Getaran maha dasyat

2176 Kata
Hari ini adalah jadwal Prof.Warsono mengisi kelas Beryl. Tentu saja aura mencekam sangat mendominasi kelas itu. Sungguh tidak bisa dihindari. Beberapa kali mahasiswa memilih izin pergi ke toilet guna menuntaskan hasratnya. Ternyata efek kelas dosen itu cukup membuat beberapa mahasiswa gugup dan akhirnya sakit perut.  Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali pasrah. Pasrah saja jika pada akhirnya Prof.Warsono memilih salah satu dari para mahasiswa untuk ditunjuk dan menjadi tumbal kekecewaannya karena mengerjakan tugas tidak sempurna. Padahal kesempurnaan hanya milik Tuhan semata. “Ber…” Azlio menatap Beryl pasrah dan khawatir.  “Gue takut, sumpah.” adunya seolah mengatakan apa yang tengah dirasakan.  Beryl menatap keadaan teman-temannya, mereka semua lebih mirip orang penyakitan. Pucat dan kedinginan. Apalah daya Beryl hanya bisa mendeskripsikan jika sekarang teman-temannya lebih mirip mayat hidup.  “Santay aja. Dia nggak mungkin buang proposal penelitian elo, kok.” Beryl tidak tahu kenapa teman-temannya setakut itu. Mungkin akibat omongan buruk kakak tingkat terdahulu yang mengatakan Prof.Warsono galak beserta aura menyeramkanlah yang kini membuat image itu begitu melekat. Mungkin malah sudah berubah jadi sebuah kenyataan. “Gue udah berusaha keras, kan, ya?” rasanya Azlio ingin pingsan saja. Jika ada pilihan untuk menyerah dia akan melakukannya. Meski pada akhirnya nanti harus mendapat nilai minimal di mata kuliah satu ini. Tidak apa-apa yang penting Azlio selamat. Perutnya sudah melilit tidak jelas sejak setengah jam yang lalu. Itu musibah karena kamar mandi di samping jurusan hanya ada dua. Rasa deg-degan yang dirasakan Azlio juga tak kalah mendebarkan dibandingkan debaran saat berjumpa pujaan hati lalu berujung pada ungkapan isi hati. Ini juga bukan debaran aneh saat perut kosong belum diisi makanan seharian. Debaran ini berbeda, menggila, bergejolak serta banyak mahasiswa mendeksripsikan bahwa berjumpa Prof.Warsono punya getaran maha dasyat dari apapun. “Apa nggak ada kamera, ya.” Hendrik yang duduk di belakang Beryl berujar guna mengisi kesunyian dalam kelas. Tujuannya duduk dibarisan lurus dengan Beryl agar tubuhnya bisa ketutup laki-laki dengan klaim pintar itu.  Pastinya seorang Prof.Warsono akan tertarik pada proposal Beryl bukan?! Itu tidak apa-apa, Hendrik tidak masalah malahan dia bersyukur jika itu terjadi. Dia bahkan akan langsung bisa sujud syukur saat proposalnya lolos.  “Kamu jangan duduk jauh-jauh dong, yang.” Heny gerundel karena Hendrik memilih duduk berdekatakan dengan si penyelamat Beryl daripada dengannya. Sebenarnya siapa pacar Heny. Dirinya atau si ganteng Beryl?! Untuk masalah yang berkaitan pada Prof.Warsono Hendrik akan melupakan Heny, sejenak. Mahasiswa lainnya juga seperti itu. Prof.Warsono adalah nomor satu dan lainnya nomor dua. Itu paten tak bisa diubah. “Kita jauhan dulu ya, yang. Tenang aja aku masih sayang sama kamu. I love you.” ujar Hendrik pada Heny sang pacar.  Memangnya dia bisa melakukan apa lagi kalau tidak menyelamatkan harga dirinya dulu disaat begini. Heny bisa saja marah lalu mendiamkannya selama tujuh hari berakhir saling merindukan dan Hendrik hanya perlu membelikan tas incaran pacarnya itu dan semua bisa langsung beres. Mereka bisa langsung baikan secepat itu tinggal bagaimana usaha Hendrik saja.  Tapi kemarahan Prof.Warsono yang hanya berlangsung selama beberapa menit lebih menakutkan dari pada amukan ibunya. Prof.Warsono tidak mudah dibujuk seperti halnya Heny. Jika bisa dibujuk tentu saja Hendrik akan membelikan barang termahal sekalipun itu menguras dompetnya sendiri. Atau Prof.Warsono seperti kucing peliharaannya yang tinggal dikasih camilan dia akan luluh.  Tidak, Prof. Warsono tidak semudah itu.  Dia menyulitkan…sangat “Kalau ada kesempatan gue mau main ke rumah Prof.Warsono.” kata Firman disebelah Hendrik hingga membuat Azlio menoleh ke belakang.  “Ngapain ke rumahnya segala?” Azlio harus ikutan juga dong jika itu menyangkut misi penyelamatan kuliahnnya. Lagipula dia kaya kalau masalah sogokan bisa lebih mahal di atas teman-temannya.  “Ngasih sembako sama tas branded. Siapa tahu istrinya luluh dan mau ngebujuk Prof.Warsono buat nggak nakal lagi.” kata Firman mengutakan ide briliannya “Emang lo tahu muka istrinya?” tanya Azlio penasaran. Kalau tidak salah dirinya pernah mendengar dari beberapa mahasiswa yang hobi bergosip jika istri Prof.Warsono sudah tiada.  Hendrik menggeleng, “Belum. Tapi akan tahu. Lihat aja setelah ini.” “Istrinya udah meninggal,” kata Beryl yang mendengar pembicaraan teman-temannya Azlio menepuk bahu Beryl. Dia lupa kalau Beryl sedekat itu dengan dosen killer yang menjadi topik bahasan mereka, “Lo tau?” “Tau…” kata Beryl menjelaskan. Istri Prof.Warsono sudah meninggal dan dosen itu sendiri yang mengatakan pada Beryl.  Soal keluarga Isabella pun dosen itu dengan kepercayaan penuh menceritakannya pada dirinya. Padahal Beryl merasa bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa pula. Namun karena sudah diberikan kepercayaan penuh alhasil tidak mungkin juga Beryl tidak merahasiakannya. Tapi untuk mengatakan jika istri Prof.Warsono sudah meninggal itu bukan rahasia lagi. Sudah ada banyak mahasiswa yang tahu soal fakta itu.  “Yaaah, sayang sekali pemirsah misi belum dijalankan sudah gagal di awal.” ujar Firman lemas Seketika kelas menjadi sangat sunyi karena Prof.Warsono masuk kelas dan meminta semua mahasiswa mengumpulkan tugasnya di meja. Dia sudah duduk anteng. “Beryl, tolong hitung jumlah proposalnya…” Beryl segera bangkit kembali dari kursinya dan melakukan sesuai perintah Prof.Warsono “Jumlah semuanya tiga puluh dua Prof…” kata Beryl selesai menghitung total keseluruhannya “Kurang berapa?” Prof.Warsono mengambil bolpoint dari saku bajunya. Otomatis membuat beberapa mahasiswa menelan ludah karena takut akan masuk daftar merah “Satu.” jawab Beryl karena dirinya sangat tahu jumlah mahasiswa dalam satu kelas ini. Apalagi kelasnya sendiri. Ingatan Beryl juga cukup kuat. “Yang belum mengumpulkan, silahkan dikumpulkan. Atau yang belum print silahkan print dulu. Saya tidak akan memulai mengoreksi jika proposal itu tidak lengkap. Saya berikan waktu sepuluh menit.” Semua mahasiswa melirik kanan dan kiri. Seolah mencari keberadaan seseorang yang telat mengumpulkan tugas. “Aida, dimana?” Nisa baru menyadari keberadaan teman introvert nya itu karena sedari tadi dirinya juga mulas-mulas manjah sejak kedatangan Prof.Warsono “Hah, iya. Aida dimana?” Hendrik ikut celingukan Azlio menatap kearah Beryl. Memintanya untuk menghubungi Aida namun Beryl juga tidak seberani itu melakukannya. Hubungan pertemanan antara dia dan Aida yang terjadi baru-baru ini juga hanya diketahui beberapa temannya saja. Dan Beryl harus menjelaskan selama tiga puluh menit agar temannya tidak berpikiran macam-macam soal hubungan yang terjadi antara dirinya dan Aida. Cukup mengesalkan sekali Beryl menggigit bibir bawahnya ingin bermain ponsel. “Ber, ambil tempat sampah kecil di depan kelas!” perintah Prof.Warsono pada Beryl yang langsung disetujui Beryl keluar kelas dan segera mengetikkan sesuatu kepada Aida,  Aida: Lo dimana, Da? Anak-anak kelas nungguin elo. Aida: Tugas dari Prof.Warsono ditungguin Send Isi pesan Beryl terkenal kurang ajar. Dia seolah meminta Aida untuk segera datang karena gadis itu adalah penyelamat semua teman-temannya hari ini. Beryl kembali masuk kelas dengan membawa tempat sampah. Izin setelahnya untuk mencuci tangan. “Jadi siapa yang nggak ada di kelas ini?” tanya Prof.Warsono tanpa melunturkan senyumnya. Kalau dilihat sekilas memang dosen satu ini sangat ramah tapi hanya beberapa mahasiswa saja yang berani mengatakan itu. Karena jujur saja dia tidak seramah wajahnya. “Aida, Prof…” jawab Firman “Kemana dia?” tanya Prof.Warsono ingin tahu Tidak ada yang menjawab namun Beryl tiba-tiba masuk kelas dan mengatakan sesuatu. “Aida tidak masuk karena sakit, Prof. Dan tugas Aida sudah dikirimikan lewat go send. Sekarang sudah perjalanan kesini. Kemungkinan sebentar lagi sampai.” Kata Beryl yang otomatis membuat teman-teman sekelas bernafas lega. Setidaknya mereka tidak akan mengalami sesak nafas karena harus deg-degan berlama-lama di kelas Prof.Warsono. “Oh, ya sudah. Langsung saya mulai koreksi.” katanya sembari mengambil acak proposal  Semua mahasiswa diam dengan tatapan fokus pada proposal mereka. Berharap hari ini tidak mendapatkan kesialan. “Beryl…” Beryl terkejut tidak tahu jika proposal pertama yang dikoreksi adalah miliknya “Tolong latar belakang sedikit diperinci. Masih ada beberapa hal yang belum kamu tulis. Ada typo di paragraf empat baris ketiga.” Prof.Warsono berujar sembari fokus mecorat coret proposal Beryl “Iya Prof. Saya perbaiki lagi.”  Prof.Warsono tiba-tiba saja membuang salah satu proposal di tempat sampah. Dia tidak mengatakan itu milik siapa karena setelahnya kembali fokus ke proposal berikutnya. Hingga jam mengajar habis. Hanya tersisa sepuluh proposal saja yang lolos. Selebihnya masuk ke tong sampah. “Sepuluh proposal ini belum sepenuhnya benar.” kata Prof.Warsono sembari menyerahkan sepuluh proposal ke Beryl untuk dibagikan ke teman-temannya “Saya harap kalian jujur. Saya tahu sekali jika topik pilihan kalian sangat-sangat menarik. Tapi untuk memplagiat hasil tulisan orang lain itu bukan hak kalian. Kalian adalah mahasiswa yang kebetulan belajar tentang hukum. Tolong jangan malah menjadi pelaku pelanggar hukum juga.” “Coba kalian bayangkan jika kalian diposisi penulis dan tiba-tiba karya kalian dicomot atau diambil begitu saja tanpa mencantumkan nama kalian. Bagaimana perasaan kalian?!” “Sakit, Prof…”  “Sakit bukan?! Nyesek. Tidak terima. Bahkan akan ada yang menuntut sampai ke ranah hukum jika penulis itu tidak terima. Maka sebaiknya bijaklah dalam mengutip dengan cara menyertakan sumber dan memperhatikan tata cara pengutipan yang baik dan benar,” Seperti biasa Prof.Warsono akan banyak menasehati jika itu menyangkut tentang tata cara penulisan yang baik dan benar “Untuk Beryl dan Aida bisa dijadikan contoh. Saya lihat mereka berdua sangat minim kesalahan meskipun masih ada yang salah tetapi tidak sebanyak yang masuk ke tong sampah.” “Kalian bisa meminta tolong pada mereka berdua. Baiklah karena jam mengajar saya sudah habis dan setelah ini masih harus mengisi kelas sebelah. Kita akhiri kuliah kita hari ini. Selamat siang,” “Siang, Prof. Warsono. Terima kasih,” Semua yang ada di ruangan kelas bisa bernafas lega. Tentu saja hampir dua jam mereka semua tersiksa dengan aura mencekam. “Uhhh, gue bisa bernafas lega juga.” Azlio meringkuk sembari memperhatikan Beryl yang fokus pada ponselnya. Dia tengah mengirim pesan kepada Aida untuk mengatakan bahwa proposal