lu apa-apaan, sih!" Luna berusaha merebut benda kecil itu dan berhasil, dia sungguh tidak menduga Alva malah merusak barang bukti kehamilannya. "Gugurin kandungan lu, gue nggak akan bertanggung jawab! Gue udah mau nikah sama Mutia, semua persiapan udah hampir seratus persen dan gue nggak mau pernikahan itu batal. Jadi, sebaiknya lu gugurin kandungan itu!" "b******k lu, ya! Tega lu nyuruh gue bunuh darah daging lu sendiri!" Luna sangat marah, dia tidak menyangka jika Alva tega mengatakan hal seperti itu. "Itu bukan benih dari gue! Gue nggak menginginkan benih itu! Lu harus gugurin anak itu karena hanya Mutia yang akan mengandung benih gue!" Mata Luna berkaca-kaca mendengar ucapan Alva yang begitu kasar dan menyakitkan. Dadanya terasa sesak sekali, Luna sampai kesulitan bernapas, padahal dia kira Alva akan bertanggung jawab jika tahu dia mengandung. Ternyata, Alva tetap tidak mau bertanggung jawab dan menikahinya, dia malah meminta Luna untuk menggugurkan janin di rahimnya. Dari sini sudah bisa dilihat betapa Alva memang tidak bisa mencintainya. Cukup sudah menanggung semua perasaan ini sendirian, cukup sudah dia sakit hati karena perbuatan Alva dan puncaknya ketika pria itu tetap tidak mau mengakui darah dagingnya sendiri. "Lu laki-laki b******k yang pernah gue kenal! Mulai sekarang, detik ini juga pertemanan kita putus, anggap aja kita nggak pernah saling kenal dan ingat!" Luna menunjuk muka Alva. "Lu pasti bakal nyesel dan hidup lu nggak akan tenang!" Setelah mengatakan itu, Luna langsung pergi meninggalkan Alva yang masih mematung di tempatnya. Bersambung

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.1K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook