Bab 3. Tugas Untuk Jennifer

1306 Kata
“Mulai hari ini kamu akan tinggal di markas The Onyx.” Igor memberi ultimatum. Matanya sama sekali tak lepas dari wajah Jennifer. “Kalau aku menolak?” tanya Jennifer berani. “Coba saja.” Igor menjawab santai sambil mengeluarkan sebuah pistol dari balik jasnya dan menodongkannya ke kepala Jennifer. Moncong senjata itu menyentuh pelipis Jennifer, membuat jantungnya berdegup semakin kencang. Jennifer menelan ludah, gentar bukan main. Tapi ia tetap berhasil menjaga kontak mata dengan Igor. Ia tak mau terlihat lemah di depan bandit ini. “Kalau kamu punya nyali untuk menolak perintahku, pistol ini akan meledakkan kepalamu sebelum kamu sempat mengucapkan satu kata pun.” Igor mendesis penuh ancaman. Nafas Jennifer memburu, jantungnya berdetak semakin tak karuan. Ia melirik pistol yang menempel di kepalanya. Ia tak meragukan bahwa pistol ini benar-benar akan meledakkan kepalanya jika ia berani menolak perintah Igor. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Jennifer kemudian. Suaranya sedikit bergetar oleh rasa takut. Seringai tipis terbit di wajah Igor. Tapi bukannya menarik senjatanya, ia justru menarik pelatuk pistol itu. Membuat Jennifer menegang di tempat. “Jangan tembak aku dulu!” Jennifer berseru. “Aku sedang mencoba bernegosiasi. Kalau tugas yang kamu berikan untukku sesuai dengan kemampuanku, aku akan mempertimbangkan untuk tinggal di markasmu.” Igor terkekeh senang, terhibur dengan kepanikan yang tergambar jelas di wajah Jennifer. “Kamu tidak berada dalam posisi yang bisa bernegosiasi, Sayang,” ucapnya sinis. “Kamu akan menuruti perintahku atau mati. Tidak ada pilihan di luar itu.” “Tapi aku harus tahu dulu apa tugas yang akan kamu berikan padaku.” “Aku akan memberitahunya setelah kamu tiba di kamarmu.” “Kamarku?” Jennifer membelalak. “Kenapa? Terkejut karena aku sudah menyiapkan kamar untukmu?” Igor menyeringai semakin lebar, menunduk, menekan moncong senjata semakin kuat ke pelipis Jennifer. “Aku orang yang penuh perhitungan, Dok. Aku memprediksi semua kejadian dengan presisi. Kalau aku sudah menyiapkan kamar untukmu, itu artinya kamu akan menempati kamar itu. Suka atau tidak.” Igor menegakkan punggung, beralih menatap dua anak buahnya yang bersiaga sejak tadi. “Lepaskan ikatannya dan bawa dia ke kamar,” perintahnya tegas lantas menarik pistol dari kepala Jennifer. Igor berbalik, masih menggenggam pistol di tangannya, lantas ia berjalan mendahului mereka ke luar dari ruangan. Jennifer digiring bak orang pesakitan di sepanjang lorong. Igor berjalan di depan mereka. Tak ada celah untuk kabur bagi Jennifer, tidak dengan dua pria kuat mencengkram lengannya dan seorang Igor berjalan di depannya dengan sebuah pistol yang siap menembak. Kamar itu terletak di lantai delapan gedung markas The Onyx. Satu lantai di bawah ruangan khusus milik Igor. Pria itu sengaja menempatkan Jennifer berada dalam jangkauannya agar ia mudah mengawasinya. “Semua yang kamu butuhkan sudah tersedia di kamar ini,” ucap Igor saat Jennifer didudukkan di tepi kasur. Kamar itu sangat luas. Dan benar kata Igor, semua perlengkapan mulai dari pakaian sampai alat mandi, sudah tersedia di sana. “Jadi apa tugasku?” tanya Jennifer lagi. Igor melangkah mendekat, berdiri tepat di hadapan dokter cantik itu. “Pertama, kamu akan bersumpah untuk tidak membocorkan semua yang kamu lihat, dengar, dan alami di sini. Sekali saja bocor, nyawamu dan orang-orang yang mengetahui informasi itu akan melayang.” Jennifer mulai terbiasa dengan ancaman mati itu. Ia mengangguk. “Lalu?” “Kedua, kamu akan bekerja denganku untuk menyembuhkan kelainan jantungku. Aku sudah mempelajari semua track record-mu dan aku tahu aku bisa memanfaatkan keahlianmu.” Jennifer mengangguk lagi. Igor lebih pintar daripada yang ia duga sebelumnya. “Ada lagi?” “Semua detail soal riwayat penyakit jantungku akan disampaikan Mikhail padamu besok pagi. Dan setelah itu, kamu akan langsung bekerja. Mengerti?” Untuk pertama kalinya, Jennifer bisa menuruti perintah Igor dengan sukarela. “Iya, aku paham.” Igor menyeringai senang. “Bagus. Tidak sulit untuk menuruti perintahku, bukan? Daripada kamu harus kehilangan nyawamu.” Jennifer tak menjawab. Ia masih memasang wajah dingin dan tatapan