Tanda keabadian

2204 Kata
Beryl meringis saat merasakan nyeri, panas, dan berkedut diarea lehernya. Ini karena Danis mengobatinya dengan sangat kasar. Mungkin sahabatnya itu juga kelewat kesal akibat seorang Beryl yang belakangan ini terlihat lemah dihadapan perempuan seperti Isabella. Ngomong-ngomong dia sekarang berada di apartemen kepunyaannya sendiri bersama Danis yang setia bersamanya sejak satu jam yang lalu. Tadi Beryl langsung menghubungi Danis. Meminta Danis dengan sedikit pemaksaan karena dompet Beryl ada di dalam rumah Isabella. Sementara Beryl diusir dalam keadaan tidak terhormat sama sekali. Untung saja keadaan masih pagi sehingga orang-orang tidak ada yang curiga atas keberadaannya disekitar rumah Isabella. “Karena kalau gue adalah perempuan waras nggak mungkin juga bakal punya ambisi gila buat bunuh orang!” Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Beryl. Memang pada kenyataannya Isabella bukanlah perempuan kalem dan penurut. Dia adalah pemilik sikap berkebalikan dari perempuan biasanya. “Gue benar-benar nggak habis pikir. Kenapa dia bisa sebrutal ini, sih.” Danis sudah mengatakan kalimat itu lebih dari tiga kali. Jelas saja laki-laki itu cukup terkejut. Karena tiba-tiba saja Beryl menelponnya dipagi buta dan memintannya untuk menjemput dengan rengekan juga paksaan. Akibat dari permintaan Beryl pula Viona yang tidur bersamannya mengeluh soal kepergian Danis. Dia mengatakan Danis tidak memuaskan dan beragam hinaan lainnya. Tapi Danis pun tidak akan perduli soal ejekan itu. Toh, meskipun Viona mengatakan Danis lemah tetap saja banyak perempuan yang mengantri tidur dengannya. Bukankah pesonanya ini luar biasa sulit ditolak pemirsa?! “Auwhhh… sakit bego,” Beryl meringis kesakitan karena tekanan dari kapas dan pembersih luka berwarna kuning. Memang tangan Danis sekasar itu. Beryl pun juga memaklumi kalau Danis sama sekali tidak punya bakat soal mengobati orang sakit. Bakat terpendamnya adalah mengajak orang lain tawuran di klub. “Lagian gue gemas banget sama kelakuan manusia satu itu. Nggak ngotak banget pakai acara menggigit leher segala. Emang dia vampir nakal sampai harus menghisap darah elo segala.” Danis pernah melihat film tentang Vampir dan ya mereka menghisap darah manusia. Kecuali dirinya si vampir baik hati yang tidak doyan menghisap darah tapi lebih dari pada itu. “Dia nggak ngisap darah gue, kan?” Malahan Beryl dengan santainya menanyakan sesuatu yang tidak berfaedah sama sekali. Danis memperhatikan luka Beryl dengan seksama, “Harusnya ini bakal jadi tanda kepemilikan abadi, sih.” Komentarnya kemudian mengoleska salep pemberian dokter. Ketika menjemput Beryl mata Danis dibuat terkejut dengan luka di tangan beserta lehernya yang mengeluarkan banyak darah. Sebenarnya tadi Danis sempat berpikiran apa Beryl sehabis dibegal dan digorok sampai terluka parah. Ternyata sebelum dia sempat bertanya Beryl sudah menjelaskan bahwa Isabella menyerangnya setelah Beryl mengetahui privasi perempuan itu. Beryl menggeram kesal, “Maksud lo dari kalimat kepemilikan abadi apaan, heh?” Beryl cukup paham dengan jalan pikiran nyeleneh danis. Dia bahkan sangat khatam soal kemesuman Danis mengingat hidup laki-laki ini tidak luput dari perempuan disisi kanan kirinya. Danis terkekeh, “Lo menikmati enggak sih sewaktu digigit.” Beryl mengingat-ingat lagi. Dia bukannya menikmati tapi terpaksa terdiam menikmati gigitan dari gigi tajam Isabella. Sungguh perempuan itu menggigitnya dengan sangat keras. Sampai kulit Beryl terkelupas lalu menyisakan luka yang jelas saja akan berbekas. Dan pada akhirnya orang-orang akan menganggapnya habis melakukan kegiatan yang iya-iya dengan lawan jenis begitu menemukan luka di lehernya. Oh, s**t itu menggelikan. “Nggak