miliknya lolos. Bahkan terbaik di kelas  Aida: Proposal lo lolos tahap pertama. Selamat Send “Lo chatting sama Aida?” Azlio mencuri-curi pandang kearah ponsel Beryl lalu melongok terang-terangan guna melihat keseluruhan Beryl menunjukkan isi pesan yang dia kirimkan ke Aida kepada Azlio, “Sekedar ngucapin selamat karena proposal dia lolos.” “Lo kan juga lolos,” Beryl menatap temannya yang cemberut, “Lo juga, kan, lolos.” Azlio membanting proposal miliknya, “Iya emang lolos. Tapi masak semua dicoret merah.” wajah Azlio memerah menahan amarah “Lo mau masuk tong sampah kayak punya Hendrik?” Beryl bingung dengan respon yang ditunjukkan oleh Azlio Azlio menggeleng cepat, “Meski harus revisi juga bakal gue jabanin kok. Tapi ini beneran susah nggak sih revisinya. Mana gue nggak ngerti soal apa yang gue tulis. Main comot aja lagi. Mesti begadang cuma buat nyari daftar pustaka nih. Mana kutipan segunung lagi.” Azlio mengeluh namun tidak diindahkan oleh Beryl dia lebih fokus pada ponsel lalu teralih pada Hendrik yang tiba-tiba saja sudah merengek seperti bocah minta mainan ke emaknya “Ber, bantuin gue, please. Gue mau kok bayar mahal asal lo mau ngerjain punya gue.” “Aelah, kalau cuma bayar juga gue mau.” kali ini Azlio tidak mau mengalah. Kalau Hendrik berhasil membujuk Beryl tentu saja dia akan ikut-ikutan melakukan penyogokan agar Beryl mau mengerjakan proposalnya juga. “Gue bakal bantuin tapi kalau suruh ngerjain semua gue nggak mau.” kata Beryl menjelaskan “Gue bayar tinggi, deh.” Hendrik masih membujuk dengan apapun yang dia bisa “Heh, paijo lo pikir Beryl semiskin itu apa?! Dia kaya dari lahir, bro. Dia nggak butuh uang elo.” Azlio jadi kesal begini padahal Hendrik tengah menawari Beryl bukan dirinya “Lo kok jadi yang sensi, sih?” “Gue bukan sensi tapi lo lihat sendiri dong. Kapan Beryl pernah nerima tawaran buat ngerjain tugas dari teman-temannya. Dia cuma sekedar bantuin tapi nggak yang ngerjain juga. Nggak sadar diri banget, sih?” ungkapan Azlio tentu saja langsung membuat Hendrik kicep. Dia tidak punya jawaban lagi karena memang Beryl tidak pernah melakukan itu selama ini. “Udah, ah. Yuk makan.” Heny menghentikan perdebatan diantara mereka. “Ayuk ayangcuhhh…” Heny merangkul lengan Hendrik dan membawa laki-laki itu pergi duluan “Bucin terosssss…” Azlio menyindir dua manusia itu “Iri terosssssssssss…” jawab Hendrik balik *** “Ber, lo mau makan apa?” “Samain aja, deh.” kata Beryl  “Oke. Mie ayam, ya.” ujar Heny yang biasa berperan sebagai pemesan makanan saat mereka semua berkumpul “Aku soto yang,” ujar Hendrik dengan nada kelewat manjah “Aku juga soto, yanggggg…”  Hendrik menendang kaki Azlio dengan semangat empat lima, “Lo kalau mau jadi buaya jangan sama punya orang dong,”  “Ya gimana orang kalau punya aura ganteng susah buat luntur. Dimana-mana auranya memikat insan perempuan.” “Lo boleh sombong kalau wajah lo udah persis kayak Beryl, cuk.” Hendrik kembali menyidir lewat kalimat mematikan Heny hanya menggeleng karena lelah juga melerai dua manusia yang akan selalu berdebat dimana pun mereka berada. “Eh, Ber bantuin gue ya ngerjain proposal?” pinta gadis dengan rambut cokelat yang digerai “Gue, gue juga, Ber.” Azlio menimpali Hendrik mengangkat satu tangannya namun segera ditepis oleh Azlio, “Lo nggak layak diajarin sama mas Beryl, ih.” “Lah, kenapa?” Hendrik tidak terima “Wajah lo udah mirip kek tukang malak. Belum juga Beryl ngajarin lo udah minta yang aneh-aneh pastinya.” Hendrik menimpuk kepala  Azlio dan mendapat umpatan dari pemuda itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN