Ana menatap tajam ke arah Melani, seolah berharap menemukan jawaban di wajahnya. Ia merapikan gaunnya dan meletakkan dua paper bag di meja. "Kamu tidak akan menipuku, kan, Melani?" suaranya terdengar mengancam. Melani menunduk, merasa tertekan. "Nyonya, saya benar-benar tidak tahu. Tuan Devan tidak memberitahu siapa pun tentang rencana perginya." Ana menghela napas panjang, mencoba meredam rasa frustrasinya. Ia sudah merencanakan kedatangan ini dengan harapan bisa bicara empat mata dengan Devan, tetapi semuanya malah tak sesuai harapannya. "Kalau begitu, buatkan aku kopi," katanya, sambil mengibas rambutnya yang panjang. "Aku akan menunggu di sini sampai mereka kembali." "Baik nyonya." Melani bergegas membuatkan kopi meninggalkan Ana yang bermain ponsel. Ana menatap layar ponselnya,