“Lo sudah gila, Isabella!” teriakan Beryl menyadarkan Isabella atas tindakannya. Matanya mencari keberadaan Nando. Bukankah tadi dia berada di kamar bersama Nando kenapa sekarang dia di klub bersama Beryl?!
Whattt? Beryl… bersamannya?! Apa ini mimpi?!
Dan di tangannya terdapat gunting... lalu kenapa laki-laki tukang halu ini berada di bawah kukungannya. Apa barusan Isabella tengah berhalu sejauh itu.
Isabella bangun dari atas tubuh Danis dengan segera. Untung mereka berada di dalam ruangan VIP sehingga tingkahnya hanya dilihat oleh Beryl dan Danis saja.
Isabella refleks membuang gunting ke lantai lalu menggeleng seperti kebingungan. Apa yang barusan dia lakukan. Apakah Isabella hampir mencelakai laki-laki yang mengaku bernama Danis ini??!
“Nindih di atas tubuh bukannya ngasih enak-enak malah mau mengambil nyawa orang. Lo tidak berhak untuk itu, Isabella.” Danis memakai jaketnya. Dia juga panik saat Isabella mengarahkan gunting kepadanya. Untung saja Beryl datang dan melihat kelakuan perempuan brutal ini
“Inikah alasan Prof.Warsono meminta bantuanku, Bella?! Ambisimu terlalu besar sampai matamu tidak bisa membedakan mana musuhmu atau bukan.” Beryl memarahi Isabella sementara yang dimarahi masih diam seperti kebingungan.
“Biar gue perjelas. Tadi lo sempat tertidur dan sulit dibangunkan. Gue meminta izin pada Nena untuk membawa lo pulang. Ketika gue kembali lo sudah hampir membunuh Danis.” Beryl hampir lepas kendali untuk lebih keras mengamuk Isabella tapi dia teringat pada Prof.Warsono. Lagipula Beryl harus sadar kalau Isabella adalah perempuan meski kelakuannya sangat urakan.
Beryl masih tidak menduga jika apa yang dikatakan Prof.Warsono soal ambisi Isabella memang sangat nyata. “Sadarkah Isabella kalau kelakuan lo kelewat gila. Lo merencanakan pembunuhan dan bukan pada musuhmu. Lo salah orang, Bella.” Beryl marah seperti orang kerasukan
“Diam, Sialan! Lo nggak akan pernah mengerti.” Isabella tidak suka Beryl menceramahinya.
Danis yang menjadi saksi perdebatan kedua orang itu dibuat takjub. Tidak pernah dia melihat pertunjukkan seseru ini. Biasanya pertengkaran di klub terjadi antara sesama lelaki atau paling banter sesama perempuan. Jarang dia lihat pertengkaran seperti yang terjadi antara Beryl dan Isabella.
Beryl menatap kearah Danis, “Lo hampir mati, Nis.” Kemudian menunjuk Isabella dengan dagunya untuk memperjelas siapa pelakunya
Danis tertawa hambar. Tindakan frontal Isabella memang membuatnya sedikit ngeri berhadapan dengannya. Tapi tidak dengan spesies perempuan lain. Danis masih mencintai makhluk berjenis kelamin perempuan lainnya. Tidak akan pernah terbesit untuk membencinya.
“Tenang Ber, gue bahkan akan masih tetap mencintai perempuan-perempuan kesayangan gue. Tak usah risau. Tapi mungkin gue juga tak akan berselera lagi dengan yang satu ini.” Danis mengatakan dengan santai. Lagipula Isabella milik Beryl mana mungkin Danis tega pada sahabatnya sendiri. Danis hanya akan tidur dengan sembarang perempuan yang memang diinginkannya tentu saja bukan milik orang
Perkataan Danis membuat Isabella melotot marah. “Gue lebih nggak berselera berdekatan dengan elo. Kalau perlu menjauhlah dari gue. Jaga jarak!”
Danis merasa tak percaya pada apa yang barusan dia dengar, “Lo baru saja menolak pesona pria tampan seantero negeri ini, Nona.”
“Gue juga tidak akan pernah menyesal menolak elo. Malahan gue bersyukur harus menolak elo sedari awal. Lo seperti kuman yang mesti dibasmi.” Danis misuh-misuh mendengar perkataan Isabella. Bagaimana bisa dua orang ini malah menjadi berdebat tak karuan
Ngomong-gomong soal Isabella. Beryl masih terus memikirkan tindakan Isabella tadi. Rasanya masih tidak percaya kalau Isabella benar-benar melakukan tindakan konyol dengan salah sasaran. Apa jadinya kalau saja Beryl telat menghentikan aksi Isabella, akankah pembunuhan itu tetap terjadi.
“Jika gue enggak lebih awal menghentikan. Apa lo bakal tetap melakukan pembunuhan terhadap Danis atau tidak?! Karena pasti hukuman yang dijatuhkan akan sangat berat. Danis juga tidak melakukan kesalahan apapun.” Kalimat pembuka begitu Beryl memutuskan untuk segera mengantar pulang Isabella. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Isabella
“Berhentilah mengoceh, cerewet.” Kepala Isabella rasanya ingin meledak. Ditambah kejadian tadi membuatnya cukup stres.
“Gue nggak bisa." Kata Beryl penuh penekanan. "Seharusnya gue tadi membiarkan elo melakukan pembunuhan kepada Danis. Dan orang-orang akan segera tahu seperti apa ambisi tidak waras lo.” Beryl meremehkan Isabella. Biarkan saja, toh perempuan ini memang layak untuk diperlakukan seperti itu.
“Lo sudah mulai pakai cara mengancam gue, ya?” Isabella mulai membaca niat terselubung Beryl.
Beryl tersenyum sini, “Menurut lo gimana?”
“Ya. Lo sedang berusaha mengancam gue seolah lo yang merasa paling benar disini. Padahal sebenarnya tidak lebih baik dari gue.” Isabella mulai mengutarakan unek-uneknya
“Danis bisa saja melaporkan elo atas tindakan pembunuhan jika lo masih terus bersikap tidak bersalah begini, Bella. Lo pikir dia bodoh dan akan gampang memaafkan elo begitu saja meski setelah lo lempar tubuh lo secara cuma-cuma kepadanya?”
Kalimat panjang Beryl menohok perasaan Isabella.
Begitu mobil Beryl berhenti tepat di depan rumah Isabella. Perempuan itu tidak langsung turun. Membuat Beryl jadi merasa bingung sendiri. Akankah Isabella akan mengamuknya seperti biasanya.
“Apa yang hendak lo lakuk..." ucapan Beryl terpotong kala Isabella menariknya hingga benda kenyal itu menempel dibibirnya. Beryl tersadar dan mendorong keras tangan Isabella yang bergelayut manja di lehernya.
“Lo sudah gila, BELLA.” Teriak Beryl marah
“Lo selalu bertingkah sesuka hati. Lo selalu mencium tanpa bertanya apakah gue mau atau tidak. Apakah memang sangat murahan seperti ini kelakuan lo sehingga gue harus repot-….”
PLAK...
Satu tamparan berhasil lolos mengenai pipi Beryl. Selalu saja berakhir sama. Rasanya Beryl hampir khatam merasakan panas diarea pipinya. Sehabis mendapat ciuman dari Isabella pipinya akan berakhir memerah karena tamparan.
“Jaga bicara lo, brengsek.” Isabella keluar dari mobil Beryl dan...
BLAM...
Pintu mobil dibanting tanpa persetujuannya. Dasar perempuan nakal. Beraninya dia membuat Beryl selalu kehabisan kesabaran. Kalau bukan karena ingat perintah Prof.Warsono sudah dipastikan Beryl tidak bisa tinggal diam.
Terlebih tindakan barusan secara tidak langsung adalah wujud pelecehan. Beryl tidak menikmatinya. Bahkan dia membenci kelakuan perempuan itu. Terlihat nakal dan murahan. Mungkin akibat pergaulan bebas serta tuntutan dari pekerjaan membuat Isabella sulit menahan diri. Siapapun bisa dengan mudah menidurinya. Ah, pikiran apalagi yang bersarang di otaknya. Hilang sudah kadar kewarasan Beryl kalau begini caranya.
Beryl meninggalkan rumah Isabella dengan emosi yang meletup-letup. Sebentar lagi matahari terbit dan Beryl belum sempat mendapat jatah istirahat. Haruskah dia akan tetap menggantikan Prof.Warsono mengajar kelas hari ini. Beryl hanya berharap tidak untuk sekali saja. Tubuhnya sudah sangat kelelahan. Pikirannya juga semrawut. Semua ini karena Isabella. Perempuan itu layak disalahkan atas kekacauan yang telah diperbuat.
___________________________
Isabella masuk ke dalam rumah dan rasanya ingin sekali mengamuk jika teringat perkataan Beryl. Dia mengatakan dirinya ini murahan, heh?! Jika orang tua itu sampai tahu kelakuan Beryl mungkin laki-laki sok itu akan segera mendapat ganjaran dengan dipecat tidak hormat.
Isabella menarik nafas dalam-dalam dan membuangnnya perlahan lewat mulut. Dia tetap harus optimis pada rencanannya. Tanpa perduli lagi dengan keberadaan Beryl. Meski dia seperti parasite tapi sangat menganggu. Beryl layak dengan sebutan itu memang.
“Fyuhhh… aku harus apa. Hidup terasa tidak tenang selama Nando masih bebas berkeliaran tanpa mendapat ganjaran atas kesalahan yang dia perbuat.” Isabella menggeleng cepat.
Dengan segera dia berjalan kearah tempat tidur dan merebahkan dirinya disana. Kantuk benar-benar sudah sangat menyiksa. Setidaknya meskipun sedikit melakukan hal gila terhadap Beryl dengan mencium laki-laki itu melalui sedikit paksaan Isabella berhasil mendapatkan bonus besar dari Nena. Setidaknya tidak sia-sia dengan tindakan yang sudah Isabella lakukan kepada Beryl. Membuahkan hasil. Cukup untuk misi berikutnya.
________________________________
Anjani: Ber, dimana?!
Anjani: Ber, lo marah sama gue?
Anjani: Kalau sudah free kabari ya, Ber
Anjani: Gue nunggu balasan elo
Anjani panggilan tak terjawab (10 kali memanggil)
Beryl menggulir layar ponselnya. Tidak tahu jika Anjani mengiriminya banyak pesan. Setelah acara penolakan itu Beryl memang berupaya sebisa mungkin menjauhi Anjani agar perasaannya tidak menguar semakin jauh. Tapi dia akan tetap menganggap Anjani teman seperti sebelum-sebelumnya. Ya, meski sakit setelah mengalami penolakan Beryl tidak berhak untuk memutus pertemanan diantara mereka.
Beryl mengetikkan sesuatu di ponselnya. Hari sudah berganti menjadi pagi. Kemungkinan Anjani juga belum terbangun.
Beryl: Sorry, Anjani. Kemarin sibuk banget sama tugas-tugas kuliah.
Beryl: Baru sempat pegang hp
Tidak berselang lama balasan dari Anjani muncul. Apa perempuan itu sudah bangun?! Beryl menoleh pada jam dinding di kamarnya yang mendakan masih pukul 04.00 WIB. Kemungkinan pesan dari Beryl membangunkan Anjani atau malah sengaja perempuan itu menunggunya?!
Anjani: Syukurlah, ku kira kau marah
Anjani: Agendakan ketemu kalau jam kuliahmu kosong
Anjani: Selamat istirahat.,
Dan Beryl tidak berselera lagi membalas karena matanya benar-benar sangat mengantuk. Baginya suatu keberuntungan jika sampai hari ini tidak ada panggilan mengajar dari Prof.Warsono. Dalam mimpi Beryl berharap hal itu. Semoga saja harapannya bisa menjadi kenyataan. Tubuh Beryl lelah, ingin istirahat.
________________________________
Azlio menatap bangku kosong di sampingnya. Biasanya seorang Beryl akan datang tepat waktu atau paling lambat sepuluh menit setelah kelas dimulai. Dan sekarang tumben-tumbenan sahabatnya itu tidak muncul bahkan setelah jam mengajar Prof.Warsono telah dimulai hampir dua puluh lima menit. Sungguh aneh tapi nyata.
Azlio mendesah pasrah kalau tahu Beryl tidak masuk kelas jelas saja dirinya akan ikutan membolos. Dipikir mengerjakan tugas dari Prof.Warsono tanpa bantuan Beryl itu mudah apa?! Jelas saja satu kelas akan kebingungan karena tidak ada google berjalan untuk sekedar dimintai tolong. Meski Azlio tidak lagi pantas dikatakan orang kesusahan yang membutuhkan pertolongan karena dia kategori mahasiswa keseringan ditolong akhirnya menyusahkan.
“Zlio…” Prof.Warsono menyadari sedari tadi Azlio terus melamun dan duduk tidak nyaman. Sesekali pemuda itu menatap layar ponsel dan misuh-misuh karena tidak kunjung mendapat balasan dari orang yang dia kirimi pesan. Azlio sangat menunggu pesan dari Beryl.
Karena mata Prof.Warsono masih jeli dan dia juga sangat khatam dengan gerak gerik mahasiswa seperti yang ditunjukkan Azlio. “Kenapa kamu merasa gundah gulana begitu, Zlio?”
Satu-satunya orang yang memanggil Azlio dengan sebutan Zlio hanya Prof.Warsono seorang. Azlio tidak tahu orang setua Prof.Warsono malah menggunakan panggilan seaneh itu yang mungkin malah membuat lidahnya kesleo karena rumit.
Azlio kicep dan nyengir tanpa dosa.
“Kamu malas mengikuti mata kuliah saya?”
Azlio mengangguk tapi sadar salah jawaban akhirnya dia menggeleng, mungkin setelah ini Azlio akan kena damprat. Paling tidak ditunjuk lalu diberikan tugas yang tingkat kerumitannya di atas rata-rata.
“Anak muda zaman sekarang kalau disuruh fokus sebentar saja susah sekali. Apa kalian tidak bersyukur sampai saat ini masih diberi kesempatan untuk belajar padahal orang diluar sana mati-matian ingin merasakan duduk seperti posisi kalian saat ini tapi belum dikasih kesempatan?!”
“Bersyukur, Prof.” jawab semua mahasiswa kompakan
“Apa iya bersyukur seperti ini?” Prof.Warsono menunjuk Azlio sebagai contoh walaupun masih banyak mahasiswa yang lebih kacau darinya
Azlio menelan salivanya susah payah. Meski muka pas-pasan dan kelakuan minus kalau diperjelas apalagi malah menjadi bahan perbincangan rasanya juga memalukan ternyata.
“Kamu menuggu chat kekasihmu, Nak?”
“Hah??!” Azlio kebingungan
“Kamu itu oh sedari tadi rutin mengecek ponsel apa sedang menuggu balasan chatting dari kekasihmu?” Prof.Warsono mengulang pertanyaannya
Azlio mengedipkan mata beberapa kali, “Tidak Prof. Saya hanya khawatir dengan Beryl. Kenapa dia tidak masuk kelas. Padahal biasanya Beryl adalah yang paling rajin dan jarang absen,”
“Menurutmu karena apa?”
Azlio berpikir sejenak, “Mungkin diare atau demam.” Tebaknya ngasal
Prof. Warsono menggeleng takjub pada kelakuan Azlio, “Dia malas masuk karena harus bertemu kamu, Nak.”
Hla kok? Batin Azlio berteriak tak terima. Memangnya Azlio pernah melakukan apa sampai Beryl malas berjumpa dengannya.
Pertama, Azlio hanya meminta tolong mengerjakan tugasnya. Kedua, Azlio meminta secara paksa untuk menyalin jawaban Beryl pada lembar jawabannya. Ketiga, Azlio kembali meminta tolong seperti poin pertama.
Oh, s**t. Betapa mengenaskannya dirimu Azlio tanpa keberadaan Beryl. Dia bukan pacarmu tapi kehadirannya lebih penting dibanding pacarmu sendiri. Karena tanpa Beryl semua tidak mungkin Azlio lewati sendirian. Azlio butuh Beryl sekarang. Rasanya Azlio ingin ngelesot di lantai saja karena menjadi bahan bullyan Prof.Warsono.
“Saya sangat tahu tugas-tugas kalian sebagian besar hasil menyalin dari jawaban Beryl. Meski begitu tolong lebih kreatif lagi dan jangan sama persis karena itu sangat memalukan. Apalah arti nilai bagus kalau hasil menjiplak jawaban teman sendiri.”
“Mungkin untuk Proposal penelitian bisa kalian perbaiki lagi sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Jangan menulis sesuatu yang belum jelas asal usulnya. Sertakan sumbernya ketika kalian mengutip dan mencomot hasil tulisan orang lain. Ingat plagiat adalah contoh p*****r intelektual. Menulis dengan baik dan benar.”
“Saya harap meskipun kalian belum mengambil mata kuliah skripsi di semester ini tetapi mulailah belajar dan mencari topik penelitian agar memudhakan kalian dalam menemukan masalah.”
“Jangan kebanyakan malas. Manfaatkan waktu yang ada untuk mampir dan berkunjung di perpustakaan. Paling tidak setor muka kepada pegawai perpus biar kalian juga tidak dianggap mahasiswa basi. Ingat satu semester tidak lama hanya enam bulan.”
“Baiklah. Minggu depan saya koreksi proposal kalian. Tolong dipersiapkan dengan baik. Saya masih berbaik hati untuk memberikan kalian revisi sehingga kemungkinan besar nilai kalian juga akan bagus. Selamat siang.” Prof.Warsono pamit dan segera keluar kelas untuk mengajar kelas yang lainnya
“Selamat siang Prof…” terdengar helaan lega dari seisi kelas
Naila memulai keluahannya “Gila, senam jantung gue.”
“Rasanya pengen e..ek kalau mata kuliah Prof.War.” Eza ikut menimbrung
“Sesak nafas sumpah.” Azlio merentangkan kedua tangannya. Untung dia masih diberi keselamatan menghadapi Prof.Warsono hari ini
“Satu semester berasa lama banget, deh.” Iin mengeluh dan meletakkan kepalanya di meja
“Skripsi ogah gue dapat pembimbing dia,” kata Eza lalu minum air mineral di botol Tupperware yang rutin dia bawa
“Lo kira bebas dari bimbingan dia bakal nggak tambah kena sial kalau semisal dapat penguji kayak dia. Mikir…” Andrea melewati mereka semua untuk segera ngacir ke kamar mandi karena kebelet
Semua yang ada di kelas hanya mendesah kecewa. Mulai merenungkan nasib masing-masing satu semester ke depan. Memang tidak hanya Profesor Warsono dosen yang terkenal killer tapi tetap saja dia salah satunya. Nasib