BAB 6

1147 Kata
Tasya menyerah. Dia akan berterus terang kepada Fani dan teman-temannya kalau sebenarnya dia tidak memiliki pacar. Tasya tidak peduli jika harus di cap sebagai pembohong oleh mereka karena kenyataannya dia memang telah berbohong. Tasya berjalan sambil menundukkan kepala. Walaupun Tasya sudah memantapkan hati untuk jujur kepada teman-temannya, tapi tetap saja dia merasa cemas. Tasya berbelok untuk kembali ke dalam ballroom hotel. Dia yang tidak memerhatikan jalan akhirnya menabrak seseorang hingga terjatuh ke lantai. Tasya mengaduh kesakitan. Dia mendongak menatap seseorang yang tadi ditabraknya. “Sorry, gue nggak sengaja. Gue lagi terburu-buru, jadi—" “Pak Damar.” Tasya membelalakkan mata mengenali seorang laki-laki yang ada di hadapannya. “Kamu mengenal saya?” tanya Damar, menunjuk dirinya sendiri. Tasya mengangguk. Dia mencoba bangkit dari posisinya saat ini. Damar yang melihatnya, mengulurkan tangan untuk membantu Tasya berdiri. “Terima kasih, Pak,” ucap Tasya, setelah berhasil menegakkan tubuh. “Sama-sama,” balas Damar. “Bagaimana kamu bisa mengenal saya?” lanjutnya kembali mengulang pertanyaan yang belum dijawab oleh Tasya. “Saya karyawan di perusahaan Bapak,” ujar Tasya, memberi tahu. Damar terihat membelalakkan mata. “Kamu bekerja di perusahaan saya?” Damar kembali mengulang jawaban Tasya. Tasya menganggukkan kepala. “Iya, Pak.” “Lalu apa yang kamu lakukan di tempat ini?” tanya Damar lagi. “Saya menghadiri acara Reuni SMA sekolah saya, Pak,” jawab Tasya. “Maksud kamu Reuni SMA Pelita Buana?” tanya Damar, memastikan Tasya kembali menganggukkan kepala. “Iya, Pak,” sahutnya mengiyakan. “Kalau Bapak sendiri, apa yang Bapak lakukan di tempat ini?” tanya Tasya, ingin tahu. “Saya juga menghadiri acara Reuni SMA Pelita Buana,” jawab Damar. “Bapak alumni SMA Pelita Buana?” tanya Tasya, tak percaya. “Iya,” sahut Damar, menganggukkan kepala. Tasya terkejut mendengar jawaban Damar. Dia tidak menyangka bos besar di perusahaannya bersekolah di tempat yang sama dengan dirinya. “Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu, Pak,” ujar Tasya, berpamitan. Dia tidak ingin membuat Damar tidak nyaman karena terlalu lama mengajaknya mengobrol. “Tunggu dulu,” cegah Damar saat Tasya hendak melangkah pergi meninggalkannya. “Siapa nama kamu?” tanyanya ingin tahu. “Tasya, Pak,” jawab Tasya, menyebutkan nama panggilannya. “Tasya, kamu datang sendiri ke acara ini?” tanya Damar lagi. Tasya terlihat mengernyitkan dahi, mendengar pertanyaan Damar. “Tadi saya datang bersama teman SMA saya, Pak. Memang kenapa, Pak?” jawab dan tanya Tasya. “Maksud saya, apa kamu membawa pasangan untuk datang ke acara Reuni SMA ini?” tanya Damar, memperjelas kalimat tanyanya. Tasya semakin mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar. Namun, dia tetap menjawab pertanyaan itu dengan menggelengkan kepala. “Enggak, Pak. Saya nggak membawa pasangan.” Damar tersenyum tipis mendengar jawaban Tasya. “Kalau begitu apa kamu bisa membantu saya?” tanyanya kemudian. “Membantu apa, Pak?” Tasya balik bertanya dengan raut wajah heran. “Apa kamu bisa membantu saya dengan berpura-pura menjadi pasangan saya malam ini?” tanya Damar, menyampaikan permintaannya. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikiran Damar begitu mengetahui Tasya merupakan karyawan di perusahaannya sekaligus alumni SMA Pelita Buana. Mungkin dia sudah gila karena meminta Tasya untuk menjadi pasangan pura-puranya malam ini padahal mereka baru saling kenal. Namun, Damar pikir lebih baik dia meminta bantuan Tasya daripada harus meminta kedua sahabatnya untuk mencarikan wanita yang bisa ia jadikan kekasih malam ini. Tasya terbelalak. Dia tampak terkejut mendengar permintaan Damar. “Pa-pasangan Bapak?” tanya Tasya, memastikan pendengarannya. Damar mengangguk. “Iya. Saya ingin kamu berpura-pura menjadi pasangan saya