Seorang laki-laki tengah duduk anteng disebuah mobil lamborghini. Dia menyuruh supirnya untuk keluar guna mengecek seseorang apakah sudah keluar dari kelas atau belum.
Lagipula kenapa dia tidak datang sendiri seperti biasanya juga dikarenakan rasa magernya hari ini melebihi apapun. Nando cukup lelah dengan pekerjaan dan penerbangan yang menuntutnya harus tetap dalam kondisi fit.
“Silahkan masuk, nona. Sudah ditunggu tuan muda di mobil.” ujar sopir Nando yang setahu Isabella bernama pak Man. Entah apa nama panjangnya karena Isabella tidak seperduli itu. Dia hanya datang di kehidupan Nando bukan mengulik bawahannya
“Oke. Thanks…” jawab Isabella
Pintu mobil terbuka, hal pertama yang Isabella lihat adalah wajah tampan Nando. Demi apapun kalau saja boleh jujur. Isabella sempat beberapa kali terpesona oleh pahatan wajah Nando─sempurna. Dengan memiliki ketampanan bak dewa wajar saja Nando sering kali membuat banyak perempuan menggila.
“Kenapa lihatin aku begitu, hmm?” katanya dengan melodi suara yang lembut. Isabella sampai terbengong beberapa saat.
Sadar, Bella. Dia musuhmu bukan cinta sejatimu…
Kalimat itu terus Isabella rapalkan dalam hati. Kalau sudah seperti ini Isabella jadi ketakutan salah langkah. Sungguh itu tidak lucu sama sekali. Setelah rencanannya tersusun matang masak dia akan jatuh ke lubang yang dibuatnya sendiri.
Tidak boleh! Kejadian seperti itu tidak boleh sampai terjadi!!!
Isabella tersenyum manis. Dalam interaksinya bersama teman-teman dia tidak akan mungkin memberikan senyum semanis ini. Isabella mungkin akan tersenyum tulus pada sahabat-sahabatnya di kelas. Tapi tidak bisa untuk melakukan itu pada Nando.
Dia tersenyum tapi dalam keadaan marah. Mungkin penggambaran lebih jelasnya adalah keterpaksaan selalu ada. Dan sebenarnya Isabella berharap Nando tidak melihat itu. Dari awal mereka berkencan hanya senyuman seperti ini yang selalu Isabella tunjukkan. Semoga saja tidak akan pernah ada kecurigaan.
Oh, apakah rencananya akan terbaca semudah itu?!
“Aku kangen…” Nando merengkuh pinggang kecil Isabella dan mencium kening, hidung, pipi, dan juga tidak lupa bibir merahnya.
“Kamu selalu cantik, sayang.” Nando menatap Isabella. Benar-benar terlihat jelas sorot memuja beserta kekaguman dari mata laki-laki dihadapannya ini.
“Aku selalu cantik dan kamu terlalu nggak perduli,” kata Isabella mencari topik bahasan agar Nando tidak menemukan sosot kebencian di matanya
Mobil sudah berjalan. Nando bahkan tidak malu sama sekali bermesraan di mobil. Padahal jelas saja sang supir akan melihat. Namun bagaimanapun Isabella menolak tetap saja sang supir akan patuh dan tunduk pada majikannya saja.
Benda kenyal terus menerpa punggung tangan Isabella. Nando menciumi tangan Isabella berkali-kali sampai dia tidak bisa berkutik. Bagaimana orang sebrengsek Nando sangat manis dalam memperlakukan wanita. Apakah hanya dirinya saja atau selama ini Nando sudah menyimpan orang lain di hatinya?!
Isabella harus mencari tahu soal bagaimana perasaan Nando secepatnya. Juga mulai dengan segera menyusun taktik agar Nando jatuh cinta kepadanya.
“Kamu pakai perawatan wajah yang aku rekomendasikan waktu itu?” Tangan laki-laki itu bahkan sudah berpindah ke puncak kepala Isabella.
Kalau begini caranya bagaimana perempuan-perempuan yang dekat Nando tidak akan melompat kegiarangan
Isabella menggeleng, “Belum, Do.”
Isabella tidak akan membeli produk skincare atas rekomendasi Nando. Harganya selangit, dirinya enggan mengeluarkan uang sebanyak itu. Kalau diperkirakan harga satu paket skincare yang pernah Nando berikan setara dengan bayaran tiga semester uang kuliahnya. Meski uang Isabella cukup untuk memanjakan diri tapi mana mungkin dia akan melakukan itu. Isabella butuh makan dan beragam kebutuhan lainnya.
“Kenapa?” Nando seperhatian ini dan bukan merupakan hal yang tidak wajar.
“Aku harus bayar uang kuliahku,” kata Isabella menjelaskan alasan kenapa tidak membeli skincare rekomendasi Nando
“Berapa kali aku bilang. Kalau ada apa-apa bilang. Setiap bulan aku bisa kasih uang ke kamu, kan? Kenapa sih selalu menolak?” ujar Nando kesal bercampur rasa penasaran
Memang selama ini Nando selalu menawarkan diri. Sayangnya tidak mungkin juga Isabella mau melakukan itu. Berlebihan sekali, kemungkinan Isabella akan menyetujui tawaran Nando saat dirinya sangat kepepet karena tidak menerima pemasukan dari pekerjaan di klub.
“Aku bakal setuju soal itu, kok. Tapi nanti dulu ya…”
“Mungkin nanti setelah lo mati.” Lanjutnya dalam hati
Nando mengeluarkan sebuah paper bag besar lalu menyodorkan kepada Isabella. “Buat kamu,”
Isabella menghela nafas, cukup hafal dengan kebiasaan Nando. “Kenapa harus beliin aku segala, sih. Ini mahal, Do.” Isabella mengecek isi di dalamnya. Paket skincare lengkap
“Aku suka perempuanku cantik.” Nando menjelaskan. Dia memang penggila perempuan cantik.
Isabella sudah mengetahui fakta itu sejak awal. Tentang bagaimana seorang Nando menyukai bentuk paras perempuan. Mungkin Nando ketegori pemuja perempuan namun dalam versi mewah. Karena di mata Nando perempuan yang cantik juga berpenampilan glamor adalah sebuah mahakarya luar biasa. Sungguh penggambaran gila
“Kamu mau aku pakai ini semua?” Isabella harus memastikan.
“Kenapa enggak?!” Nando tersenyum tampan. “Di dalamnya ada produk buat melembabkan dan menutrisi kulit wajah kamu. Kamu bisa pakai setiap hari. Nanti kalau sudah habis aku bakalan kirim lagi yang baru ke kamu, kok.”
Heh, apa dia sangat terobsesi dengan kecantikan?!
Isabella mengangguk patuh. Teringat soal mendiang Diana yang pernah bercerita di masa lalu bahwa Nando selalu memberikannya sepaket make up lengkap. Juga makanan beserta jajanan untuknya. Tapi itu dulu sebelum Diana melihat betapa brengseknya seorang Nando. Karena di masa lalu Isabella hanya melihat Nando si baik hati tanpa embel-embel pembunuh.
“Kamu mau makan apa?”
Isabella menggeleng, dia tidak nafsu sama sekali. Entah kemungkinan juga karena faktor stress tugas kuliah dan… Beryl. Loh, kenapa harus Beryl?!
“Oke, kita langsung ke apartemen aku ya. Aku mau istirahat.”
“Kamu habis dari mana?”
Nando memeluk Isabella, lagi. Menciuminya beberapa kali. “Nggak dari mana-mana. Kemarin temanku di Spanyol menikah dan aku harus kesana. Terus ada kerjaan juga di Malaysia terus sekarang balik lagi ke Indo buat ketemu sama kamu. Aku kangen bangettt.” Bisiknya sensual. Hal itu membuat tubuh Isabella meremang.
“Kamu nggak capek, Do?” pertanyaannya sesensitif ini. Isabella sejujurnya juga ketakutan akan respon yang diberikan oleh Nando
“Aku nggak secapek itu, sayang. Sama kamu seharian full kerja juga kuat kok. Besok kan hari minggu jadi kamu libur ke kampus dan aku bisa dapat service terbaik, kan?”
Sialan, memang Nando itu tidak pernah lepas dari kemesuman. Tampan, tukang halu, dan kurang ajar. Benar-benar paket komplit laki-laki buaya.
___________________________________
“Ber…” Anjani mendatangi Beryl yang tengah sibuk bersama teman-temannya untuk membahas projeck penelitian mereka minggu depan. Dan disepakati kemungkin mereka juga akan langsung mengambil data di lapangan agar bisa menyusun proposal penelitian.
“Ya?” Beryl melengos mendapati Anjani datang ke kampusnya. Meski Beryl dan teman-temannya tidak sedang di kelas. Tapi disebuah warung kopi terfavorit. Tentu saja banyak mahasiswa disana
Semua teman Beryl ikut menatap kearah Anjani hingga membuat perempuan itu memerah malu karena sadar akan menjadi pusat perhatian banyak orang.
“Eh sorry… gue ganggu ya?” katanya tidak enak hati
“Enggak,” jawab Azlio kesenengan karena seperti mendapat berkah di tengah kemumetan tugasnya yang sedari tadi membolak balik halaman proposal untuk dijadikan bahan rujukan
“Udah tahu ganggu. Kenapa masih nanya juga.” jawab Heny yang terdengar sensi
“Lo apaan sih, Hen.” Azlio mengomel lalu mempersilahkan Anjani untuk menduduki tempat duduk miliknya. Namun sepertinya Anjani tidak mau.
“Kenapa, An?”
“Bisa ngobrol sebentar aja setelah selesai sama pekerjaan elo?”
Beryl menimang-nimang dan mengangguk menyetujui. “Oke. Sebentar, ya.”
Setelah itu Beryl kembali fokus pada laptopnya dan membiarkan Anjani duduk di tempat sesukannya. Lagipula bukan hal bagus jika perempuan itu ikut duduk di sekitarnya. Dalam lingkaran mereka ada Aida. Bukan, Beryl menyukai Aida hanya saja dia tidak sejahat itu setelah mengenal bagaimana watak beserta karakter yang dimiliki temannya itu. Aida baik juga sangat ramah.
“Dia siapa, Ber?” Azlio mencoba mencari jawaban atas kekepoannya
“Anjani,” jawab Beryl dengan tangan sibuk pada keybord laptop. Dia hampir menyelesaikan pertanyaan yang akan mereka pakai untuk mengambil data. Meski ini termasuk tugas yang gampang bagi Beryl tapi jelas saja tidak boleh meremehkan juga agar tidak menjadi sombong.
“Doi baru?” Heny yang memang pada dasarnya adalah orang yang sombong di mata orang-orang dan terkesan ceplas ceplos dalam menyampaikan sesuatu tapi pada dasarnya dia baik. Mulai mencari tahu.
“Bukan. Teman aja dari kampus seberang.” jawab Beryl
“Eh… kok bisa kenal?” Heny masih dengan rasa ingin tahunya
“Kenapa nggak ngenalin dia ke gue?” Azlio menimpali juga berniat menawarkan diri.
Memang sudah menjadi ciri khas seorang Azlio namun tetap saja meski mengeluarkan banyak jurus rayuan maut tetap saja banyak perempuan menolak Azlio terang-terangan.
Bugh…
Heny menepuk bahu Azlio sangat keras, “Emang lo siapa sampai harus dikenalin segala, sih?”
Azlio mendesis kesal. Nggak Heny nggak Hendrik sama-sama punya aura menyeramkan. Benar-benar definisi pasangan yang sempurna. Gila
“Lo mending jauh-jauh deh dari gue, Hen. Lama-lama badan gue bisa rontok dekat sama elo,”
Heny memegang lengan Azlio, menatapnya tajam. “HEHHH, LAGIAN SIAPA YANG NYURUH LO DEKETAN SAMA GUE. LO NYA AJA YANG GABUTS NGGAK ADA KERJAAN. TERUS NYARI TEMPAT DUDUK DEKAT SAMA GUE.” Suara Heny sampai membuat banyak pasang mata menoleh kearahnya. Memang lumrah jika antara Azlio, Heny, dan Hendrik bersatu. Tidak akan pernah ada keakuran diantara mereka. Yang ada hanya amukan dan intonasi suara yang cenderung ngegas satu sama lai
“LO BISA NGGAK SIH KALAU NGOMONG PELANNNNNN…”
“BUKAN NGEGAS KAYAK BEGITU. NGAK MENCERMINKAN BANGET PEREMPUAN LEMAH LEMBUT.” Azlio mengusap bajunya yang tadi sempat dipegang oleh Heny. Takut-takut terkena noda
“Lo sendiri ngegas, anjrit…”
“Lo duluan yang mulai, bocil.”
“LO NGATAIN GUE BOCIL, HEHHH?”
“LO…” Azlio mendudukkan Heny kembali ke kursinya. Takut-takut mereka akan diusir dari warung karena sudah menciptakan kebisingan. Eh, bukan lagi kebisingan tapi lebih mengarah pada demo minta penurunan harga kangkung di depan rumah pak camat
“Lo bukan bocil. Tapi boci. Kenyal-kenyal enakkk…” jawab Azlio sembari menaik turunkan alisnya
Plakkk…
Heny menampar pipi Azlio hingga laki-laki itu mengaduh kesakitan. “Makanya nggak usah lihatin gue di tempat yang aneh-aneh deh. Zli. Emang haluan banget nih orang.”
“Rasanya gue kepengen hilang ingatan dan nggak kenal sama modelan cewek bar-bar kayak elo.”
“Emangnya lo tahu sebar-bar apa gue?”
Azlio meringis, “Tahu lah. Kemarin kan udah di rooms,”
Eh...
Gimana-gimana?!
Hendrik, Aida, Beryl, dan banyak telinga yang mendengar rasanya ingin tahu lebih dalam. Tentang apa yang terjadi diantara dua orang itu.
“KAMU HABIS NGAPAIN SAMA AZLIO DI KAMAR. YANGGGGGGGGG?!”
_______________________________________
Isabella membasuh wajahnya di wastafel kamar Nando. Sementara laki-laki itu lebih memilih menyibukkan diri dengan laptop. Alasannya Nando tidak mungkin meninggalkan acara meeting dengan klien nya. Meski terkesan kejam, Nando termasuk laki-laki yang gila kerja juga, sangat workaholic sekali.
Mata Isabella menelusi wajahnya. Memperhatikan wajahnya baik-baik. Bukan dia tidak paham akan keistimewaan yang dia miliki. Bukan juga dirinya merasa tidak bersyukur hanya saja kenapa dengan keistimewaan ini orang-orang sering malabelinya gampangan.
Bukankah selama ini Isabella tidak pernah meminta dilahirkan dengan kondisi sempurna seperti apa yang orang-orang katakan untuknya. Sebenarnya dalam benaknya juga ingin kehidupan nyaman, percintaan normal, dan tanpa label buruk dari orang-orang.
Mereka hanya tahu seperti apa cangkang Isabella. Mereka tidak pernah tahu betapa menyulitkan hidupnya selama ini.
Ya, dan hanya satu orang yang mungkin tahu namun tidak menyeluruh. Dia adalah Beryl si laki-laki kurang ajar itu.
Tiba-tiba Isabella merasakan tangan seseorang memeluknya dari belakang. Melilit punggung hingga perutnya. Mengusap sejenak perutnya tanpa rasa bersalah.
“I miss you,” bisiknya
Siapa lagi kalau bukan Nando. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri Isabella jadi melupakan soal Nando. Apakah dia sudah gila selalu membayangkan wajah Beryl ketika bersama laki-laki lain. Padahal dirinya ini lumayan anti dengan laki-laki itu.
“Kamu melamun, honey?”
Honey, Ndasmu…
Inginnya Isabella mengucapkan kata frontal itu. Tapi apalah daya yang keluar dari mulutnya adalah…
“Enggak, sayang. Kamu udah selesai meeting?”
Mau Nando meeting atau mati sekalipun Isabella rasanya enggan untuk perduli. Tapi mau bagaimana lagi. Mencoba bersabar sampai waktu itu datang merupakan jalan terbaik untuk saat ini.
“Udah…” tangan Nando mulai bergerilya namun Isabella lebih dulu menghentikan karena ada hal penting yang harus mereka bicarakan
Kening Nando berkerut. Bingung kenapa Isabella menahannya untuk melakukan itu.
“Apa?” tanyanya tanpa dosa
Isabella menghela nafas pasrah. Harus ekstra sabar menghadapi seorang Nando yang di otaknya hanya ada kemesuman saja ketika mereka bersama.
“Kenapa kamu ngevideoin ketika kita tidur bareng, Do?”
Nando diam sejenak. Lalu mengusap kepala Isabella dengan gerakan lembut. “Nggak ada yang salah dengan itu bukan?”
Nando, sialan. Memangnya dia pikir bahwa Isabella ini bintang porno sampai harus merasa baik-baik saja sementara tubuh polosnya menjadi tontonan orang secara cuma-cuma. Apa Nando sakit jiwa atau bagaimana?
“Aku bukan kupu-kupu malam, Do.” kata Isabella menjelaskan agar Nando paham. Dia hanya memperbolehkan Nando seorang untuk menikmati tubuhnya. Sementara orang lain hanya dia temani minum. Bahkan Kenand saja tidak sama sekali pernah melakukan itu.
“Aku tahu…” jawabnya sok cuek
Isabella menatap tajam Nando, “Lalu kenapa?”
Nando memegang bahu Isabella cukup kuat sampai dia merasakan kesakitan, “Do…” Isabella meringis. Apa Nando pikir dia hebat dengan melakukan ini?!
“Aku nggak mau kamu gampang berpaling dariku, Bella. Itu alasannya.”
Apa barusan kuping Isabella tidak salah dengar. Oh, ternyata Nando menggunakan video itu untuk menahan Isabella. Begitu dirinya lepas dari genggaman otomatis laki-laki gila ini akan menyebarkan video itu. Sungguh lucknut sekali kamu, Nando.
“Aku nggak akan berpaling darimu, Nando.”
Nando mengeluarkan smirknya, “Apa iya?”
Isabella mengangguk mengiyakan
“Kamu tidur dengan Kenand, Bella.”
“Hah?! Aku nggak pernah melakukan itu Nando.” Bantah Isabella membela harga dirinya. Lagipula apa yang dikatakannya adalah sebuah kejujuran
“Kamu bilang mencintaiku sementara dengannya kamu bercinta setiap hari?” tembak Nando marah
“Apa maksudmu, Nando?! Bahkan dia menyentuhku sedikit saja aku sudah mengamuk. Apa kamu tidak tahu pekerjaanku hanya menemani mereka minum?”
“Aku tahu. Tapi aku melihatmu sekarang sangat murahan?”
“Kamu sangat murah, Bella. Lebih murahan dari Diana.”
Plakkk
“Aku tidak sudi menemuimu lagi, Nando.”
“Aku membencimu…”