Isabella keluar kelas di jam tiga sore. Ini merupakan jam terakhirnya di hari ini. Cukup melelahkan karena Isabella dicecar banyak pertanyaan soal hubungannya dengan Beryl. Dan yang bisa Isabella lakukan hanyalah mengatakan tidak untuk bayangan halu teman-teman sekelasnya. Tentu saja itu percuma. Memangnya teman-temannya akan langsung bisa percaya pada ucapannya ini setelah tadi pagi melihat sendiri bagaimana cara interaksi antara Isabella dan Beryl. Juga bagaimana Beryl memperlakukan Isabella layaknya─orang spesial. Tunggu dulu apa tadi dirinya berpikiran Beryl tengah menspesialkannya? Apa itu mungkin?!
Isabella melirik kiri dan kanan. Kenapa hanya disebabkan oleh perilaku kecil dari Beryl sudah membuatnya linglung tak jelas begini. Ada apa denganmu Isabella. Apa dirimu tengah baper?! Sepertinya tidak
Ekor mata Isabella menemukan laki-laki yang sangat dia inginkan tengah berdiri santai dengan mengenakan pakaian kantor. Juga senyumannya seolah memintanya untuk segera mendekat.
“Buat apa Nando kesini segala?” Kepala Isabella sudah dipenuhi pertanyaan yang sama
Isabella mendekatinya namun tidak ingin mengatakan apapun sebelum laki-laki dihadapannya memulai conversation diantara mereka.
“Maaf…” katanya seolah mengerti bahwa Isabella memang sangat marah kepadanya
“Maaf, sayang.”
Isabella menatap Nando. Dia menghela nafas pasrah. “Buat apa minta maaf kalau masih mengulang?”
“Aku menyesal udah ngomong kasar ke kamu. Aku beneran minta maaf.”
“Omongan nggak segampang itu buat ditarik, Nando.”
Meski Isabella mengatakan dia marah tentu saja itu bukan fakta sesungguhnya. Isabella tidak bisa melakukan itu. Rencananya adalah hal utama yang harus diperjuangkan daripada rasa sakit hatinya diperlakukan Nando seperti w************n.
Mungkin apa yang dilakukan ini adalah ajang balas dendam dari Isabella untuk Nando disebabkan oleh perbuatan laki-laki ini menghabisi nyawa Diana. Tapi Isabella belum kepikiran melakukan balas dendam atas rasa sakit hati yang dia rasakan.
Isabella juga tahu bahwa konsekuensi dari perbuatannya adalah Nando mati dan dia hidup, Nando masih hidup dan Isabella yang mati, paling terbaik Nando mati dan dia ikutan mati. Isabella tidak takut meski opsi kematian adalah ending dari rencananya.
“Kita masuk mobil dulu, ya.” Nando merangkul bahu Isabella lembut. Mengajaknya untuk masuk ke mobil mewah yang hampir setiap hari bergonta-ganti. Orang lain yang melihat bahkan bisa berpikiran sebanyak apa mobil Nando. Apa malah sebenarnya Nando ini punya pabrik mobil. Sekaya apa dia dan blablabla…
Karena pemikiran soal kekayaan Nando sudah pernah Isabella lalui. Jawabannya adalah memang Nando sekaya itu.
Isabella duduk anteng. Melihat dari respon Nando sepertinya laki-laki itu kepikiran soal pertengkaran mereka. Tapi bisa Isabella pastikan sekalipun Nando menyesal dia tetap tidak akan kesepian untuk melewati malam indahnya.
Tangan Nando menggenggam jemari Isabella. “Maaf karena aku nggak bisa peka. Nggak mengerti gimana kalimat kasar yang seharusnya dilarang buat diutarakan ke kamu.”
“Bell…”
“Bella… jangan diam. Please, say something babe.”
“Jika kamu udah mikirin gimana jeleknya Isabellamu ini. Lalu aku bisa melakukan apa selain diam. Jaga jarak. Dan nggak boleh berharap sama kamu, Do.”
“Hussst…” Nando meletakkan jari telunjuk di depan bibir Isabella. Meminta perempuan itu untuk tidak lagi melanjutkan ucapannya. Itu terdengar menyakitkan di telinga Nando.
“Jangan pernah berpikiran buat menjauhiku, Bella. Aku nggak akan pernah membiarkan itu terjadi. Kamu milikku!” ujar Nando keras kepala
Milikmu, gundulmu.
Isabella ingin melontarkan kalimat jahat itu tapi ya tidak akan terjadi. Mulutnya sudah disetel agar hanya mampu mengucapkan kalimat manis saja kepada Nando.
“Kamu hanya mengatakan aku milikmu. Kamu tidak pernah menggunakan hatimu ketika denganku, Nando. Sekarang katakan aku harus apa?! Terus menerus menjadi pelacurmu, begitu?! Terus diam meskipun kamu menyiksaku dengan perlakuan lembut ini?! Coba jelaskan, Nando.”
Nando menggeleng. Dia tidak pernah menganggap Isabella serendah itu.
Isabella miliknya. Itu artinya Isabella teramat penting untuk Nando. Karena meskipun Nando tidur dengan beragam jenis spesies wanita dia tidak akan menandingi seorang Isabella. Mungkin juga faktor perasaannya kepada Isabella. Nando merasa stress sendiri akibat pertengkaran diantara mereka.
“Ayo kita menjalani hubungan seperti apa yang kamu mau.” Putus Nando pada akhirnya. Dia lelah juga jika hubungannya dengan Isabella terkesan tidak jelas begini. Sebenarnya Isabella yang lebih menginginkan berpacaran tapi ya bagaimana lagi kalau Nando juga kepikiran mungkin jalan satu-satunya adalah membuat status agar lebih jelas.
“Apa?” Kening Isabella bergelombang .
“Mari kita berpacaran Isabella. Bukankah itu yang kamu mau?” Nando menatap mata Isabella
Mata Isabella berbinar. Apa secepat ini Nando luluh kepadanya. Sungguh Isabella tidak menyangka soal keberhasilannya ini.
“Iya.” Jawab Isabella hampir loncat ke pangkuan Nando saking senangnya namun dia menahan itu mati-matian.
“Apa kamu senang sekarang?” kata Nando sembari memeluk tubuh Isabella. Tangan Nando mengusap lembut rambut Isabella yang sekarang sudah menjadi kekasihnya
“Sangat senang, Nando.” Jawab Isabella dan kalau boleh jujur dia ingin berteriak kencang
“Kita pulang ke rumahku oke?” tanyanya sembari mengecup singkat bibir Isabella
Isabella bingung, “Kenapa ke rumahmu?! Kenapa bukan apartemenmu saja?”
“Aku lebih suka kamu tinggal bersamaku, sayang.”
***
Beryl membelokkan mobilnya ke salah satu perumahan elite. Sudah hampir tiga bulan dia tidak pulang ke rumah semenjak jadwal perkuliahannya semakin padat juga tugas yang benar-benar menguras otak. Untung saja sesekali mama atau papanya akan datang ke apartemennya guna mengunjungi Beryl. Meski kegiatan mereka hanya makan malam di apartemen. Itu sudah cukup mengurangi rasa rindu Beryl pada kedua orang tuannya.
Sebenarnya faktor lain Beryl jarang pulang ke rumah juga kedua orang tuannya yang sibuk pada perjalanan bisnis. Entah kadang Beryl memikirkan bagaimana kesepiannya dirinya dulu jika sering ditinggal di rumah sendirian. Juga pada akhirnya Beryl memiliki segudang kesibukan ketika SMA dan lebih sangat sibuk lagi saat kuliah. Ternyata kesibukan ini membantunya lepas dari rasa kesepian. Meski begitu Beryl tidak akan menyalahkan apapun pilihan orang tuannya.
“Selama sore, tuan muda.” ujar salah satu orang berpakaian hitam yang tiba-tiba saja membukakan pintu mobil Beryl. Dia memang bodyguard kepercayaan papanya
“Mama papa di rumah, kan?” tanya Beryl sopan
“Benar, tuan muda Beryl. Tuan muda dan nyonya sedang berada di halaman belakang.”
“Oke. Terima kasih.”
Beryl segera masuk ke rumah dan mencari keberadaan kedua orang tuannya. Halaman belakang memang menjadi hal favorit karena banyak tumbuhan yang sengaja di tanam. Bunga-bunga milik mamanya juga tentu saja bermekaran karena dirawat serius oleh ahlinya.
“Pa…” panggil Beryl lalu beralih mencium tangan papanya
Ezra yang tengah asik duduk di kursi juga tablet di tangannya segera teralih karena mendengar suara Beryl. Tadinya dia enggan diganggu karena sedang belajar bermain game baru tapi kalau itu Beryl jelas saja dia merelakan game dan lebih memilih bersama putranya.
“Tumben pulang,” ujarnya lalu menyesap kopi di cangkir
“Yeee anak pulang malah dibilang tumben pulang. Emang situ pernah pulang?” mamanya mencibir pertanyaan papanya
Beryl mencium tangan mama Elis lalu sepercikan detik mamanya memeluknya dan menghujami pipi Beryl dengan ciuman. Meski risih Beryl tetap diam karena jelas saja dia juga merindukan mamanya ini.
“Udah besar kok masih mau diciumin mama, Ber?” kali ini papa Ezra kembali buka suara. Memang kadang interaksi seperti ini yang sering Beryl rindukan saat pulang. Mamanya yang selalu mengomeli papa dan akan membelanya. Lalu papa yang akan merajuk cemburu karena di mata mama seorang Beryl adalah hal utama sedangkan papa nomor dua.
“Kenapa sih nyium anak aja pakai dikomentarin.” ujar mama sebal
Papa Ezra menggeleng, “Beryl kan sudah besar, ma. Ya dia udah sering ciuman sama pacarnya lah. Harusnya risih diciumin sama mamanya begitu.”
“Ah, masak begitu sih. Padahal mama nyium juga karena kangen. Kasih sayang mama sepanjang masa tahu.” jawab Mama tak kalah sensi
Mama Elis kembali menatap Beryl yang terlihat asik memberi makan ikan-ikan gendut miliknya di kolam kecil dekat tempat bersantai. Beryl ingat dulu membeli ikan hias ini saat diajak orang tuannya melihat karnaval di pinggiran kota. Dan itu terjadi ketika Beryl baru masuk kelas satu SMP.
“Beryl udah punya pacar, Nak?” mamanya ikut duduk di kursi depan sang papa. Lalu ikutan mencomot bromnies di piring
“Belum,” jawab Beryl masih fokus ke ikan-ikannya
“Masak iya anak mama nggak laku, sih.”
“Ya itu juga karena faktor mama sering nyiumin Beryl terus. Makanya dia jadi bocah begitu. Nggak gentle kaya papa.” Kata papanya lagi berusaha menggoda mama akan mengamuk
Mamanya melengos dengan syok, “Gentle apaan. Dulu juga kalau mama nggak tanya soal perasaan papa kita nggak akan pacaran.”
“Husttt… jangan kencang-kencang.” Papa Ezra terlihat malu tapi Beryl sudah mendengarnya
“Jangan dengerin apa kata mamamu, Ber. Sesat. Papa dulu nggak begitu, kok.”
Sementara mamanya hampir protes namun tidak jadi. Mungkin takut durhaka juga karena mnejelek-jelekkan papa.
“Ber…”
“Apa?” kepala Beryl bergerak kearah kedua orang tuannya
“Kamu udah pernah ciuman sama cewek, kan?! Minimal pipi lah.”
Plakkkk…
Mamanya memukul bahu papa Ezra sampai membuatnya mengaduh kesakitan. “Ngomongnya itu loh. Nggak boleh mengajarin anaknya nakal. Mentang-mentang pernah jadi playboy waktu kuliah.”
Beryl bingung atas pertanyaan papanya. Ciuman, heh?
Kenapa papanya harus bertanya hal privasi begitu, sih.
Memangnya dia harus jujur apa soal ciumannya dengan Isabella. Itu adalah hal gila yang akan Beryl lakukan.
“Belum…” dusta Beryl agar tetap menjadi anak baik-baik di mata orang tuanya. Tapi melihat responnya ini sepertinya cukup meragukan. Pastilah keduannya tidak percaya
“Sama siapa, Ber?” papanya bertanya
Benar, bukan. Kedua orang tuannya ini sangat ahli memahami Beryl. Sampai respon kebohongan Beryl saja nampak jelas di mata keduannya.
“Belum pernah, Pa. Lagian Beryl juga nggak punya pacar.”
“Bukannya NGGAK tapi memang BELUM. Bedakan dua kata itu Beryl. Mama rasa kamu popular banget kok di kampus. Mana ada cewek yang nggak suka sama anak ganteng mama.” Mamanya membela dengan intonasi ngegas khas emak-emak
“Kalau kamu tanya mama tahu dari mana ya jawabannya mama tahu dari teman-teman arisan mama. Anak mereka kan kuliah di kampus yang sama juga dengan kamu. Wuahhh, mama bangga banget pas foto kamu di upload di i********: cogan kampus. Artinya kegantenga kamu memang patut dilestarikan.”
“Papanya ganteng jelas aja anaknya nggak kalah ganteng.” Papanya mulai membela
“Dia ganteng juga karena mamanya aku.” Balas mama tak kalah sewot
“Aku pintar…” papanya memuji diri sendiri lagi
“Aku lebih pintar.” Kata mama tak mau kalah
***
Beryl melihat pemandangan di depannya sambil sesekali meringis. Meski ini adalah pesta jamuan makan malam tapi kenapa Beryl malah melihat banyak penjilat berada di disekitar orang tuannya.
Malam ini juga mamanya memaksa Beryl ikut kegiatan pesta yang diadakan oleh rekan bisnis mamanya. Awalnya Beryl menolak karena ingin segera beristirahat tapi karena mamanya merengek mana mungkin Beryl tega. Dan yang sekarang Beryl lakukan adalah duduk anteng dengan piring kosong karena dirinya enggan berbaur dengan orang-orang yang bahkan di matanya sangat asing.
“Beryl, sini ikut mama sebentar deh.”
Beryl menggeleng dan sepertinya mamanya paham.
“Bukan minta kamu terjun langsung buat kenal penjilat-penjilat itu kok. Tapi mama mau kenalin kamu sama anak rekan bisnis mama. Cuanteeekkk polll.” Kata mama dengan aksen medok khas Surabaya
“Beryl nggak suka…”
Mamanya tiba-tiba saja mengapitnya dan menariknya ke gerombolan wanita-wanita seumuran mamanya.
“Waduh, ganteng pisan, euy.”
“Anakmu, jeng?”
“Hoalah, pantesan bisa masuk Intagram cogam kampus. Gantengnya pol-polan begini, sih.”
“Rasanya pengen tak ambil mantu, jeng.”
“Kamu udah punya pacar belum, nak?”
Tangan mama Elis meminta semua teman-temannya untuk diam mendengarkan dia berbicara.
“Aku kenalin dulu anak gantengku ini. Namanya Beryl. Masih kuliah dan jomblo.”
Beryl menelan ludahnya susah payah. Oh kenapa penyematan status jomblo begitu memalukan ketika diucapkan di depan geng sosialita mamanya ini. Apa memang ini yang sebenarnya dirasakan orang-orang mengenai seberapa memalukannya status jomblo itu. Beryl rasanya menyesal pernah membanggakan diri bahwa jomblo seumur hidup lebih baik daripada berbohong soal status berpacarannya.
“Ya ampun kamu tante kenalin sama anak tante, ya. Dia seumuran kamu tuh kayaknya.”
“Keponakan tante juga ada kok yang cantik dan pastinya cocok sama kamu.”
“Awas-awas princess aku mau lewat.” Perempuan dengan gaun berwarna merah muncul bersama gadis yang seumuran Beryl
“Ini Mita anak gadis aku jeng. Barangkali mereka cocok.” ucap perempuan dengan rambut dicepol ke atas. Kemudian membisikkan sesuatu ke mama Elis, “Siapa tahu bisa besanan.”
Beryl hanya menanggapi dengan ringisan. Apa-apaan dia diajak mamanya keacara beginian hanya semata-mata dicarikan teman kencan begitu?
Sungguh mamanya tega sekali. Padahal Beryl tidak menginginkan hal konyol seperti itu terjadi kepadanya tapi kenapa malah begini. Apakah ini karena dirinya pernah menertawakan Danis lalu berujung pada kesialan yang sama juga?! Sepertinya Beryl harus minta maaf agar hal serupa tidak terjadi lagi kepadanya.
“Mita…” gadis dengan lesung pipi juga penampilan modis itu memperkenalkan diri pada Beryl
Beryl menerima uluran tangannya. Dia harus bersikap ramah paling tidak untuk membuat mamanya senang. “Beryl…”
“Aduh, mereka cocok sekali ya, jeng. Ayo segera atur jadwal saja.” Kata teman mama dan membuat Beryl menolak terang-terangan di depan mamanya