Beryl dan Isabella sama-sama membeku di tempat. Kejadian barusan belum pernah mereka alami sebelum ini. Ya Isabella mungkin pernah beberapa kali mencium Beryl─dengan paksaan tentunya. Kemudian berakhir dengan amukan Beryl yang merasa tengah melecehkannya. Lalu umpatakan kata-kata kasar dan tamparan sebagai penutup pertemuan mereka.
Namun anehnya kali ini Isabella mencium Beryl justru mendapat respon balik dari laki-laki itu. Apa itu artinya Beryl menyukai Isabella atau yang terburuk Beryl mulai suka dicium Isabella. Bahkan dia repot-repot untuk membalasnya pula?!
Isabella tidak berani menanyakan apapun. Karena dia sendiri juga merasa segugup itu. Debaran gila. Juga jantungya seolah tengah melakukan demo dan meledak sebentar lagi.
Lalu, Beryl juga tidak mengatakan sepatah kata apapun. Beryl hanya memperdalam ciuman merela lalu melepasnya seolah baru menyadari kecerobohannya.
Beryl berdehem, “Lo turun aja. Prof. Warsono udah nunggu di dalam.” ujarnya menatap lurus ke depan tanpa mau repo-repot menatap balik Isabella
Isabella sebenarnya beberapa kali melirik Beryl. Dia ingin setidaknya laki-laki itu mengatakan sesuatu yang tidak menjurus kearah pengusiran. Tapi nihil, Beryl tak mengatakan apapun selain menyuruhnya untuk segera turun.
“Gue udah biasa ciuman sama lawan jenis,” ujar Isabella tanpa dimengerti Beryl
Isabella segera turun dari mobil Beryl. Dia tidak tahu jika sebenarnya Beryl merasa dunia seperti runtuh. Entahlah bagaimana cara Beryl mendeskripsikan perasaannya. Karena setelah Isabella pergi dia juga masih asik bersama pikiran kosong itu.
Setelah otak dan hatinya sudah baik-baik saja Beryl kembali melajukan mobilnya.
____________________________________
“Ber, lo udah persis mayat hidup. Masak diam selama satu jam.” Danis terus mengomel dan ngedumel karena Beryl tidak mengatakan apapun saat tiba di apartemennya.
Malam ini Danis mengeluh sakit perut karena tadi siang mencoba masakan daging kambing buatan Madona─perempuannya. Sebenarnya bakat memasak Madona selalu Danis pertanyakan. Perempuan itu bahkan pernah hampir membuat dapur di rumah lama Danis kebakaran.
Untung saja Danis sigap dan bisa mengatasi itu dengan segera. Meski beberapa peralalatan di dapurnya harus hangus, juga sofa di pojokan terbakar dan terpaksa di ganti yang baru. Beruntungnya lagi Danis kaya. Jadi tidak masalah soal itu. Dari kejadian itu Danis langsung bisa menyimpulkan bahwa Madona tidak cocok di dapur. Tapi dia ahli di kasur.
“Perut gue kosong, Ber…” kata Danis mencoba mencari perhatian sahabatnya. Pasalnya tidak ada guna juga Beryl datang. Dia hanya duduk diam di sofa sembari diam menyaksikan tindakannya yang sudah lima kali bolak balik ke kamar mandi.
“Kalau lo datang cuma buat numpang melamun mending lo pulang aja deh, Ber. Nggak guna banget.” Danis kesal sendiri. Dia menenggelamkan kepala di bawah selimut. Dia ingin Beryl datang supaya tidak kesepian. Biasanya Danis akan meminta pertemuan rutin atau paling sering janjian di klub untuk menjemputnya. Mengingat seorang Beryl punya jadwal kampus padat alhasil Danis harus mencari-cari cara supaya Beryl mau menemuinya.
Dan kali ini Danis merindukan sahabatnya itu.
Danis membukan selimutnya. Muncullah kepala laki-laki itu dengan rambut berantakan, “Semenjak lo kenal si Bella…Bello itu lo jadi aneh tahu nggak.”
“Masak lo jarang apelin gue lagi. Juga sering ogah-ogahan datang ke klub buat bawa pulang gue pas teler. Apa sebegitu penting di Bella mu itu sampai kau melupakan sahabatmu ini?”
Danis menggaruk kepalanya sendiri. Beryl bukan ada masalah pendengaran kan sampai tidak merespon apapun yang dikatakan Danis, “Woy, lo kenapa, sih?” katanya mengamuk
“Lo bisa diem nggak, sih. Istirahat. Tidur nggak usah rewel kayak bocah, deh. Udah sering juga diracun sama Madona. Kenapa masih mau makan?”