untuk saya kenalkan kepada teman-teman saya,” kata Damar, menjelaskan. Tasya terdiam. Damar harap-harap cemas menunggu jawaban dari Tasya. Damar berharap Tasya mau membantunya agar dia tidak perlu mempermalukan diri di depan teman-temannya. “Jika kamu bersedia, saya akan membayar berapa pun yang kamu mau, Sya,” ujar Damar, menatap Tasya dengan raut wajah serius. “Bapak nggak perlu membayar saya, tapi sebagai gantinya, Bapak juga harus berpura-pura menjadi pacar saya di depan teman-teman SMA saya. Bagaimana?” kata Tasya, mengajukan syarat. Damar terkejut mendengar syarat yang diajukan oleh Tasya. Namun, dia tetap menganggukkan kepala menyetujui syarat itu. Menurutnya tidak masalah jika Damar harus berpura-pura menjadi kekasih Tasya juga. Mereka hanya akan melakukannya untuk malam ini saja. Setelah itu, tidak akan ada hubungan di antara mereka lagi. “Baiklah. Deal,” ujar Damar, mengulurkan tangan sebagai tanda persetujuan. Tasya tersenyum membalas uluran tangan Damar. “Deal.” oOo Tasya sangat terkejut ketika mendengar Damar meminta tolong dirinya untuk berpura-pura menjadi pasangannya malam ini. Entah untuk alasan apa hingga Damar memintanya melakukan hal itu. Namun, Tasya merasa bisa memanfaatkan kesempatan ini. Dia juga membutuhkan seorang laki-laki yang bisa ia kenalkan kepada Fani dan teman-temannya sebagai sang kekasih. Karena itu, ketika Damar menawarkan sejumlah uang untuk membayar Tasya, dia justru menolak dan balik meminta Damar untuk berpura-pura menjadi kekasihnya. “Baiklah. Deal,” ujar Damar, mengulurkan tangan sebagai tanda persetujuan. Tasya tersenyum membalas uluran tangan Damar. “Deal.” Tasya mungkin sudah gila karena membuat kesepakatan dengan bos besar di tempat kerjanya sendiri. Namun, dia merasa mereka berdua sama-sama saling membutuhkan. Damar membutuhkan seorang wanita untuk dikenalkan sebagai pasangannya malam ini kepada teman-temannya, begitu pun dengan Tasya. Tasya dan Damar akhirnya membuat skenario untuk mendukung akting mereka malam ini. Tasya dan Damar harus terlihat natural dan meyakinkan sebagai pasangan kekasih di depan teman-teman SMA masing-masing. Jangan sampai ada orang yang tahu kalau mereka hanya berpura-pura saja. “Jadi, kita harus menemui teman-teman Bapak dulu atau teman-teman saya?” tanya Tasya, setelah mereka selesai menentukan skenario sebagai sepasang kekasih pada acara Reuni SMA malam ini. “Kita menemui teman-teman saya dulu,” putus Damar. “Kamu harus mengubah panggilan Bapak kepada saya dan jangan gunakan bahasa baku ketika mengobrol dengan saya nanti,” ujarnya mengingatkan. “Baik, Pak, eh ... maksud sa-aku Mas .... Mas Damar,” ujar Tasya, mengubah bahasa dan panggilan untuk Damar secara terbata-bata. Tasya terbiasa menyebut Damar dengan sebutan ‘Bapak’. Dia merasa segan jika harus mengubah panggilan namanya. Meskipun mereka tidak pernah berinteraksi secara langsung saat di tempat kerja. Namun, Tasya berusaha menghormati Damar sebagai bosnya. “Ya. Aku rasa itu lebih baik. Kamu harus mulai membiasakan diri dari sekarang, Sya,” kata Damar, yang telah mengganti sebutan ‘saya’ menjadi ‘aku’ agar tidak terkesan formal. “Iya, Mas,” sahut Tasya, menganggukkan kepala. “Ya sudah .... Ayo kita pergi sekarang,” ujar Damar, mengulurkan tangan ke arah Tasya. Tasya membeku. Dia mengerti arti uluran tangan yang disodorkan Damar kepadanya. Namun, Tasya merasa ragu untuk menyambut uluran tangan itu. “Ayo, Sya,” ajak Damar, memberi tanda agar Tasya segera menyambut uluran tangannya. “I-iya, Mas.” Tasya menyambut uluran tangan Damar, lalu menggenggam tangan kokoh yang terasa hangat dalam genggamannya itu. “Jangan bersikap terlalu kaku,” pesan Damar, sebelum mereka berdua berjalan memasuki ballroom hotel tempat acara Reuni SMA Pelita Buana masih berlangsung sambil bergandengan tangan. oOo
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN