Mikhail segera memutar layar tablet di tangannya dan menghadapkannya pada Igor. “Aku baru saja mendapat laporan dari salah satu intel kita, ada pergerakan mencurigakan di sisi luar perbatasan wilayah kita, Igor,” jelasnya dengan wajah serius.
Igor menyambar tablet di tangan Mikhail, membaca semua laporan yang tertera di sana. “The Bratva?” tebaknya telak.
Mikhail menelan ludah, mengangguk.
“Apa lagi yang mereka inginkan, hah?!” Igor menggeram marah.
Sejak bertahun-tahun silam, The Onyx dan The Bratva selalu bersitegang. Tapi mereka tak pernah benar-benar berperang. Masing-masing menghormati wilayah dan otoritas setiap kelompok. Namun tidak kali ini, sepertinya Bratva merencanakan sesuatu.
“Masih belum bisa dipastikan apa yang mereka incar.” Igor menarik kembali tabletnya dan mengetuk-ngetukkan jarinya di sana sebelum kembali menghadapkannya pada Igor. “Tapi mereka jelas sedang menyiapkan kekuatan besar di luar perbatasan kita. Intel kita melaporkan bahwa pergerakan itu sudah terjadi selama tiga hari terakhir. Dan jumlah orang-orang yang masuk ke perbatasan semakin bertambah. Begitu juga dengan alat-alat berat.”
Igor mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Kita tidak bisa tinggal diam, Mikhail. Jangan tarik intel yang bertugas, terus berikan laporan terbaru langsung padaku. Dan persiapkan orang-orang kita untuk menghadapi serangan besar, semua senjata dan alat berat harus siap dipakai per malam ini.” Ia memberi perintah tegas, wajahnya serius dan tegang. “Dan satu lagi, lindungi semua gudang yang kita miliki.”
Mikhail mengangguk mantap. “Siap, Bos.”
Helaan nafas berat lolos dari bibir Igor. Ia mengusap wajah, jelas tak suka dengan apapun yang direncanakan rival mereka itu.
Igor beralih menatap Jennifer yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka. “Malam ini, kamu tidur denganku.”
“Apa?!” Jennifer membelalak. “Tidak bisa!”
“Kamu mau mati konyol di kamarmu?!” Igor berseru marah, tak suka dengan penolakan Jennifer. “Bagaimana kalau serangan itu terjadi malam ini?”
“Kenapa kamu tidak menempatkan orang-orang untuk melindungi kamarku dibanding aku tidur denganmu?” tantang Jennifer.
“Itu tidak efektif.” Igor menyergah cepat. Ia melangkah lebar mendekat Jennifer, menangkup dagunya, mendongakkan wajah Jennifer hingga tatapan mereka bertemu. “Kamu akan tidur denganku malam ini, kamu berada langsung di bawah perlindunganku, Jen. Kamu mengerti?” pungkasnya tegas, tak menyediakan sedikit pun ruang untuk Jennifer menolak.
Jennifer meringis saat merasakan sakit di dagunya akibat dari cengkraman tangan Igor. Sudut matanya menangkap isyarat kecil dari Mikhail yang berdiri di belakang Igor. Orang kepercayaan Igor itu mengangguk, memberi sinyal bahwa sebaiknya Jennifer menurut saja.
Mata Jennifer kembali menatap Igor. “Oke, oke. Tapi dengan satu syarat.”
“Kamu bahkan berani memberi syarat padaku?” Cengkraman tangan Igor mengerat.
“Tentu saja. Syaratku mudah, tidak ada yang akan kita lakukan selain tidur.” Jennifer berkata tegas.
Sebelah alis Igor terangkat, lantas tawa renyahnya meledak. “Apa kamu bilang? Jangan bercanda, Dok. Aku bahkan sudah pernah menikmati tubuhmu.”
Pipi Jennifer merona seketika. Ia kembali teringat permainan mereka malam itu. Dan Jennifer tak memungkiri. Igor benar-benar mampu memuaskannya.
Melihat rona di pipi Jennifer, Igor menyeringai semakin lebar. “Tidak ada syarat apapun malam ini, kamu akan tidur denganku, mengerti?”
Belum sempat Jennifer menjawab, Igor sudah melepaskan dagunya dan berbalik. Meninggalkan Jennifer yang pipinya masih bersemburat merah dan jantungnya berdegup kencang. Ia tak yakin apakah malam ini akan menjadi malam paling buruk atau justru paling menyenangkan baginya.
***
Jennifer berdiri di depan pintu kamar Igor gelisah. Ia sudah di sana sejak lima menit lalu, tapi sama sekali belum berani untuk mengetuknya.
“Ada apa?”
Jennifer terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang. Ia menoleh sambil memegangi dadanya yang berdebar tak karuan, mendapati Mikhail berdiri di sana masih dengan pakaian kerja.
“Astaga, kamu membuat jantungku hampir meledak,” keluh Jennifer sambil mencoba menenangkan diri.
Mikhail terkekeh pelan. “Kenapa belum masuk?”
“Entahlah.” Jennifer menghela nafas pendek. Pada Mikhail, ia bisa dengan mudah bersikap jujur.
“Takut? Khawatir? Atau… justru berdebar dan berharap?”
Jennifer mendelik galak. “Diam kau!”
Tawa renyah Mikhail lolos begitu saja dari bibirnya. “Aku beri tahu kamu satu hal, Dok.” Wajahnya berubah serius, meski masih ada sedikit seringai jahil di wajahnya. “Tidak ada yang pernah tidur dengan Igor di kamar ini sebelumnya. Kamu yang pertama. Itu artinya, kamu cukup spesial baginya, Dok.”
Jennifer tertegun sejenak. “Sama sekali belum ada yang pernah tidur dengannya di kamar pribadinya?”
Mikhail menggeleng. “Sama sekali. Kamu yang pertama, dan siapa tahu bisa menjadi yang terakhir juga?” Ia mengerling, meledek Jennifer yang kini terdiam.
Melihat tak ada tanggapan dari Jennifer, Mikhail menepuk pundak dokter cantik itu sambil berbisik pelan. “Sebaiknya kamu bersiap-siap, Dok. Igor bisa jadi lebih intens jika berada dalam wilayah teritorialnya.”
Jennifer menelan ludah susah payah. Ia mengerti maksud peringatan Mikhail. Namun entah kenapa, ia justru jadi penasaran.
Sepeninggal Mikhail, Jennifer maju selangkah dan mulai mengetuk pintu di depannya. “Igor, ini aku, Jennifer,” ucapnya hati-hati.
Pintu di depan Jennifer terbuka, menampilkan sosok Igor yang sudah mengenakan sebuah kimono tidur berbahan satin yang terbuka di bagian dadanya. “Masuk!” perintahnya dingin.
Jennifer tak bisa menahan matanya untuk tidak menikmati pemandangan d**a bidang Igor. Namun ia buru-buru memperbaiki ekspresi dan mengekor Igor yang masuk lebih dulu ke dalam kamar.
Kamar itu berukuran dua kali lebih besar dari kamar Jennifer. Mereka harus melewati sebuah ruangan mirip seperti ruang tamu mini untuk sampai ke kamar tidur Igor. Sebuah kasur berukuran king size langsung menyambut Jennifer begitu tiba di kamar tidur pribadi pimpinan The Onyx itu.
“Ganti bajumu dengan ini.” Igor menunjuk sebuah gaun tidur berbahan satin tipis yang tergeletak di atas tempat tidur.
“Hah? Kenapa harus? Aku sudah pakai piyama kok.” Jennifer menunjuk dirinya sendiri. Memang benar, ia sudah menggunakan piyama tidur yang nyaman.
“Aku tidak suka piyamamu.”
“Tapi kamu yang menyiapkan ini kan?”
“Aku tidak suka kamu memakai piyama panjang itu saat bersamaku. Aku mau kamu memakai sesuatu yang memudahkanku untuk mengakses tubuhmu.” Igor berkata terang-terangan.
Jennifer ternganga seketika. “Apa katamu?!”
“Berhenti bersikap menentang dan cepat ganti bajumu dengan itu. Sekarang!”
Rahang Jennifer mengetat, tatapannya berubah tajam. Ia ingin menolak, tapi ia tahu Igor bisa melakukan apa saja padanya saat ini. Maka tak ada pilihan selain menuruti perintahnya.
Jennifer mendengus kasar lalu menyambar gaun tidur itu. Ia berbalik dan masuk ke ruang ganti di sisi kanan kamar itu.
Tak lama kemudian, Jennifer sudah keluar dari ruangan itu mengenakan gaun tidur yang dipilihkan Igor. Gaun itu berbahan satin tipis, berwarna putih gading, senada dengan warna kulit Jennifer. Panjang gaun itu hanya sebatas lutut Jennifer, dengan dua tali spageti yang menggantung di pundaknya.
Tatapan Igor menggelap saat melihat Jennifer mengenakan gaun pilihannya. Seolah gaun itu dibuat khusus untuk Jennifer hingga membuatnya tampak sempurna.
Pria itu melangkah lebar mendekati Jennifer. Lengan kekarnya langsung melilit di sekitar pinggang sang wanita, menariknya mendekat hingga tubuh mereka saling menempel. Sementara tangan lainnya membelai pipi Jennifer lembut.
“You’re so beautiful, Sweetheart,” bisik Igor di telinga Jennifer. Nafas hangatnya membelai telinga Jennifer, membuat sang wanita meremang seketika.
Merasakan tubuh Jennifer bereaksi dengan tindakan dan kata-katanya, Igor menyeringai lebar. Jemarinya membelai rambut Jennifer lembut. “Ingat, tidak ada syarat apapun. Dan malam ini, aku pastikan kamu tidak bisa kabur seperti terakhir kali.”
Jennifer menelan ludah gugup. Tanpa sadar membawa tangannya ke atas, mencengkram pakaian Igor erat, seolah ia butuh pegangan karena lututnya terasa lemas.
Igor menunduk semakin dekat ke wajah Jennifer. Sebelum menyambar bibir Jennifer dalam sebuah ciuman dalam dan penuh gairah.