tajam. Ia masih meraba-raba situasi, sejauh mana ia bisa bekerja sama dengan Igor. Tapi untuk saat ini, setidaknya semua masih aman terkendali. *** “Igor pernah diracun.” Mikhail membuka obrolannya dengan Jennifer pagi ini. Kedua bola mata bulat Jennifer semakin membulat. “Diracun? Bagaimana bisa? Racun apa?” “Kami belum tahu sampai sekarang. Sudah enam tahun berlalu, tidak ada informasi yang kami dapatkan soal itu. Tapi yang pasti, sejak kejadian itu kondisi kesehatan jantung Igor mengalami masalah. Dia bisa tiba-tiba mengalami palpitasi seperti yang terjadi saat kami datang ke rumah sakit waktu itu.” Jennifer mengangguk-angguk. “Kalian sudah coba memeriksakannya ke dokter jantung lain?” “Sudah. Tapi tidak ada kemajuan.” “Oh ya? Aku bisa bertemu dengan dokter itu? Mungkin aku bisa bertanya lebih lanjut so–” “Tidak bisa.” Mikhail memotong cepat. “Eh? Kenapa tidak bisa?” “Dia sudah meninggal.” “Ah, begitu?” Jennifer memasang wajah sendu. “Turut berduka ci–” “Tidak perlu.” Mikhail tersenyum tipis, menyergah cepat. “Kenapa tidak perlu?” “Karena… dia meninggal di tangan Igor.” “Apa?!” Jennifer berseru tak percaya. Ia sampai nyaris menggebrak meja di hadapannya. “Di-dibunuh?” Mikhail tertawa pelan saat melihat reaksi Jennifer. Lantas ia mengangguk. “Benar. Karena Igor berpikir bahwa dia tidak becus bekerja. Dan terlebih lagi, dia sempat membocorkan informasi rahasia seputar The Onyx. Jadi dia menerima konsekuensinya.” Jennifer menelan ludah susah payah. Sekarang ia mengerti betapa beratnya tugas yang ia emban. Nyawanya bisa melayang kapan saja. Mikhail tersenyum maklum melihat kepanikan dan kekhawatiran di wajah Jennifer. “Tenang saja. Selama kamu mengerjakan tugasmu dengan baik, Igor tidak akan membunuhmu. Dan kamu tahu kamu spesial, Dok. Dia memberimu satu kesempatan hidup meski kamu mengabaikannya sebanyak dua kali. Karena dia punya ekspektasi tinggi terhadap kemampuanmu. Jadi jangan sampai mengecewakannya jika kamu masih ingin terus melihat matahari terbit.” Kaki Jennifer terasa lemas seketika. Ia seperti sedang masuk ke dalam mulut singa yang siap mengatup dan mengunyahnya kapan saja. Dan sayangnya, tidak ada jalan keluar dari mulut singa itu. “Sekarang ayo kita lihat ruang kerjamu.” Mikhail berdiri dan berjalan menuju lift. Jennifer segera mengekor di belakangnya. Ruang kerja yang dimaksud Mikhail adalah sebuah laboratorium kesehatan di sayap kiri lantai empat gedung itu. Laboratorium itu berada dalam satu lantai dengan sebuah ruang kesehatan. Jennifer juga mendapatkan satu ruangan khusus untuk pemeriksaan di sana. Berbagai macam alat kesehatan tersedia lengkap di ruangan itu. Begitu mereka tiba di sana, rupanya Igor sudah menunggu. Ia berdiri bersandar di ambang pintu ruang kerja Jennifer. “Kalian lama sekali,” komentarnya tajam saat melihat Jennifer dan Mikhail mendekat. Mikhail hanya tertawa pelan. “Banyak yang harus dibicarakan, Bos.” Ia beralih menatap Jennifer. “Nah, aku serahkan pada Igor.” Ia mengangguk sopan dan undur diri. “Masuk,” perintah Igor dingin sambil berbalik dan masuk ke dalam ruangan. Jennifer menurut tanpa banyak bicara. “Duduk.” Igor lagi-lagi memberi perintah sambil menunjuk kursi dengan dagunya. Sementara ia berdiri bersandar ke meja. “Ada apa?” tanya Jennifer begitu ia duduk di kursi. “Selain menangani soal kesehatan jantungku, aku juga mau kamu mencari tahu jenis racun apa yang digunakan.” Igor berkata tanpa basa-basi. “Hah? Tapi aku bukan ahli racun.” Jennifer merengut tak terima. Igor berdecak kesal. “Tapi kamu tahu jenis bahan kimia apa saja yang bisa mempengaruhi kerja jantung.” “Tidak bisa. Tetap butuh pengetahuan khusus seputar racun.” Jennifer menggeleng tegas. Itu jelas di luar pengetahuannya. “Benar, karena itu aku sudah merekrut seorang ahli toksikolog untuk bekerja denganmu.” Igor berjalan menuju salah satu sisi dinding ruangan itu. “Ruangannya ada di sebelah ruanganmu,” lanjutnya. Namun belum sempat Igor memperkenalkan toksikolog yang akan bekerja dengan Jennifer, Mikhail sudah kembali ke ruangan itu dengan wajah menegang. Perhatian Igor langsung beralih padanya. “Ada apa, Mikhail?” tanya Igor dengan wajah yang juga mengeras. Tubuhnya langsung menegang waspada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN