Di dalam mobil yang dilakukan Beryl dan Aida hanya terdiam. Bingung akan memulai percakapan dari mana. Yang jelas Beryl merasa bersyukur setidaknya Aida tidak menganggapnya musuh setelah pertengkaran mereka beberapa waktu lalu.
“Alamat rumah lo dimana?” ujar Beryl dengan mata terfokus pada jalanan. Sesekali menghadap Aida untuk menatap gadis itu. Berbasa basi karena tidak mungkin juga kebisuan akan selalu ada disetiap perjuampaan mereka
“Apartemen,” jawab Aida kemudian menunjukkan sesuatu di ponselnya.
Beryl mengangguk begitu membaca alamat menuju jalan pulang tempat Aida. Karena sebelum ini setahu Beryl Aida tinggal dengan kakak perempuannya. Dan itu searah dengan jalan menuju apartemen Beryl. “Searah kok sama gue,”
Aida menggigit bibir bawahnya, “Thanks,”
Beryl tersenyum kecil, tahu betul jika orang yang tengah duduk di sampingnya menahan mati-matian untuk tidak gugup. Sayangnya Beryl lebih dahulu berhasil membaca nada jawaban Aida, “Nggak usah sungkan kalau mau nebeng.”
“Sungkan lah.” Aida menjawab
Beryl mengernyitkan kening, “Kenapa harus gitu?! Teman-teman kelas juga biasa kok bareng sama gue kalau misal nggak bawa mobil.”
Aida mendesah lelah, “Itu mereka bukan gue. Lagipula lo nggak takut bakal dimarahin sama Isabella?”
Untuk kesekian kalinya bolehkan Beryl merasa kesal. Karena sikap spontannya memeluk Isabella rumor soal kedekatan dirinyan dan Isabella semakin menjadi bahan gosip panas di kampus. Beryl lama kelamaan merasa jenuh.
Dirinya ini punya tujuan membantu loh kenapa malah terjebak dalam ghibahan orang-orang sekitar.
Memangnya apa orang-orang tidak punya kerjaan lain selain bergosip ria mengisi kebosanan. Padahal banyak juga kegiatan berfaedah lainnya selain ngomongin orang.
“Gue nggak mau jawab soal itu, Da. Sampai mulut gue berbusa juga nggak bakal ada yang mau percaya sama omongan gue.”
“Apa iya?” Tanya Aida
“Hah!” Beryl kebingungan pada respon Aida. Sepercikan detik kemudian dia baru mengangguk, “Ya. Banyak orang… eh khususnya teman-teman kita sih yang nggak bakal percaya sama gue.”
“Gue percaya.”
“Gimana-gimana…?” Entah kenapa Beryl jadi tertarik begini berinteraksi dengan Aida. Padahal gadis itu terkenal pendiam tapi cukup asyik juga ketika diajak ngobrol dan nyambung.
“Gue percaya sama omongan lo, Beryl.’
“Kok bisa?” Beryl melirik Aida dari kursi duduknya
“Ya…. bisa.” Jawab Aida sedikit meragu
Beryl melajukan mobilnya sampai akhirnya berhenti karena Aida ingin membeli sesuatu di pinggir jalan.
“Beli apaan?” Pasalnya Beryl juga tidak pernah membeli jajanan dipinggir jalan ketika malam hari. Bukan Beryl menganggap jajanan pinggir jalan murahan hanya saja dia terlalu sibuk berangkat kuliah pagi dan pulang malam hari. Tentu saja badannya kecapekan malah sekarang pekerjaannya menjadi lebih ruwet akibat diberikan kepercayaan mengurus Isabella. Ketika Beryl ingin makan sesuatu dia hanya mengandalkan jasa delivery.
“Sebentar, ya, Ber. Nggak lama kok.” Beryl berhooh saja. Toh matanya menemukan Aida tengah membeli sebuah minuman. Entah apa itu.
Danis Regan: Send a picture
Beryl membuang nafas kelas. Baru saja dia berharap malam ini bisa istirahat dan tidur lebih awal tapi pada kenyataannya semua hanya ada dalam bayangan saja. Beryl tidak bisa tidur nyenyak kalau begini ceritanya. Lagi-lagi perempuan itu berulah, sebenarnya apa maunya sih. Sungguh merepotkan hidup Beryl.
“Ber, sorry lama ya. Nih, buat elo.”
“Apa nih?” Beryl menerima gelas minuman dengan bau bercampuran Alpukat dan s**u, “Jus?”
“Alpukat kocok,” Aida menjelaskan. Oh Beryl mengangguk saja, dia tahu minuman ini tapi belum pernah meminumnya. Adiknya sering membeli tapi Beryl juga menolak setiap kali ditawari.
“Kenapa buat gue?”
“Nggak papa, ambil aja. Anggap aja sebagai ucapan terima kasih gue karena lo udah mau nganterin gue pulang,” Aida mendorong gelas di tangan Beryl karena laki-laki dihadapannya malah mengembalikan lagi kepadanya, “Dan gue nggak nerima penolakan.”
Beryl kicep dia kebingungan akhirnya terpaksa menerima, “Makasih, Da. Lain kali gue yang bakal traktir elo deh,”
Aida terkekeh, “Nggak usah sungkan. Dan bakal gue tunggu tawaran lo barusan.” Sementara Beryl tertawa menanggapi
***
“Apa?”
“Kenapa lo datang lagi sih, Ber?”
“Lo gabut ya nggak ada kerjaan sampai harus ngikutin gue terus?”
Isabella kembali mengamuk Beryl karena laki-laki itu tiba-tiba saja sudah nongol di klub malam dengan tampang tidak punya dosa. Padahal Isabella baru saja berhasil menggait satu pelanggan dan harus merelakan sumber uangnya menghilang sementara sekarang Isabella butuh suntikan nominal untuk membuatnya tetap bisa bergaya.
Sial, sial, sial
“Lo nggak capek?” Tanya Beryl sembari memegang minuman pemberian Aida
Setelah mengantar Aida pulang ke apartemennya Beryl langsung menuju klub malam guna menemui Isabella. Benar saja gambar yang dikirimkan oleh Danis menunjukkan Isabella tengah bersandar di bahu laki-laki tua yang bahkan mungkin sudah punya sepuluh cucu.
“Gue disini karena butuh duit. Apalagi kalau bukan soal itu?”
“Prof.Warsono udah ngasih banyak, kan?” Bukankah seharusnya dosennya itu memberi uang lebih selain untuk kebutuhan kuliah. Beryl tidak yakin juga karena Isabella termasuk dalam kategori mahasiswi suka berhura hura. Hobinya kuliah, klub, kuliah, mall. Sungguh Beryl tidak bisa membayangkan berapa nominal yang harus Isabella keluarkan demi menunjang penampilannya agar tetap terlihat sempurna.
“Gue nggak pernah pakai duit dia.” Isabella menjelaskan
“Kenapa?” Beryl masih saja kepo
“Apa harus gue jawab soal yang satu ini?” Beryl mendudukan dirinya di sofa panjang kemudian menyodorkan minumannya pada Isabella membuat perempuan itu mengernyit kebingungan. “Buat lo. Minum.”
“Ogah.” Isabella menolak minuman pemberian Beryl dia hendak bangkit namun tangannya lebih dulu ditarik Beryl hingga perempuan mengomel terpaksa duduk
“Apa lagi, sih,” ujarnya terdengar malas
“Malam ini libur dulu kenapa, sih.” Kata Beryl dengan suara sangat lemas. Jujur dia kecapekan dan butuh istirahat untuk sekarang tapi karena harus menjaga Isabella jadilah Beryl terpaksa harus datang ke klub meskipun tubuh sedang drop.
“Lo bisa berhenti kan, Ber?”
Beryl menutup matanya. Sungguh kepalanya pening tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali memejamkan mata dan berharap penglihatannya tidak semakin buram.
“Lo buat semuannya jadi rumit tahu nggak?”
“Aneh nggak sih. Kalau lo terlalu penurut banget sama Om Warsono. Lo cuma dianggapnya sebagai asisten malahan lo bersikap sama kayak babu.”
“Saran gue coba lo urusin aja kegiatan dia yang lebih punya makna. Misal seminar, ngajar, penelitian, dan berbagai macam hal selain mata-matain gue.”
“Lo nggak malu. Gosip soal kita di kampus udah merebak loh. Lo nggak takut cewek yang udah lo incer pergi gara-gara gosip sialan itu?”
“Coba lo pikir…” Isabella menghentikan aksi mengocehnya lalu menatap Beryl yang menutup mata. “Gue lagi ngomong loh ini, sialan. Dengerin kek.”
Tidak ada respon sampa Isabella mengira Beryl pingsan. Tangannya tidak sengaja bersentuhan dengan tangan Beryl. Panas
“Udah sakit masih juga banyak gaya sih.” Isabella membuang nafas kasar. Bingung juga harus memperlakukan Beryl gimana. Mau menyuruh orang untuk mengantarkan pulang tapi dia tidak tahu dimana alamat Beryl.
