Vartan kemudian memeluk Neva erat, seolah takut perempuan itu akan menghilang dari pelukannya lagi. Entah berapa lama mereka saling mendekap, yang jelas tubuh mereka kini terasa hangat, menepis dingin malam yang sejak tadi menusuk kulit. Dalam pelukan itu, waktu seakan berhenti. Tak ada kata-kata, tak ada janji, hanya dua hati yang diam-diam saling memahami betapa dalam luka yang mereka simpan.
Neva memejamkan mata, membiarkan air matanya jatuh perlahan di bahu Vartan. Setiap tetesnya membawa beban yang tak sanggup ia ucapkan. Di da-da Vartan, ia menemukan ketenangan yang dulu membuatnya jatuh cinta, tapi juga rasa sakit karena tahu tempat ini bukan lagi miliknya seutuhnya.
Vartan mengusap lembut punggung Neva, menundukkan kepala, mencium helai rambutnya dengan penuh rindu. “Aku nggak ma
