Isabella menunduk menatap bola kertas yang berada di depan pintu apartemennya. Biasanya dia akan acuh dan segera beranjak meninggalkan apapun yang tidak penting. Kali ini Isabella dengan asal mengambil gumpalan kertas dan membuka isinya. Satu buah kunci disimpan dalam buntalan serta tulisan yang membuat Isabella terkekeh kecil.
Ini kunci rumahku.
Rencanannya akan berjalan sempurna ketika Nando perlahan mulai memberikan perhatian lebih. Apapun itu Isabella paham kode dari Nando.
Isabella menatap arloji di tangan. Satu jam lagi kelas dimulai. Isabella harus segera berangkat atau dia akan telat. Ini kebiasaan buruk. Selama satu semester ini Isabella merasa sudah bolos tiga kali dan sisanya meminta Malika untuk mengabsenkan kehadirannya. Hari ini kebiasaan itu tidak bisa Isabella lakukan karena dosen mulai menaruh curiga padanya. Dan ya, dosen itu memilih langsung menghubungi Prof.Warsono lalu menanyakan dimana keberadaan Isabella selalu tidak pernah masuk kelas. Drama pun dimulai.
Kepala Isabella celingukan ke kanan dan kiri menanti kedatangan taxi online pesanannya. Meski dia diberikan banyak akses oleh Om Warsono tapi Isabella jarang menggunakannya. Itu akan dia pakai saat sedang benar-benar membutuhkan.
"Lama banget, sih." Matanya terus saja memperhatikan jalan raya kemudian beralih pada ponsel
Sebuah mobil keluaran terbaru melewatinya dan berhenti tidak jauh dari lokasi Isabella berdiri. Kemudian mobil itu mundur dan tepat berhenti dihadapannya.
"Mobil siapa?" Isabella tidak mengenali plat mobil. Begitupun taxi pesanannya bukan ini.
Si pemilik mobil keluar. Menampilkan senyum manis. "Kak, Isabella?"
Isabella hanya mengangguk. Apa dia mengenal orang ini? Apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Oh, apakah orang ini suka minum di tempat Nena?
"Saya Yogi."
Yogi siapa?! Isabella masih asing dengan nama itu.
"Kita satu kampus. Saya dari jurusan Ilmu Komunikasi."
Isabella tidak heran sih banyak mahasiswa di kampus dari berbagai jurusan mengenalnya. Hanya terkadang dia merasa aneh harus bersikap baik dan ramah pada mereka.
"Ada perlu apa ya?" Isabella memaksa tersenyum
"Bareng saya aja, Kak. Kebetuan saya berangkat sendirian." Huh frontal sekali orang ini dalam menunjukkan keinginannya.
Mata Isabella membulat, taxi online yang sudah dia tunggu sedari lima belas menit membatalkan pesanan. Kenapa sesial ini dirimu, Isabella.
"Gimana, Kak?" Sepertinya Yogi mengerti kalau Isabella dilanda dilema besar. "Saya bukan orang jahat kok. Kak, Bella pasti selamat sampai kampus dengan aman."
Isabella melirik Yogi. Penampilannya sih cukup fashionable. Wajahnya juga cukup mendukung. Dia yakin laki-laki dihadapannya cukup popular di jurusannya.
"Apa nggak ngrepotin?"
"Tidak." Katanya dengan tangan membukakan pintu mobil untuk Isabella
Isabella duduk dengan perasaan tidak nyaman. Tapi tidak boleh menunjukkan rasa panik di depan Yogi.
"Tenang, Kak. Kita nggak akan telat kok."
"Kamu kenal saya dari mana?" Akhirnya pertanyaan Isabella terlontar juga.
Yogi menatap lurus jalanan lalu menatap Isabella dan tersenyum kecil, "Dari i********:. Hehee."
"Kak, Isabella cantik banget soalnya." Yogi tulus mengatakan pujian. Memang pada kenyataannya banyak teman-teman di kampus mengatakan soal kecantikan Isabella meski hanya beberapa orang yang tahu pekerjaan Isabella.
"Makasih."
Yogi berdehem kecil, "Kak Bella, boleh minta nomor w******p nya nggak?"
Selalu saja sama. "Buat apa?"
"Buat jaga-jaga saja siapa tahu kak Bella butuh tumpangan pas mau ke kampus."
Hilih, modusnya ituloh gampang sekali Isabella tebak.
