Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela kamar Neva, menyentuh wajahnya yang masih terlihat lelah dan bengkak karena tangis semalam. Suara lembut burung di luar seolah tak berarti apa-apa baginya. Semua terasa hampa. Ia menatap langit-langit beberapa detik, sebelum akhirnya menghela napas berat dan meraih ponselnya di meja samping tempat tidur. Layar ponselnya berkedip pelan, menampilkan notifikasi pesan yang belum dibuka sejak malam sebelumnya. Ia menatap lama nama pengirimnya. Vartan. Jantungnya berdegup lebih cepat, tapi tangannya gemetar saat menyentuh layar. Dengan perasaan yang campur aduk antara rindu, amarah, dan kecewa, ia membuka pesan itu. [Neva… maaf. Aku benar-benar kehilangan kendali. Aku menyesal atas semua yang terjadi. Aku mencintaimu. Tolong jawab aku… aku cuma i