ada yang perlu dinikmati dari gigitan brutal seorang Isabella.” “Kalian tidur bareng, kan?” Beryl berdehem sebagai jawaban. Dia dan Isabella memaag tidur bersama dalam satu atap yang sama malahan. “Sungguh kuat iman lo, Ber. Tidur seatap sama Isabella tapi nggak main-main.” Ceklek… Pintu kamar Beryl terbuka dan munculah Azlio dengan satu kantong makanan juga obat-obatan di tangan satunya. “Jangan bilang lo sehabis cek in sama Isabella?” Bolehkah sekarang Beryl jujur dia membenci orang-orang sekepo mereka. Sayangnya dua orang gila ini adalah sahabatnya. Orang yang selalu ada untuk Beryl. Meski banyak perbedaan diantara mereka. “Apa lagi?” Beryl bertanya menggunakan nada malas. Dia enggan menjelaskan banyak hal. Toh, percuma saja karena pasti dirinya akan mendapatkan bullyan maha dasyat dari teman-temannya ini. “Lo siapa?” Azlio berganti menatap Danis yang awalnya sempat mereka lupakan namun dengan sangat setiannya masih saja mengobati luka Bery. Cukup telaten, sangat cocok buat dijadiin istri simpanan. Danis menatap Azlio kemudian melirik Beryl, “Siapa dia?” tanyanya seolah memita Beryl memperkenalkan laki-laki berambut merah di hadapannya Beryl melirik Azlio dengan tampang ogah-ogahan. Sementara laki-laki itu juga ikut menatapnya kemudian terlaih pada lehernya. “Gila, lo beneran habis digorok?” pertanyaan maut yang membuat dua orang disana kicep bingung harus menjawab apa. “Kenalin dia Danis,” Beryl akhirnya memperkenalkan Danis kepada Azlio. Mata Beryl awas memperhatikan rambut baru Azlio yang tadinya hitam menjadi merah. Mirip anak ayam hilang “Azlio,” Azlio mengulurkan tangannya namun tidak disambut oleh Danis karena laki-laki itu fokus pada luka Beryl. Lagian menurutnya cukup saling tahu nama dan tak usah berjabat tangan sudah cukup. Perkenalan formal hanya Danis lakukan saat mendekati ciwi-ciwi atau paling banter ketika dia harus berbasa basi dengan rekna bisnisnya. Azlio mendengus sebal tapi tetap saja dia duduk anteng tanpa banyak bertanya dan ikut memeriksa tangan Beryl. “Gue perbanin lagi ya, darahnya masih nembus tuh.” Azlio dengan sigap membantu Beryl memakai perban di tangannya. “Gimana cara lo ngajar kalau kayak gini, Ber?” Beryl sebenarnya juga memikirkan hal itu, bagaimana caranya mengajar tanpa membuat orang-orang bertanya soal kondisi tangan. Dan juga menghindari tatapan curiga mahasiswa lain begitu melihat bekas di lehernya. “Ada apa, Ber?! Semenjak jadi asisten Prof.Warsono lo beneran udah beda banget. Kayak ada suatu beban gitu. Lo bisa cerita ke gue.” Azlio berupaya menjadi teman baik Beryl dikala susah dan senang tapi tetap saja itu tidak bisa membuat Beryl menyelesaikan masalahnya hanya saja dua orang disampingnya ini mampu membuat Beryl merasakan ketenangan karena dia tidak sendirian. “Gue cuma kurang istirahat semenjak setuju sama tawaran Prof.Warsono.” Beryl tidak seoenuhnya berbohong. Dia sangat kekurangan jam tidur sampai membuatnya pingsan dan terpaksa dirawat Isabella di rumahnya “Kenapa nggak mundur aja sih, Ber?” kali ini Danis ikut nimbrung. Meskipun dia bukan lagi mahasiswa tapi cukup paham juga mengenai kesibukan seorang Beryl. Danis juga lulus dari kampus yang sama dan pernah juga diajar oleh dosen killer bernama Prof.Warsono. “Itu udah masuk daftar planning gue, cuk. Nggak mungkin gue mundur.” “Tapi berhadapan sama Isabella nggak semudah yang lo bayangin, Beryl. Dia nggak sekalem perempuan pada umunya.” Akhirnya Danis bersuara. Dia juga pernah menjadi korban pembunuhan Isabella meski itu salah target “Gimana-gimana?! Kenapa gue nggak paham sih maksud bahasan kalian. Kenapa sama Isabella?! Kenapa Isabella disebut bukan perempuan pada umumnya?!” Azlio menatap Beryl dengan curiga. Jujur saja Beryl juga