Setelah memberikan nomor ponsel miliknya Isabella keluar dari mobil dengan perasaan tenang. Dua puluh menit satu mobil dengan Yogi membuatnya merasa kurang nyaman. Terlalu banyak pujian yang dilontarkan membuatnya jijik sendiri. Apa sebegitu tertariknya dia sampai segala hal yang Isabella lakukan pun dia tahu. Rasanya seperti diikuti Stalker saja.
Eh, bicara soal stalker. Apa kabar dengan Beryl. Tumben orang itu sudah tidak mengekorinya beberapa hari ini. Apa mungkin dia menyerah menghentikan ambisi Isabella. Syukurlah kalau begitu. Isabella akan lancar melakukan pekerjaan dan rencanan
"Bell..."
"Bella..." Malika muncul dengan kantong kresek snack.
"Ngapain bawa banyak camilan?"
"Pengen aja." Katanya sembari mengajak Isabella segera masuk kelas
Isabella menoleh kesamping kiri saat tanpa sengaja menemukan bayangan hitam. Kaki Isabella berhenti. Benar, dia tidak salah lihat. Tadi bayangan hitam itu memang nampak sangat nyata.
"Kenapa, Bell?" Malika ikutan berhenti dan celingukan mencari sesuatu
Isabella menatap Malika, "Apakah tadi lo melihat sesuatu Mal?"
"Melihat apa, Bell?"
"Bayangan hitam."
Malika bergidik ngeri, "Ih, masih siang jangan nakut-nakutin dong, Bella."
"Nggak nakutin, kok. Yaudah kita ke kelas aja." Padahal sebenarnya niat Isabella bertanya juga karena dia penasaran. Siapa lagi yang memata-matainya. Apa si Beryl itu, lagi? Tadinya Isabella sudah merasa senang kalau saja Beryl sudah menyerah tapi kini justru dia menggunakan cara yang terlihat menyebalkan bagi Isabella. Tidak akan mempan juga
_______________________________
"Bell, lo sedang menjalin hubungan dengan anak jurusan Hukum?" Itu adalah sambutan paling heboh begitu Isabella berhasil masuk kelas, duduk di bangku pojokan.
"Anak Hukum, siapa?" Apakah dirinya terlihat tengah dekat laki-laki selain Nando. Sepertinya tidak
"Pacar Isabella itu Nando namanya." Malika menjawab pertanyaan teman-temannya.
"Benar pacarmu Nando bukan Beryl, Bell?" Jimmy muncul dan ikut ngemil snack milik Malika
"Penting banget ya bahas begituan?" Isabella menimpali. Sulit memang menyembunyikan sebuah hubungan kepada teman-teman
"Penting buat kelangsungan masa depan kita, Bella." Jimmy mengatakan seolah masa depannya hanya ada pada Isabella
Isaeblla kebingungan, "Gimana maksudnya?"
"Kalau Isabella sudah punya gandengan. Kita udah nggak ada objek halu buat dijadiin pacar." Sialan, memang si Jimmy ini.
__________________________________
Di sore yang terlihat sangat gelap.
Isabella masuk disalah satu mall besar di kota itu. Tujuannya pergi untuk sekedar mencari huburan di tengah kemumetan yang dia rasakan.
Pandangannya terfokus pada dua manusia bucin tengah mengantri minuman kopi yang sekarang sedang digandrungi banyak anak muda. Isabella menarik seulas senyuman. Tidak percaya manusia modelan seperti Beryl bisa menjalin hubungan dengan wanita. Isabella kira pekerjaan Beryl hanya belajar, mengerjakan tugas, lalu patuh menjalankan perintah Prof.Warsono. Lama kelamaan lebih mirip pembantu.
Mata mereka saling bertemu.
Beryl baru menyadari keberadaan Isabella dan fokusnya langsung buyar.
Dari penglihatan Isabella mata Beryl terus mengintainya. Seolah takut dia lepas lalu tidak bisa jadi santapan.
Isabella memilih mengacuhkan keberadaan Beryl. Sehabis membeli minuman dia ingin membeli beberapa make up. Kebetulan lipstick miliknya tinggal sedikit. Pasti tidak sampai seminggu akan habis.
"Selamat sore. Ingin mencari apa, Kak?" Penjaga toko menyapa Isabella segera setelahnya mempersilahkan Isabella untuk mencari barang yang dia cari.
Karena sudah sering datang ke tempat ini. Bahkan mungkin bisa dikatakan Isabella adalah pembeli setia maka dia juga sudah hafal betul letak semua barang yang dicarinya.
"Mbak, tolong Sui Black Rouge S 405 Cheery Red dan 404 Classic Red, satu-satu."
Penjaga mulai mengambilkan barang permintaan Isabella. "Ada yang mau ditambahkan lagi, Kak?"
"Heemmm... kayaknya udah, Mbak. Itu saja."
Isabella melakukan transaksi pembayaran dan terkejut mendapati Nando ada di belakangnya.
"Bella." Suaranya lembut. Cukup membuat Isabella terpaku beberapa saat.
"Kamu, ngapain disini, Do?"
"Aku nyusulin kamu, Bella." Isabella kebingungan dengan jawaban Nando. Bagaimana bisa laki-laki itu tahu beradaannya. Sementara mereka sedang tidak bertukar kabar.
"Mau makan?" tawaran yang cukup menarik
________________________________
Isabella hampir menghabiskan ramen dalam mangkok. Begitu pula Nando. Laki-laki itu sangat perhatian kepada Isabella. Membantu memilihkan menu makanan, mengelap keringat Isabella, meminjamkan jaket miliknya agar Isabella tidak kedinginan. Dan merekomendasikan beberapa produk make up yang terkenal sangat bagus bahkan berencana membelikan untuk Isabella.
Soal gaya high class yang dimiliki oleh Nando tidak menjadikan Isabella pesimis. Nando akan jatuh kepelukannya secepat mungkin.
Mata mereka kompak menatap keluar jendela kaca. Hujan sore itu cukup deras. Ngomong-ngomong pemilihan tempat duduk sangat strategis karena bisa melihat pemandangan seluruh kota dari dalam mall. Kalau saja Isabella tidak berjumpa Nando kemungkinan dia akan pulang dan pasti kehujanan.
"Terima kasih Nando."
Kepala Nando menoleh kearahanya. "Ketika sedang tidak bekerja kamu sangat berbeda, Bella."
Isabella menyapu seluruh pengunjung mall. "Apa aku harus jadi genit di tempat ini?"
"Jangan..."
"Malam ini tidur di apartemenku, okay?"
Isabella berdecak malas, "Seharusnya kau bilang itu dari awal. Aku akan mempersiapkan barang-barangku. Tugas kuliahku sedang menggunung, Nando. Aku harus mulai mengerjakannya satu persatu."
Nando mengangguk penuh pengertian. Tangannya terulur mengusap kepala Isabella. "Semua yang kamu butuhkan ada di tempatku, Bella. Apa aku terlihat tidak sepeduli itu dengan pendidikanmu?"
Andai saja Nando bukan pembunuh Diana sudah dipastikan Isabella akan langsung jatuh cinta. Sikapnya benar-benar lembut. Memang kombinasi mematikan wajah dan mulut manis. Sulit ditolak meski punya benteng kuat.
"Malam ini tidak usah pergi bekerja. Aku ingin bersamamu."
_______________________________
Disinilah Isabella sekarang. Terkurung di dalam sebuah kamar dengan keadaan yang terbilang kacau. Ritual itu terjadi lagi. Bahkan sebelum Isabella berhasil menyusun rencana baru. Tatapan matanya jatuh pada laki-laki yang tengah tertidur lelap. Bagaimana caranya ia bisa menyiksa Nando ketika setiap gerak geriknya selalu diawasi.
Tangan Isabella meraih ponsel yang tergeletak di meja. Paling tidak malam ini harus bisa menemukan celah tentang kelemahan Nando. Berkali-kali jemari Isabella mengetik password tapi tetap saja gagal. Sial, bagaimana caranya ia bisa tahu apa yang ada di dalam benda persegi panjang ini.
"Bella..." Nando mengerang kecil.
Buru-buru diletakkan ponsel tersebut pada tempat semula "Ada apa, Nando?"
"Jangan lupa isi tenagamu sebelum begadang Isabella. Karena tugas sialan itu juga kamu tidak fokus denganku." Kedua mata Nando tertutup tapi mulutnya terus mengoceh seperti ibu-ibu arisan
Isabella melirik sekilas. Sebaik apapun service yang ia berikan tentu itu akan tetap kurang bagi seorang Nando. Dia terlalu brutal untuk dijabarkan.
"Iya. Setelah ini aku akan makan, sayang." Isabella turun dari ranjang, mengenakan pakaian, dan berlanjut mengerjakan tugas kuliah yang belum sempat ia kerjakan. Kenapa juga kuliah seribet ini tidak seperti yang ditampilkan pada ftv sinetron.
________________________________
"Lo ketahuan membututinya, Ber. Sekarang dia menghilang entah kemana. Mungkin dibawa kabur sama selingkuhannya." Komentar Danis ketika malam ini Beryl kembali datang ke klub malam meskipun tidak yakin Isabella ada disini.
Benar dugaannya, perempuan nakal itu tidak datang bekerja. Beryl tadi sempat menanyakan pada atasan Isabella yang bernama Nena. Dan gilanya Beryl malah diberi tawaran memilih wanita lain guna menemaninya secara geratis. Sungguh gila
Danis mulai bersenang-senang dengan dua wanita sekaligus, di kanan kirinya. Disela keriuhan suara music Danis masih sempat-sempatnya peduli pada Beryl. Mendengar curahan Beryl dan dengan tampang serius memberikan saran meski itu tidak layak dipakai. Saran membangun pemberian Danis dengan cara menculik Isabella agar perempuan itu tidak kelayapan. Tidak guna memang mencurahkan kegundahan pada manusia modelan Danis. Meski begitu Beryl tetap betah menjalin pertemanan.
"Sudahlah, Ber. Berkali-kali ditolak apa lo tidak ingin menyerah. Tampang lo sekarang sungguh memprihatinkan."
Beryl mengelus dagunya, "Apakah memang begitu?"
Danis beringsut mendekati Beryl. Sementara Beryl menatap keheranan. "Gue punya rencana bagus."
"Rencana apa yang akan lo tawarkan selain penculikan, penyekapan, penyanderaan, Nis. Sungguh gue cukup keheranan bagaimana cara berpikir otak cerdas lo itu." Beryl tidak mau menuruti rencana gesrek buatan Danis
"Bukan itu."
"Lantas apa lagi?"
Danis menjetikkan jarinya. Membisikkan sesuatu di telinga Beryl. "Lo buat aja dia hamil."
"Lo gila, Nis. Pikiran lo selalu saja mengarah kesana." Ingin rasanya Beryl menjedotkan kepala Danis ke lantai sekarang juga. Tapi dia ingat Danis adalah temannya paling setia
"Itu bisa jadi solusi kalian tetap bersama dan akhirnya menikah. Lalu lahirlah keponakan terlucu sedunia." Berapa gelas Danis menenggak minuman malam ini. Kenapa otaknya bekerja teramat baik
Lagipula berhadapan dengan Isabella tidak serta merta berujung pada interaksi menyenangkan. Hubungan mereka lebih mirip tikus dan kucing. Saling menyerang selalu saling lawan dan ambisi jadi pemenang.
"Gue nggak suka Isabella sama sekali, Nis. Sama sekali tidak menaruh perasaan." Beryl beruapaya menjelaskan meski sepertinya itu mustahil. Danis kadung menempatkan pikiran bahwa Beryl dan Isabella adalah pasangan yang tengah bertengkar
"Lalu lo masih menyukai Anjanimu itu?! Apa kau sedang mendua, Ber?"
"Gue hanya menyukai Anjani...sedikit." Beryl tidak yakin pada jawabannya sendiri. Pikirannya sudah didominasi oleh Isabella tapi bukan berarti dia jatuh cinta bukan. Ini hanya karena tekanan menjaga perempuan urakan itu saja.
"Kenapa sedikit?! Kenapa tidak banyak?! Apa dia juga menolakmu sama seperti Isabella, Beryl?" Melelahkan punya teman sekepo Danis.
"Oh... tidak usah lo jawab karena gue sudah tahu jawabannya, Ber. Lo hanya masih malu mengakui bahwa dirimu teramat menggilai Isabella si cantik jelita."
"Hentikan ucapan konyol itu, Nis." Beryl murka dan Danis sangat suka melakukan itu. Tentu saja apa yang diucapkan Danis punya dasar kuat. Dia tidak mungkin asal memakai teori tanpa tahu duduk permasalahannya.
________________________________
Isabella tidak tahu dari mana keberanian itu datang. Tangannya sudah memegang gunting. Siap untuk melakukan penusukan pada Nando yang tengah terlelap di tempat tidur. Laki-laki itu tertidur nyenyak setelah percintaan alot mereka.
Matanya menelusuri wajah Nando yang terlelap damai. Setelah ini mereka tidak akan mungkin bisa berjumpa kembali. Kecuali jika Isabella juga menginginkan kematiannya.
"Lo berani menusuk saudara gue dengan tangan kotormu, Nando."
"Lo nggak layak disebut manusia."
"Sekarang gantian giliranmu, Nando. Maafin gue."
Isabella menusuk perut Nando berkali-kali dengan gunting di tangannya. Teriakan dan kesakitan dari Nando membuatnya semakin menggila. "Lo pantas buat ini!"