Indonesia ke Jepang dengan keberangkatan dari Jakarta biasanya akan memakan waktu sekitar 7 jam 20 menit dengan maskapai penerbangan non stop untuk satu pemberhentian saja. Tama membeli tiket pesawat dengan First Class. Mulai dari membawa bagasi, membantu proses imigrasi, sampai mengantar ke pesawat. Nadin, Tama maupun Dinda tidak perlu mengantre saat masuk pesawat karena ada jalur khusus untuk First Class. Selama itu juga ada seorang asisten yang selalu mendampingi mereka. Tersedia kursi empuk dengan pembatas di sekeliling tiap penumpang untuk menjaga privasi. Tersedia layar LCD dengan headphone untuk menonton berbagai hiburan selama perjalanan. Makanannya pun lebih mewah dan komplet.
Dinda terus tersenyum, anak itu tidak henti-hatinya mengoceh pada Nadin yang duduk di sebelahnya sedangkan Tama duduk tidak jauh dari mereka. Mungkin ini adalah kali pertama Dinda begitu bahagia karena sang ayah yang mau mengajak mereka bepergian. Nadin juga tersenyum melihat putrinya, dia bahagia melihat Dinda yang bahagia.
Pesawat mendarat di Bandar Udara Internasional Tokyo, ketiganya keluar dari kawasan bandara, seorang pria dengan jas menyambut Tama dan keluarganya, mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam mobil.
Tokyo Disney Resort berada di Urayasu, Prefektur Chiba. Untuk menuju ke Disney dari bandara di butuhkan waktu sekitar 21 menit. Tapi sebelum ke Disneyland, Tama mengajak istri dan putrinya untuk beristirahat terlebih dahulu di salah satu hotel bintang lima tidak jauh dari Tokyo Disney. Ketika mereka tiba di kamar hotel, Nadin langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur karena kelelahan. Dia tidak menyangka bahwa duduk di kursi pesawat, walaupun itu adalah First Class tetap saja terasa lelah.
"Pa, kapan ke Disneyland, nya?" tanya Dinda dengan tidak sabar.
"Besok oke? Sekarang Dinda sama Mama istirahat dulu," jawab Tama pada putrinya.
Dinda cemberut, dia sama sekali tidak lelah. Nadin menghela nafas, menarik Dinda agar naik keatas tempat tidur. Ia memeluk tubuh putrinya, memberi anak perempuan itu pengertian, "Dinda sabar, ya, besok pasti kita ke Disneyland. Sekarang biarkan Papa istirahat dulu, Dinda enggak capek, tapi Papa capek."
"Mama juga capek?" tanya Dinda.
"Iya, Mama capek banget. Jadi hari ini kita istirahat dulu, okey?"
Dinda mengangguk, memeluk tubuh Nadin.
***
Kamar yang Tama pesan adalah jenis suite room. Suite room merupakan tipe kamar hotel dengan fasilitas yang sangat lengkap. Bisa dikatakan bahwa suite room ini adalah apartemen kecil. Dilengkapi dengan dua kamar tidur, dapur kecil, meja bar, ruang makan dan ruang untuk menonton tv. Bahkan di dalam suite room yang Tama pesan terdapat tempat gym khusus di dalamnya.
Dinda tidur di kamar lain yang hanya terpisah oleh dinding dari kamar utama yang Tama dan Nadin tempati. Ada juga sebuah pintu penghubung di antara dinding kedua kamar tersebut. Hal itu membuat Nadin merasa nyaman jika ingin mengecek keadaan putrinya.
Suara shower menyala terdengar dari kamar mandi yang sedang Tama gunakan. Nadin sendiri berdiri di depan cermin yang memantulkan lekuk tubuhnya yang hanya terbalut lingerie. Lingerie berwarna hitam transparan, memperlihatkan bra dan celana dalam yang juga berwarna hitam. Nadin tersenyum pada pantulan dirinya, liburan kali ini bisa di anggap 'bulan madu' untuk ia dan Tama. Nadin lupa kapan terakhir kali ia dan suaminya berhubungan.
"Sedang apa?" tanya Tama yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuh Tama terbalut oleh kimono yang tidak di tali dengan sempurna hingga d**a bidangnya terekspos.
Nadin berbalik, tersenyum pada suaminya. Ia melangkah mendekati Tama, memeluk tubuh basah sang suami dengan erat.
"Aku baru aja mandi," ujar Tama, dia tau apa yang Nadin inginkan.
"Kita udah lama enggak kaya gini," bisik wanita itu.
Tubuh Nadin terangkat secara tiba-tiba, membuat ia berseru karena kaget, "Ah!" Kedua lengannya melingkari leher Tama, sedangkan kakinya melingkar di bagian pinggang. Tama membawa Nadin ke tempat tidur, membaringkan wanita berpakaian sexy itu di atas kasur. Tubuh Tama mengungkung tubuh istrinya, menatap wajah Nadin dengan tatapan intens.
"Kenapa kamu diam?" Nadin menarik kepala Tama, mengambil inisiatif untuk menjadi yang pertama kali mencium Tama.
Tama juga bekerja sama dengan baik, ia mencium bibir istrinya dengan pelan. Ciumannya secara perlahan turun pada leher jenjang Nadin, menghisap dan menjilat, membuat Nadin meleguh dan semakin mencengkram kimono yang Tama pakai. Pasangan suami istri itu bergulat di atas tempat tidur hingga jam menunjukan pukul satu malam. Nadin terengah-engah karena lelah, ia berbaring dengan Tama yang memeluk tubuhnya dengan erat, puas dengan permainan malam ini.
Keesokan harinya, Nadin terbangun lebih dahulu dengan tubuh pegal. Ia melihat sang suami yang masih tertidur sangat pulas lalu memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Nadin membalut tubuhnya dengan kimono yang semalam ia lepas dari tubuh Tama, ia juga memunguti satu-persatu pakaiannya yang berserakan di lantai. Ketika Nadin sedang sibuk, dering ponsel yang tergeletak di atas meja terdengar, ia berjalan melihat ponsel siapa itu. Ternyata itu adalah ponsel milik Tama, nama Yunita terpampang jelas di layar.
"Mau apa, dia," gumam Nadin, tanpa basi-basi Nadin mengecilkan volume deringnya agar Tama tidak terganggu. Nadin juga tidak berniat menjawab telepon dari Yunita. Nadin sedikit khawatir Yunita akan meminta sesuatu yang macam-macam, Nadin tidak mau liburan keluarganya terganggu karena Tama yang akan menuruti segara keinginan Yunita.
Setelah melakukan semua itu, Nadin meletakan kembali ponsel Tama di atas meja, lalu dia sendiri masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat aktivitasnya semalam dengan Tama. Beberapa menit kemudian setelah selesai mandi, Nadin keluar dan melihat Tama yang sudah bangun sedang duduk di tempat tidur dengan kepala bersandar pada sandaran kasur.
"Kamu lagi apa?" tanya Nadin saat melihat Tama sedang bermain dengan ponsel.
"Ada panggilan tidak terjawab dari Nita, kenapa kamu enggak angkat?" tanya Tama pada istrinya.
Nadin membuat wajah bingung, berpura-pura bahwa dia tidak tau, "Aku habis mandi, enggak denger suara telepon sama sekali."
Tama menghela nafas, ia mencoba menghubungi Yunita lagi namun kali ini Yunita tidak menjawab telponnya yang membuat Tama merasa khawatir.
"Mungkin Yuni juga lagi di kamar mandi, Mas," ujar Nadin.
"Kalau begitu biasanya Kaila yang jawab telponnya, tapi sekarang enggak ada yang jawab satupun."
"Bisa aja Kaila juga ikut mandi sama Mamanya. Lagian kamu ngapain telpon balik, sih, Mas? Kalau Yunita minta kamu pulang sekarang gimana? Memangnya kamu mau nurutin dia?"
"Nita bukan orang seperti itu, Nadin. Jangan selalu nuduh Nita yang tidak-tidak," peringat Tama pada istrinya. Tama cukup lelah dengan sikap Nadin yang selalu curiga dan menuduh Yunita, padahal Tama tau jika Yunita bukan wanita seperti itu.