benci ditatap seperti itu. Sangat mengintimidasinya secara tidak langsung. “Ada apa sama Isabella?!” “Ada apa antara lo dan Isabella?” Kening Beryl bergelombang sembari menatap kearah Azlio, “Maksudnya apa sih?” Azlio menggeleng cepat, “Berita soal lo kencan bahkan tidur sama Isabella udah beredar luas di kampus. Sebenarnya lo pacaran nggak sih sama dia?” “Lo nggak percaya sama ucapan gue?” Kali ini Beryl membuat Azlio diam kicep kebingungan dengan pertanyaan Beryl. Pasalnya selama ini memang hubungan mereka sangat dekat bahkan bisa disebut sahabat. Orang yang selalu ada untuk membantu Azlio mengerjakan tugas, mencari topik penelitian, dan menjadi sasaran penerima curhatan sampah Azlio ketika putus cinta. Tidak mungkin Beryl membohonginya untuk hal seserius ini. Azlio menepuk bahu Beryl, “Kita udah kayak saudara makanya gue perlu konfirmasi kebenarannya sama elo, kan?” Danis melirik Beryl dan Azlio bergantian. Percakapan diantara mereka lebih mirip pasangan kekasih bukan teman laki-laki, “Lo berdua kali yang sebenarnya pacaran?” Azlio menatap sinis Danis, “Lo kali yang suka sama Beryl,” Danis mengusap dagunya, “Bisa dipertimbangkan sih. Lagian Beryl ganteng.” “Jijik woy…” teriak Beryl yang menjadi pusat obrloran diantara sahabat-sahabatanya __________________________________ Sementara di tempat lain Isabella menatap dirinya di pantulan cermin. Dia masih ingat betapa kejamnya dirinya hari ini terhadap Beryl. Bisa-bisanya dirinya punya keberanian menggigit Beryl disaat laki-laki itu tengah sibuk menenangkan dirinya dari rasa malu. Sungguh Isabella tidak berniat sama seklai melakukan hal bodoh itu. Dia juga merasa spontan melakukannya. Soal video yang dikirimkan oleh Nando dirinya masih memikirkan kelanjutannya. Apa yang harus dia perbuat untuk membuat video tersebut tidak disebar oleh Nando. Isabella sangat tahu bagaimana watak Nando tentu saja dia akan menggunakan video itu sebagai sarana membuat Isabella lemah dan tunduk akan perintahnya. Tapi sayangnya tidak semudah itu. Isabella merasa tidak dimanipulasi sama sekali. Dia harus segera menemukan cara terjitu. “Nando gila, sudah untung gue mau sama modelan cowok kayak elo kenapa harus pakai nyusahin banget, sih. Mana Beryl udah nonton videonya lagi. Bisa gawat jika laki-laki itu sampai mengadu ke Om Warsono.” Isabella juga tidak mau membuat Om Warsono jantungan karena melihat keponakannya melakukan hubungan badan dengan Nando bahkan sampai repot-repot direkam segala. Kepala Isabella rasanya ingin meledak menyadari kebodohannya itu. “Bella… lo lama banget sih ngaca. Udah cantik banget hari ini. Outfit lo juga keren kok,” Emilly muncul dari dalam kamar mandi setelah buang air kecil. Sementara Isabella memang ingin membenarkan rambutnya yang berantakan “Lo melamun, Bell?” Emilly menyentuh bahu Isabella pelan Isabella menggeleng sebagai respon, dia ada kuliah sampai sore dan pikirannya sama seklai tidak ada disini. Dia ingin membolos dan menemui Nando untuk membicarakan masalah ini. Tapi Isabella tidak bisa melakukan itu. Jatah bolosnya sudah dia pakai semuannya. Mau tidak mau Isabella harus patuh terhadap tata tertib kampus. Jika dia masih berleha-leha jelas saja akan semakin banyak mengulang mata kuliah. Semester kemarin saja Isabella harus mengulang dua mata kuliah karena membolos hampir disetiap pertemuan. “Cuma kurang tidur aja kayaknya. Badan gue agak kurang fit,” Dustanya agar Emilly tidak lagi menanyakan hal macam-macam “Kenapa masuk kelas?” Isabella tersenyum masam, “Jam bolos gue udah habis. Nggak mungkin mau nambah ngulang mata kuliah lagi, kan?” Emilly terbahak, “Biasanya si primadona kampus kita ini berani. Kenapa semenjak dekat sama si Beryl Beryl itu elo berubah?” Bola mata Isabella