Beryl tidak usah bertanya seperti kenapa Danis sakit. Lalu kenapa dan kenapa lainnya. Pasalnya laki-laki itu selalu tumbang saat memakan masakan perempuan yang katanya bernama Madona.
“Mana bisa gue nolak, cuk. Dia aja nangis kejer-kejer pas gue nolak makan.”
“Sumpah ya, gue cuma makannn…” Danis menghitung menggunakan jarinya. “Oh iya. Lima sendok aja deh. Rasanya sih udah mulai lumayan. Tapi kenapa efek sakit perutnya tambah kencang aja, sih.” Curhatnya mencari perhatian Beryl
Beryl memperhatikan keadaan Danis, “Lo kenal Madona dari mana?! Klub bukan?”
“Bukan.” Danis menerawang bagaimana awal mula pertemuannya dengan Madona.
“Gue dijodohin.”
Beryl tidak merespon tapi langsung terbahak menyadari jawaban Danis. Seorang Danis dijodohkan adalah sesuatu yang entah kenapa sangat menggelitik bagi Beryl.
“Lo terima?”
Danis tidak langsung menjawab. Dia ingat betul bahwa pada makan malam waktu itu dirinya menolak mentah-mentah perjodohan yang dilakukan mamanya. Lalu Madona mengamuknya karena beranggapan penolakan Danis merupakan salah satu bentuk merendahkan harga dirinya. Padahal sudah berkali-kali Danis katakan jika dia menolak bukan karena Madona kurang cantik atau kurang seksi tapi karena Danis belum mau terikat pernikahan. Itu mengerikan.
Lagipula Danis tidak suka memberikan harapan. Jika dia suka akan dikatakan suka. Jika tidak akan dikatakan sebaliknya.
“Gue menolak Madona dengan kalimat terhalus yang gue punya.” Jawab Danis
“Meskipun lo tolak dengan bahasa halus atau bahasa apapun yang namanya penolakan tetap sakit, kan?” kata Beryl mencoba menjadi pendengar dan penasehat paling bijak bagi Danis
Beryl melupakan fakta jika tadi sore Isabella menolaknya. Dan Beryl merasa baik-baik saja soal itu. Beda ketika Anjani menolaknya dan tiba-tiba datang ke kampus untuk mengajaknya berbicara.
“Lo marah sama gue, Ber?”
“Lo jauhin gue tanpa sebab?”
“Lo suka sama gue dan merasa tersakiti atas jawaban gue sewaktu itu?” tanya Anjani dengan tatapan bersalah. Beryl benci tatapan itu. Dia menyukai Anjani dan terlambat mengutarakannya. Bahkan Beryl sebenarnya belum mengatakan cinta sudah ditolak mentah-mentah oleh Anjani. Pesona dan kepopuleran yang dikatakan oleh teman-temannya di kampus ternyata adalah hoax.
Dan Beryl hanya bisa mengatakan dirinya baik-baik saja. Padahal dia broken heart lalu menyalahkan Isabella atas penolakan Anjani sewaktu itu. Benar-benar kekanak-kanakan sekali, ya.
Dan tiba-tiba saja bayangan ciumannya bersama Isabella muncul. Beryl harus segera mengeyahkan pikiran jorok itu. Dia mulai memikirkan tentang beberapa pasal yang dijatuhkan untuk pelaku atas kasus pencurian atau berapa lama orang akan dihukum ketika melakukan pembunuhan dengan sengaja.
“Lo habis darimana, Ber?” Danis menatap penampilan Beryl. Mungkin laki-laki sehabis dari kampus
“Kampus.” Jawab Beryl
Sebelum dia mengantar Isabella lalu berakhir pada ciuman panas Beryl memang dari kampus bersama Azlio. Lalu Beryl mendapat telepon dari Prof.Warsono yang mengatakan bahwa Isabella pergi dan dijemput dari kampus oleh Nando. Karena Beryl masih dalam tugasnya menjaga Isabella maka yang bisa dia lakukan adalah datang ke tempat laki-laki itu. Malahan ketika Beryl baru sampai di tempat. Isabella sudah berada di luar seperti tengah menunggu taksi untuk pulang.
“Lo yakin dari kampus?” Danis melontarkan pertanyaannya. Entahlah Danis merasa jika Beryl dari kampus seharusnya laki-laki itu tidak semurung sekarang bukan?
