“Tidak apa-apa, Dok. Dia menantu saya.” Zahra mendengar apa yang bapaknya katakan, namun terlalu lemah untuk menyangkal. Pikirannya sedang benar-benar kacau. “Oh ….” Sang dokter mengangguk sebelum meluruskan pandangan mata ke depan. Langkah kakinya terayun cepat hingga kemudian berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu berwarna putih. “Mari, silahkan masuk,” ujar pria itu sembari mendorong daun pintu. Menarik langkah ke samping untuk memberikan ruang bagi tiga orang keluarga pasien masuk ke dalam ruang kerjanya. Naka menarik kursi. Sambil berdiri di belakang kursi tersebut, pria itu menoleh. Memberi isyarat dengan gerak bola mata supaya Zahra menempati kursi tersebut. Lagi, Zahra tidak punya tenaga untuk berdebat. Wanita itu menarik langkah kemudian duduk di kursi yang ditarik ol