“Jangan. Tidak perlu mengulang ijab kabul.” Zahra menolak ide Naka dan orang tuanya. Untuk apa? Toh mereka memang tidak berkeinginan membina rumah tangga. Tidak ada cinta, yang ada justru kebencian. Ibunya sudah syok dan jatuh sakit. Sudah tidak ada hal lain yang akan membuat ibunya lebih sakit lagi dari sekarang. Mengulang ijab kabul tidak membuat ibunya terlepas dari momok operasi yang menakutkan itu. Naka terdiam menatap sepasang mata di depannya. D*danya bergerak pelan ke atas, lalu tertahan beberapa detik sebelum kembali bergerak turun. “Tolong jangan kasihani nasib saya. Bapak tidak perlu berkorban untuk saya dan keluarga saya lagi. Bapak sudah membantu kami sebelumnya, dan kami sangat berterima kasih. Juga untuk hari ini.” Hembusan napas pelan keluar dari celah bibir yang sedikit