“Lo habis darimana?” kali ini malahan Danis bangun dari posisi rebahannya lalu duduk di tepi ranjang agar jaraknya lebih dekat dengan sang sobat
“Nganterin Isabella.” Beryl mengaku. Tidak kuat juga menyimpan rahasia dari Danis jika laki-laki itu menatapnya dengan tatapan serius seperti itu
“Shittt…”
“Udah gue duga lo pasti kenapa-kenapa kalau habis ketemu sama mak lampir yang satu itu.”
Beryl mendengus, “Siapa yang lo maksud mak lampir?”
Danis merebahkan dirinya kembali ke kasur. Menatap langit-langit kamarnya. “Ya Isabellamu itu. Siapa lagi kalau bukan dia yang bikin lo jadi pendiam kayak gini.”
“Eh, biasanya sih lo pendiam juga cuma kalau sekarang pasti ya alasannya Isabella lah. Pacaran enggak tiap ketemuan dicipok.”
Beryl terkejut lalu mendongak menatap Danis.
Danis terkekeh melihat reaksiBeryl. Dia menduga sudah terjadi sesuatu diantara sahabatnya dan Isabella.
“Enak kan service nya?” Danis menggodanya
“Hah?” Beryl terlihat bego di mata Danis
“Service Isabella. Dia mahir di kasur. Eh, tapi palingan juga mahiran Madona.” Danis mulai menerawang percintaan alotnya dengan Madona beberapa hari yang lalu
“Udah gila apa gue tidur sama Isabella. Kita nggak pernah ada apa-apa, cuk. Gue nggak pernah nyentuh dia.” Beryl berupaya menjelaskan mencoba meluruskan juga jalan pikiran Danis yang cenderung mengarahkan segala hal yang berbau serius kearah kemesuman.
“Yah, sayang sekali.” Danis mendesah kecewa tidak menemukan bahan untuk didiskusikan bersama Beryl.
“Terus kenapa lo bisa pacaran juga sama Madona?”
“Gue nggak terikat apa-apa.” Elak Danis
“Tapi….” Danis memikirkan jawaban paling tepat
Beryl dengan sabar menunggu Danis menemukan jawabannya. Lagipula ketimbang membahas Isabella lebih baik membahas kisah cinta Danis dan Madona bukan?! Karena antara dirinya dan Isabella tidak apa-apa. Juga tidak akan pernah terjadi apa-apa.
Beryl juga tidak berminat mengatakan soal penolakan cinta Isabella ketika dirinya mengutarakan perasaannya. Lalu ciuman itu. Tidak, pasti Danis akan selalu membahasnya jika sampai Beryl keceplosan mengatakan itu.
Sebenarnya jika saja Beryl sampai keceplosan itu juga bukan hal yang aneh. Danis itu punya pikiran maju. Pernah disatu momen Danis mengatakan tentang dia tidak akan mempermasalahkan semisal pacarnya bercinta dengan laki-laki lain dihadapannya. Karena jika itu terjadi Danis akan semakin kaya. Entah apa maksudnya. Mungkin sebelum mereka menjalin hubungan sudah ada perjanjian bagi yang melanggar akan dikenai denda. Ah, itu hanya pikiran Beryl saja. Jawaban sebenarnya hanya dimiliki oleh Danis.
“Tapi gue sempat bertemu Madona disebuah momen.”
“Pesta pernikahan rekan bisnis papa. Dan ya karena penyakit reumatik papa kambuh sedangkan dia bilang ini penting. Makanya gue disuruh datang buat nemenin mama.”
“Nggak taunya disana ketemu sama Madona. Pakai acara dia nggak bawa kendaraan pula. Alhasil gue terpaksa nganter pulang ke rumahnya sekalian menginap.”
“Katanya itu buat ucapan terima kasih udah mau nganterin pulang. Juga permintaan maaf uda memaki gue diacara perjodohan.”
Siapapun yang mendengar kalimat Danis mungkin akan mengaraknya keliling desa. Bisa-bisanya dia denga gamblang mengatakan─sekalian menginap. Memang Danis dan kemesumannya adalah sesuatu yang harus dianggap lumrah.
Persis Azlio
Bedanya Azlio tidak sefrontal itu dia mungkin bergonta ganti pasangan namun tidak melulu berakhir dengan tidur bersama. Eh, tapi Beryl melupakan satu fakta bahwa Danis tidur dengan banyak perempuan yang diinginkannya saja.
“Gue berhati baik bukan?” Danis melontarkan pertanyaannya
“Ya sangat mulia sekali tujuanmu,” jawab Beryl sembari menggeleng takjub
“Jadinya kalau tahu begitu gue menyesal pernah menolak Madona. Tapi ya nasi sudah berubah menjadi bubur. Penyesalan nggak ada gunanya. Sekarang gue jalanin aja sama dia tanpa ikatan.”
“Seminggu sekali gue bakalan ke rumah sakit. Kata dokter ini salah makan. Ya mau gimana lagi Madona nggak bisa ditolak. Dia godaan buat gue.” Keluhnya mengutarakan apa yang dirasakan
“Lo nggak ada niatan balik ke Lala atau Chintia?” tanya Beryl penasaran. Pasalnya dua perempuan itu selalu datang ke klub setiap hari guna mencari perhatian Danis. Tapi sepertinya Danis tidak tertarik. Katanya sekalipun di bumi hanya tersisa dua perempuan itu. Danis akan memilih menjomblo seumur hidup. Yah, semoga karma tidak menghampiri seorang Danis.
“Nggak minat gue. Mendingan Madona kemana-mana.”
“Lo tahu kan kayak gimana sikap duo kembar itu. Absurd banget tahu nggak?”
“Tahu kok. Tapi mereka rela setiap hari ke klub cuma biar lihat muka teler atau bonyok lo doang, Nis.”
Beryl salut akan perjuangan dua perempuan itu. Meski Beryl juga paham betul bagaimana risihnya dikejar-kejar orang saat kita tidak menyukai mereka. Dia sudah mengalami itu sejak SMA dan untungnya ketika dirinya berkuliah teman-teman di kampusnya tidak sebrutal itu.
“Gue ogah ketemu mereka. Rasanya bisa gila lama-lama. Mana dulu gue sempat didatangin orang tua si Lala gara-gara gue dituduh nidurin anaknya itu,”
“Emang iya?” kali ini Beryl tidak bisa untuk tidak tertawa. Cerita cinta Danis memang selalu membuatnya tertawa atau gedeg secara bersamaan.
“Lo bayangin deh. Dekat dia aja gue takut mana bisa tidur bareng.”
“Bokapnya datang bawa golok. Tiba-tiba nyelonong masuk ke rumah mama gue. Mana gue lagi mencoba merem bentar gara-gara kecapekan pulang pergi Rumah sakit ngurusin bini kakak gue yang lahiran. Ribet amat hidup gue waktu itu.”
“Makanya satu orang aja kenapa, sih. Lo nggak capek apa jalan-jalan ke banyak perempuan gitu?” tanya Beryl keheranan
“Lo coba rasain deh, Ber. Jadi playboy sekali-kali enak loh. Wajah lo juga sangat mendukung. Kalau lo datang ke klub siapa sih cewek yang nggak nanyain soal elo. Sampai gue pernah bohong lo udah nikah aja mereka tetap naksir. Emangnya bibit pelakor sekarang tumbuh dimana-mana.”
“Dulu gue bisa kencan sehari sama dua cewek kok. Pagi ke mall. Sore sampe malem apel ke kosan. Zaman-zaman gue masih kuliah tuh. Tapi sekarang nggak bisa. Gue harus mencari cuan sebanyak mungkin biar cewek-cewek nempelin gue mulu tanpa perlu repot-repot gue nyari.”
***
Isabella masuk ke rumah Prof.Warsono dengan keadaan diam. Dia juga tidak marah saat laki-laki tua yang biasanya dia kasari itu menyuruhnya untuk mencuci tangan lalu segera makan. Perlakuannya persis seperti dulu Isabella masih tinggal di rumah ini.
“Ayamnya nambah, non?” tanya bibi dan diangguki oleh Isabella
Sementara diseberang meja Prof.Warsono juga makan dengan khidmat. Isabella melihatnya sangat bahagia hanya dengan makan bersama. Padahal juga Isabella hanya menganggapnya biasa saja. Pikirannya masih didominasi Beryl─sepenuhnya
Tidak ingin membantah banyak hal. Juga Isabella langsung masuk ke kamar miliknya di rumah Prof.Warsono begitu selesai makan.
Isabella menatap penampilannya di cermin begitu hendak mandi.
“Kenapa kita berciuman seolah nggak terjadi apa-apa. Sementara interaksi kita lebih mirip musuh bebuyutan.”