“Bella…” Suara seseorang memanggil Isabella hingga membuatnya menoleh. Itu adalah Shinta mahasiswa jurusan Akuntansi entah untuk apa dia berada di klub. Tidak berselang lama muncul Farrel kekasihnya dan mulai datang menghampirinya
“Lo apain Beryl?” Farrel cukup terkenal dikalangan mahasiswa kampus karena dia juga tergabung dalam sebuah band bersama Kenzo.
“Gila, lo bisa-bisanya dapatin Beryl.” Shinta menggeleng takjub. Siapa juga yang tidak kenal Beryl. Karena wajah tampannya sering muncul di i********: kampus tentang cogan-cogan kampus sehingga sering dikepon banyak orang.
“Lo yang gila. Gue sama sekali nggak tertarik sama nih orang.” Isabella menatap Beryl dengan cemas. Meski kesal dia ini masih punya perasaan loh
“Dah sana bawa ke kamar.”
“Kamar Ndasmu,” jawaban Isabella membuat psangan tersebut tertawa terbahak. Jelas saja mereka juga tahu mengenai gosip yang beredar soal hubungan antara Beryl dan Isabella. Memangnya siapa sih yang akan mau ketinggalan berita panas minggu ini.
Isabella dibantu oleh Farrel dan Shinta membawa Beryl masuk ke sebuah taksi. Akhirnya Isabella memutuskan membawa Beryl pulang ke rumahnya. Memangnya dia bisa melakukan apa selain ini. Ingin menghubungi Om Warsono juga rasanya tidak mungkin. Laki-laki tua itu pastinya akan terkejut dan menuduhnya melakukan perbuatan macam-macam pada mahasiswa kesayangannya.
“Thanks,”
“Jangan kasar-kasar, Bell. Beryl belum berpengalaman kayak gue,” Farrel bergurau sementara Shinta menimpuk pacarnya itu dengan tas
Isabella menghiraukan teman-temannya dan langsung masuk ke mobil, “Lo ngrepotin banget sih.” Mulutnya ngedumel sementara tangannya sibuk dengan sedotan dan minuman pemberian Beryl. Entah kenapa dia malah membawa minuman itu dan meneguknya perlahan. Rasa alpukat, lembut dan manis.
“Berhenti di apotek sebentar, pak.” Kata Isabella sembari memperhatikan jalanan yang ramai lampu-lampu kendaraan.
“Siap bu,”
Hari semakin larut malam dan Isabella merasa bahwa kehidupannya banyak dia gunakan untuk bekerja mencari uang. Isabella tahu dia banyak merepotkan Om Warsono maka yang bisa dia lakukan untuk lepas dari orang tua itu adalah hidup seperti ini. Hidup sebagai wanita malam.
“Euhhh…” Beryl melengos lalu berpindah posisi menghadap Isabella.
Isabella hanya memperhatikan tanpa bergerak. Sesekali mulutnya sibuk mengunyah alpukat dari sedotan. Lain kali Isabella harus membalas budi dan membelikan Beryl minuman yang sama.
Isabella turun di apotek untuk membeli obat demam, pil kontrasepsi, beserta alat tes kehamilan. Dia membutuhkan itu karena sudah hampir semingguan telat datang bulan. Semua ini memang ulah Nando. Jika sampai Isabella pada akhirnya hamil tentu saja dia akan menggugurkannya. Tidak mungkin sudi memiliki anak dengan pembunuh Diana.
Isabella masuk ke dalam taksi dan menemukan Beryl masih tertidur damai. Benar-benar seperti bocah.
Isabella memilih mengabaikan Beryl dan memainkan ponselnya. Notifikasi di grub kelasnya sudah ramai. Ternyata salah satu teman kelasnya menikah. Setelah mengetikkan ucapan selamat Isabella menscroll layar ponselnya hingga menampilkan beberapa pesan masuk dari Nando dan kenand.
Nando: Dimana, sweety?
Nando: Weekend ini kita jalan oke?
Nando: I Miss u
Kenand: Gue sedang di klub
Kennad: Kata Nena lo pulang sama cowok
Kenand: Siapa? Jangan bilang sama si b******k Nando lagi?
Kenand: Kangen
Kenand: Sayangku..
“Euhhh…” Beryl melenguh dan tiba-tiba bersandar di bahu Isabella. Membuatnya cukup terkejut
Isabella segera menutup ponselnya tanpa berniat membalas pesan kepada dua orang itu. Kali ini mungkin Isabella akan sangat stress.
“Sudah sampai, bu…” Isabella benci panggilan bu dari sopir taksi yang selalu diberikan tiap kali dia naik kendaraan online itu.
“Bisa minta tolong bantuin bawa suami saya masuk ke rumah, pak?” Oh, apakah Isabella barusan mengatakan Beryl adalah suaminya. Padahal jelas saja mereka seperti pasangan muda yang baru saja berhura-hura. Mereka naik taksi dari depan klub malam. Rasanya Isabella tambah gila karena terus melakukan hal diluar pikirannya sendiri.
“Baik, bu.”
Untung saja sopir taksi tadi tidak menanyakan apapun kepada Isabella. Karena setelah membantu Isabella membawa Beryl masuk ke rumah. Dia langsung pamit dan tidak lupa juga Isabella menambahkan sedikit uang lebihan sebagai tanda terima kasih sudah mau direpotkan.
Sekarang yang membuat Isabella kebingungan adalah dia harus apa?! Maksudnya apa yang bisa Isabella lakukan pada Beryl.
Isabella membuang nafas perlahan. Mulai mondar mandir untuk mencari jawaban.
“Oke, Bella. Langkah pertama lo harus kompres dia.” Isabella segera berlalu untuk mengambil baskom dan handuk kecil. Kemudian menempelkan handuk yang sudah dibasahi dengan air dingin ke kening Beryl. Beberapa kali Isabella mengganti kompresnya sembari mencari tutorial merawat orang sakit di internet.
“Minum obat.” Isabella menuangkan air ke gelas dan kebingungan harus bagaimana untuk membangunkan Beryl. Pasalnya laki-laki ini seperti pingsan sekarang
“Ber…”
“Beryl…”
Isabella sedikit mengguncangkan tubuh Beryl, “Ber, bangun lo. Minum obat dulu. Jangan nyusahin, please.”
Beryl membuka matanya susah payah. Dia menurut saja atas perlakuan Isabella. Kepalanya benar-benar pusing. Jujur untuk bangun Beryl kesusahan. Beryl tidak bisa berpikiran jernih. Dia kembali tertidur.
Sedangkan Isabella bisa bernafas lega. Setidaknya Isabella sudah berhasil merawat Beryl dan membuat laki-laki itu mau minum obat. Untuk beberapa detik Isabella memperhatikan wajah Beryl. Sungguh dia tahu pastilah Beryl kurang istirahat, Melihat bagaimana sibuknya laki-laki ini. Bahkan tawaran dari Prof.Warsono untuk mengawasinya tetap saja diterima. Jadwal Beryl tidak mungkin tidak sepadat yang Isabella pikirkan. Tapi anehnya kenapa laki-laki ini masih saja merepotkan diri sendiri untuk hal yang menurutnya sangat amat kurang berguna.
“Lo pasti merusak jadwal tidur elo gara-gara gue, kan?” Isabella berbicara sendiri di hadapan Beryl
“Makanya fokus sama kuliah lo aja sih. Ngikutin gue malah bikin hidup lo nggak akan aman. Gue ini nggak seperti apa yang lo lihat, Beryl.”
“Tolong setelah ini lo menyerah saja, deh. Nggak ada gunanya, sumpah.” Meski tidak mungkin ada jawab dari Beryl tetap saja Isabella berbicara sendirian.
Isabella bangki dari duduknya. Kemudian dia berlalu menuju kamar mandi untuk melakukan ritual membersihkan diri. Tanpa sadar sedari tadi pembicaraannya didengar oleh seseorang.
Ya Beryl mendengar semua apa yang dikatakan Isabella. Meski samar-samar. Namun cukup jelas.
Drtt…Drttt…Drttt
Beryl menemukan ponsel Isabella berbunyi. Mungkin perempuan itu lupa karena ponslenya ditinggal begitu saja didekat Beryl.
Beryl melihat nama yang terterai di layar ponsel.
Nando is calling you
Beberapa saat panggilan itu mati dan digantikan dengan pesan masuk. Untung saja ponsel Isabella tidak dikunci karena melihat betapa cerobohnya perempuan itu. Sehingga membuat Beryl cukup mudah mengorek isi di dalamnya.
Nando: Heem, I like it.
Nando mengirmkan sebuah video yang membuat Beryl cukup tercengang.