bergerak tak menentu. “Emang iya?! Gue nggak sedekat itu juga kok sama Beryl. Kebetulan dia kan asisten Om Warsono dan nggak selalu ketemu juga.” Untuk kesekian kalinya Isabella merapalkan permintaan maaf dalam hatinya kepada Emilly karena sedari tadi dirinya terus saja berdusta. Isabella tidak ingin banyak orang lain tahu soal dirinya dan juga Beryl. Itu akan semakin memusingkan. Toh, lambat laun hubungannya dan Beryl tidak akan menjadi apa-apa. Mereka hanya orang asing yang tidak sengaja terjebak dalam situasi sulit. Isabella yang kebetulan punya dendam khusus kepada Nando─pacar Diana. Sementara Beryl dengan posisinya menjadi asisten dosen serta mata-mata sialan itu. Isabella bahkan tidak bisa membayangkan jika Diana di masa lalu masih hidup kemungkinan semua akan lebih kacau. Isabella cukup mengenal sosok Nando sebelum kejadian pembunuhan itu terjadi. Baginya Nando tetaplah laki-laki jahat yang kebetulan punya aura memikat dan kekayaan berlipat ganda. Dia hidup bergelimang harta, suka berhura-hura, menyukai hal berbau mewah tapi sangat workaholic sekali. “Bell…” “Bella, semua berita yang beredar soal hubungan elo dan Beryl anak hukum nggak benar bukan?” “Gue nggak rela kalau sampai lo jadian sama pangeran tertampan di kampus ini, Bella.” Dhea mengatakan secara gamblang. Semua orang di kelas juga tahu betapa gadis blasteran itu menyukai Beryl. Dhea mengenal Beryl dari i********: kampus yang seringkali menampilkan wajah Beryl tengah demo atau memenangkan sebuah prestasi. Isabella duduk di bangku pojokan belakang. Sengaja memilih paling pojok karena AC akan langsung nyentrong kearahnya. Kepalanya panas seperti ingin meledak makanya dia butuh pendingin. Apalagi pertanyaan dari teman-temannya sangat membingungkan. Dia dan Beryl tidak pernah terikat apapun, mereka juga tidak menjalin pertemanan sama sekali. Musuh lebih tepatnya. “Dari mana sih kalin bisa nemu berita kayak gitu?! Emang i********: cogan-cogan kampus habis merilis berita soal kedekatan Isabella dan Beryl anak hukum?” “Belum. Tapi gue yakin seratus persen nggak ada seminggu akun cogan kampus bakal posting berita itu. Meski nggak secara terang-terangan. Lagipula kalian kan tahu betapa seringnya si ayang mbeb Beryl masuk bahasan cogan-cogan kampus. Termasuk elo Bella…” ujar Dhea dengan snagat yakinnya “Emangnya gue bakal masuk akun cogan-cogan kampus?” “Lo nggak tahu kalau pernah masuk berita ciwi-ciwi popular di kampus?” Dhea menatap Isabella diikuti teman-teman sekelas lainnya Isabella jadi merasa kikuk begini. Seumur-umur dia belum pernah disodorkan pertanyaan seolah memintanya menegaskan jawaban bahwa dirinya cantik dan layak masuk bahasan ciwi-ciwi popular kampus. “Emangnya gue pernah masuk sana?” tanya Isabella dengan sangat polosnya “Cuk, lo adalah bahasan nomor satu disana sayang.” Emilly malah dengan sangat hebohnya menjelaskan. Kenapa temannya ini jadi polos begini sih seperti bukan Isabella biasanya. “Popular dan sering keluar masuk klub sama om-om tajir,” Jesika melewati Isabella dengan mengompor-ngompori teman-temannya. Ngomong-ngomong hubungan Isabella dan Jesika memang tidak pernah akur. Masalahnya karena pacar Jesika yang bernama Zico pernah kepergok menjadi pembeli tetap di klub tempat Isabella bekerja. Meski pada saat itu Isabella hanya membantu Zico untuk memesan taksi karena laki-laki itu mabuk tapi tetap saja Jesika terlanjur melabelinya sebagai perebut pacarnya. Perusak hubungan antara Jesika dan Zico. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Yang lebih kurang ajarnya Zico malah mengakui dia menyukai Isabella agar bisa segera bebas dari pacar posesif seperti Jesika. Rumitnya percintaan orang-orang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN