Vartan meraup wajahnya kasar, jari-jarinya menekan pelipis seakan ingin memeras keluar segala beban yang menumpuk di kepalanya. Tiga wanita, Mery, Diana, dan Neva, masing-masing dengan tuntutan, harapan, dan cinta mereka, seolah berlomba memenuhi dadanya hingga sesak. “Hah… apa yang harus kulakukan sekarang?” desahnya lirih, tatapannya jatuh pada layar ponsel yang sudah ia matikan. Seharusnya ia segera menelepon Neva. Meminta maaf, menjelaskan, berusaha meredakan luka yang barusan ia timbulkan. Tapi entah kenapa, jari-jarinya tak mampu bergerak. Ada ketakutan di sana, takut Neva menolak mendengar, takut kata-katanya hanya menambah luka. Dan mungkin, di lubuk hatinya, ia pun takut menghadapi kenyataan bahwa hubungannya dengan Neva tidak akan pernah berjalan mulus selama perjodohan dengan