Terdengar suara dering ponsel. Neva mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya, di kasur, memeriksanya. Muncul nama Vartan pada layar. Hatinya terasa sesak membaca nama itu. Ia pun langsung mau balik ponsel di tempat, tak mau terima telepon ataupun membaca namanya. Namun telepon terus berdering nyaring, menusuk pendengaran hingga dia pun rasanya tak sanggup lagi. “Maaf, Vartan.” Detik berikutnya ia langsung mematikan ponsel, memutus suara dering itu. Neva memandangi layar ponsel yang kini gelap, jantungnya berdegup kacau. Tangan yang tadi menolak panggilan itu kini bergetar, seolah menyesali keputusannya. “Vartan…” lirihnya, nyaris tanpa suara. Nama itu pecah begitu saja dari bibirnya, diulanginya lagi, berkali-kali, seperti mantra yang menyesakkan da-da. Air matanya turun deras