Damar membawa Tasya menghampiri teman-teman SMA-nya yang berkumpul di salah satu sudut ruangan ballroom hotel. Alfin yang pertama kali melihat kehadiran Damar bersama Tasya terkejut melihat sang sahabat datang bersama seorang wanita. Alfin menatap Damar penuh tanya. Namun, Damar hanya mengedipkan mata tanpa mau menjelaskan kepada Alfin.
“Wah .... Coba lihat ... akhirnya Damar membawa pasangannya kepada kita,” kata Bayu, yang menyadari kehadiran Damar dan Tasya juga.
Damar tersenyum tipis ketika tiba di depan teman-temannya yang menatap dirinya dan Tasya dengan penuh minat. “Iya. Kenalkan. Ini Tasya. Dia pasangan gue malam ini,” ujar Damar, memperkenalkan Tasya kepada teman-temannya.
“Hai,” sapa Tasya, tersenyum menatap teman-teman SMA Damar.
“Jadi, hanya untuk malam ini saja, Mar? Kalau acara Reuni SMA ini sudah berakhir kalian bukan pasangan lagi?” tanya Geri, menatap Damar dengan senyuman penuh arti.
Damar mendelik mendengar pertanyaan sang sahabat. Geri seolah mengatakan kalau hubungan Damar dan Tasya hanya untuk malam ini saja.
“Bukan begitu, Ger. Tasya adalah kekasih gue. Dia yang menjadi pasangan gue malam ini,” kata Damar, menjelaskan.
“Oh ....” Geri menganggukkan kepala, seolah mengerti.
“Elo pintar cari pasangan, Mar. Dia sangat cantik,” puji Bayu, memperhatikan penampilan Tasya.
“Tentu saja, Bay. Bukan hanya elo yang bisa memiliki pacar cantik,” timpal Damar, sementara Tasya hanya tersenyum menanggapi pujian itu.
“Kalian sudah berpacaran berapa lama?” tanya Bayu, penasaran.
“Baru tiga bulan terakhir ini,” jawab Damar.
“Wah ... hubungan kalian masih seumur jagung. Masih bisa ditikung nih ....” komentar Fera, mengedipkan sebelah mata untuk menggoda Damar.
“Ingat status lo, Fer. Jangan sampai suami elo mendengar ucapan lo tadi,” timpal Alfin, membuat semua orang di sekitar mereka terkekeh.
Fera merengut. “Dia nggak akan tahu selama elo nggak mengadu kepadanya,” ujarnya kesal.
“Sorry. Gue bukan cowok pengadu, Fer," sangkal Alfin.
Obrolan mereka terus berlanjut dengan Damar dan Tasya yang menjadi topik utama mereka. Damar berusaha bersikap cuek sementara Tasya hanya sesekali menanggapi obrolan teman-teman Damar.
“Baiklah. Sepertinya kami harus pergi sekarang. Kami masih harus menyapa teman-teman Tasya juga,” kata Damar, berpamitan.
“Memang Tasya alumni SMA Pelita Buana juga?” tanya Fera, menatap Damar dan Tasya, bergantian.
“Iya, Kak,” jawab Tasya, menganggukkan kepala.
“Lo angkatan tahun berapa, Sya?” tanya Fera lagi.
“Tahun 2007, Kak,” jawab Tasya.
“Oh .... Pantas saja gue nggak pernah melihat elo saat di sekolah dulu, ternyata lo bersekolah di sana setelah kami lulus,” ujar Fera.
“Iya, Kak,” sahut Tasya, tersenyum.
Setelah berpamitan sekali lagi kepada teman-temannya, Damar dan Tasya kemudian pergi meninggalkan mereka.
oOo
“Terima kasih atas bantuannya tadi. Kamu berakting sangat baik di depan teman-teman aku,” ucap Damar, setelah mereka meninggalkan kerumunan teman-temannya.
“Sama-sama, Pak. Sekarang giliran Bapak yang membantu saya,” kata Tasya, menatap Damar. Dia kembali menggunakan bahasa formal kepada Damar karena mereka hanya berdua saja saat ini.
“Tentu. Aku akan membantu kamu sebaik mungkin, Sya,” sahut Damar, menyanggupi.
Tasya tersenyum mendengar kesanggupan Damar. “Tahun berapa Bapak lulus sekolah dari SMA Pelita Buana?” tanyanya ingin tahu.
Tasya hanya asal menanggapi ucapan Fera tadi. Sebenarnya dia tidak tahu kapan tepatnya Damar bersekolah di SMA Pelita Buana. Tasya dan Damar tidak sempat membahas mengenai kelulusan sekolah mereka sebelum menemui teman-teman Damar.
“Tahun 2003,” jawab Damar.
Tasya mengangguk, mengerti. Itu menjelaskan mengapa mereka tidak pernah bertemu saat bersekolah dulu.
“Itu teman-teman saya, Pak,” ucap Tasya, menunjuk sekumpulan orang yang sedang mengobrol tak jauh dari tempat mereka berada.
Damar mengangguk. Tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Tasya dan Damar berjalan mendekati kerumunan itu.
“Hai, guys ....” sapa Tasya begitu tiba di dekat teman-temannya.
Semua orang yang ada di sana menoleh. Mereka tampak terkejut melihat kehadiran Tasya bersama dengan Damar. Sorot mata mereka menyorot pada tangan Tasya dan Damar yang saling menggenggam. Amel yang berada di antara mereka juga terus memperhatikan Tasya dengan pandangan penuh tanya.
“Sorry lama ... tadi kami ada urusan sebentar,” ujar Tasya, beralasan. “Kenalkan, dia pacar gue. Namanya Mas Damar,” lanjutnya memperkenalkan Damar kepada teman-temannya.
“Pacar lo ganteng banget, Sya.”
“Gue pikir lo hanya membual saat mengatakan akan mengenalkan pacar elo kepada kami, Sya.”
“Pacar lo lebih tampan dari Galang, Sya.”
Teman-teman Tasya berkomentar sambil terus memperhatikan penampilan Damar yang memang terlihat tampan malam ini. Fani dan Galang juga tidak mengalihkan pandangannya dari Damar. Mereka berdua terlihat menilai Damar dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Damar hanya tersenyum tipis menanggapi komentar dari teman-teman Tasya. Dia kemudian menyalami orang-orang di sekitar mereka yang kebanyakan adalah para wanita. Ketika tiba giliran Galang, Damar tampak terkejut ketika mendengar pertanyaan yang diajukan olehnya.
“Apa kamu Damar Wira Atmaja, pemilik PT. Wira Karya Mandiri yang terkenal itu?” tanya Galang, memastikan.
“Iya. Bagaimana kamu tahu?” tanya Damar, memandang Galang penuh minat.
Tasya juga terkejut mendengar pertanyaan Galang. Dia tidak menyangka Galang akan mengenali Damar.
“Kebetulan aku Direktur PT. Pratama Sejahtera. Aku pernah mengajukan proposal kerja sama ke perusahaan kamu, tapi hingga saat ini belum mendapatkan tanggapan,” kata Galang, menerangkan.
“Benarkah? Aku rasa belum ada proposal dari perusahaan kamu yang masuk ke ruangan aku. Nanti aku akan mengeceknya kepada sekretaris aku,” kata Damar, menanggapi.
Galang tersenyum. “Ya. Aku sangat berharap bisa bekerja sama dengan perusahaan kamu,” ujarnya menatap Damar.
“Ya, semoga kita bisa bekerja sama nanti,” timpal Damar, balas tersenyum tipis.
Tasya menelan ludah mendengar percakapan Damar dan Galang. Kalau perusahaan mereka saling bekerja sama, bagaimana dengan nasib hubungannya dan Damar? Galang pasti akan mengetahui kalau hubungan mereka hanya pura-pura saja. Karena selama di perusahaan, Tasya dan Damar tidak pernah bertemu dan bertegur sapa.
oOo
Damar terkejut ketika mendengar salah satu teman Tasya ada yang mengenali dirinya. Dia tidak menyangka Galang merupakan Direktur PT. Pratama Sejahtera. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya dan Damar juga belum mengetahui kalau perusahaan Galang telah mengajukan proposal untuk melakukan kerja sama dengan perusahaannya.
Damar tidak tahu ini hanya perasaannya saja atau bagaimana, tapi dia merasa teman-teman Tasya memandang dirinya dengan penuh minat, terutama Galang dan wanita yang berdiri di sebelahnya. Damar juga sempat mendengar mereka membandingkan dirinya dengan Galang.
Damar merogoh saku celananya ketika merasakan getaran di dalam sana. Dia mengambil handphone miliknya, lalu mengecek sebuah pesan yang masuk ke handphone itu.
‘Lo di mana, Mar? Gue dan Geri menunggu elo di dekat panggung.’
Damar mengernyitkan dahi membaca pesan yang dikirimkan oleh Alfin. Damar tidak tahu mengapa kedua sahabatnya menunggu dia di dekat panggung. ‘Apa ada hal penting yang ingin mereka bicarakan kepadanya?’ pikir Damar di dalam hati.
“Sayang, aku harus pergi sekarang. Teman-temanku sudah menunggu,” kata Damar, menunjukkan handphone di tangannya sebagai tanda kalau dia baru saja mendapatkan pesan.
Tasya terlihat terkejut mendengar panggilan Damar kepadanya. namun, Tasya segera menguasai diri dan menganggukkan kepala. “Iya, Mas,” sahut Tasya, mengizinkan.
“Kamu sudah akan pergi, Kak? Kenapa kamu nggak menemani Tasya hingga acara ini berakhir?” tanya Fani, menatap Damar dengan raut wajah heran.
“Iya. Aku juga harus berkumpul dengan teman-temanku di sini,” kata Damar, menjelaskan.
Fani tampak terkejut. “Kamu alumni SMA Pelita Buana juga, Kak?” tanyanya tampak tak percaya.
“Iya,” sahut Damar, menganggukkan kepala. “Baiklah. Aku pergi dulu. Senang bisa berkenalan dengan kalian semua,” ujarnya berpamitan kepada teman-teman Tasya.
Damar memandang Tasya. Dia kemudian mendekatkan tubuh ke arah Tasya. Damar melihat tubuh Tasya membeku melihat perbuatannya. Namun, dia tidak peduli. Ada sesuatu yang harus Damar sampaikan sebelum mereka berpisah.
“Selesai acara aku tunggu kamu di depan lobi hotel,” bisik Damar di telinga Tasya.
“I-iya,” sahut Tasya, balas berbisik.
Posisi Damar yang terlihat sedang mencium pipi Tasya membuat teman-teman Tasya bersorak dan menggoda mereka. Damar segera menjauhkan tubuh dari Tasya. Dia mengusap tengkuk salah tingkah, sementara Tasya menundukkan kepala malu.
Damar berpamitan sekali lagi kepada Tasya dan teman-temannya, lalu bergegas pergi meninggalkan mereka semua.
oOo