~And all of sudden I felt really tired. Like the world had drained me for everything that I had~
Anonim
Setelah penandatanganan kontrak, dimulailah segala persiapan yang menjungkirbalikkan kehidupan Ranice. Hidupnya yang biasa tenang, kini berubah total. Jadwal promo single pertamanyanya berpacu dengan persiapan pernikahan mereka.
Hanya berselang dua minggu dari penandatanganan kontrak, keluarga Leander datang untuk melamar Ranice secara resmi. Setelah itu, diputuskanlah kalau pernikahan mereka akan dilangsungkan pada bulan November, dengan kata lain mereka hanya memiliki waktu sekitar tujuh bulan untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Ranice harus rela privasinya terganggu. Pertama karena single-nya yang mulai merambat menaiki tangga lagu tanah air. Hal ini membuat Ranice mendapat berbagai tawaran untuk mengisi acara baik on air mau pun off air. Belum lagi profilnya yang mulai meramaikan jagad sosial media tanah air, karena siapa saja bisa mem-posting tentang Ranice di akun sosial media mereka. Baik itu para penggemar mau pun para haters. Tidak sedikit yang mengecam bahwa Ranice memanfaatkan hubungannya dengan Leander untuk mendongkrak namanya.
Kedua, karena dirinya akan menikah dengan produser musik terkenal yang notabene merupakan penerus salah satu label musik terbesar di tanah air. Maka persiapan pernikahan mereka otomatis melibatkan banyak pihak. Ranice harus siap dirinya dihubungi terus menerus oleh pihak wedding organizer.
"Rencananya bulan depan kita akan mulai promo ke kota-kota besar di Indonesia." Ranice tengah mengikuti meeting bersama tim manajemennya dengan pihak label yang diwakili oleh tim New Media Department, Artist Development Department, dan Promition Department. Entah siapa yang sedang berbicara Ranice tidak terlalu memperhatikan, karena perhatiannya tersita membalas pesan di ponselnya.
Tita WO: Mbak Ranice, e-mail saya udah diterima? Kalau udah dilihat, tolong forward lima model kartu undangan yang Mbak Ranice suka, ya? Tolong dikirim sebelum Kamis ini ya, Mbak?
Ranice: OK.
"Kalau tanggapan pasar terus positif, kita akan mulai pikirkan untuk membuat video klip. Atau menurut kalian lebih baik mempersiapkan single berikutnya?" tanya salah satu anak tim New Media.
Tita WO: Mbak, saya mau ingetin. Sabtu kita fitting wedding gown dan groom suits bareng Mas Leander. Bisa kan, Mbak?
Ranice: Saya cocokin jadwal sama Axel dulu. Nanti saya kabarin.
Tita WO: Kiko udah kontak Mas Axel. Mas Axel udah OK, Mbak.
Damn! rutuk Ranice dalam hati.
Dipandanginya Leander yang ikut juga dalam meeting ini dengan kesal.
Orang ini! Kalau dihubungi pihak WO selalu iya terus, padahal waktu udah kumpul nggak ada kontribusinya sama sekali. Jurus andalannya bilang 'semua terserah calon istri saya aja', padahal memang dasarnya ogah-ogahan. Sumpah bikin kesel banget ini orang!
"Mbak Ranice sendiri bagaimana tanggapannya? Terlalu padat tidak jadwalnya? Karena Mbak Ranice juga sedang mempersiapkan pernikahan dengan Pak Axel 'kan?" tanya salah satu anak Artist Development.
"Saya serahkan sama Mbak Fika saja, biar Mbak Fika yang aturkan. Mbak Fika yang tahu semua jadwal saya." Ranice memandang sang manajer dengan tatapan mengiba. Dia sudah terlalu pusing dengan semua ini.
"Biar saya yang urus," ujar Fika menenangkan. Fika menatap simpatik pada Ranice, dia tahu bagaimana tertekannya Ranice minggu-minggu terakhir ini. Ranice yang terbiasa hidup tenang, kini harus dikejutkan dengan segala perubahan yang terjadi secara bersamaan.
Tita WO: Mbak, suka dekorasi yang kayak apa? Vintage? Classic? Elegant? Natural? Rustic? Retro? Tradisional? Dangdut? Aduh jadi ngawur saya... Hihihihiii...
Ranice: Sesukamu...
Ranice mulai merasa terganggu dengan chat dari Tita yang terus menerus memberondongnya.
Tita WO: Aduh, Mbak Sayang. Jangan gitu, dong! Kan, Mbak yang nikah, masa gayanya ikutin selera saya?
Arrghh!!!
Ranice: Apa aja selain dangdut, Tita! Nggak banget!!!
Tita WO: Ih padahal keren lho, Mbak. Nanti bisa sekalian panggil Babang Oma Imama, atau kalo Mbak Ranice mau yang seger-seger kita panggil anaknya aja! Brewok-brewok buluan gimana gitu 'kan, Mbak!
Dasar s***p!
Ranice: TITAAAAA!!!
Tita WO: Woles, Mbak! OK deh, Mbak Sayang.
Leander memandang curiga ketika menyadari Ranice yang terlihat gelisah, namun dia lebih memilih diam saja daripada sekadar bertanya pada Ranice.
Ranice: Tita, saya lagi ada meeting. Tolong pertanyaannya di hold dulu, ya...
Tita WO: Sip!
Untuk satu jam berikutnya, Ranice terbebas dari teror Tita. Tapi hanya satu jam. Setelah itu pesan-pesan dari 'si gadis manis pemaksa' itu kembali bermunculan.
Tita WO: Mbak Ranice, maaf ganggu lagi nih. Saya kirimin time planner buat jadwal persiapan menjelang hari-H. Jangan kaget kalau jadwalnya padat merayap kayak antrian mudik di pantura ya, soalnya kita cuma punya sisa waktu empat bulan. Mas-nya sih ngebet banget ya, Mbak. Hihihihii...
Chat itu berhasil membuat Ranice memijit kepalanya.
Harus ya dia ingetin terus waktu yang tersisa. Empat bulan! God!
Ranice memilih mendiamkannya saja. Tapi Tita semakin gencar mengiriminya pertanyaan.
Tita WO: Tolong file-nya di download ya, Mbak. Abis itu print terus tempel di tempat yang selalu terbaca sama Mbak Ranice setiap hari.
Tita WO: Mbak, kalo hand bouquet mau pake bunga hidup atau mati?
Tita WO: Mbak?
Tita WO: Mbak Ranice? Dijawab dong ah... Jangan di read aja...
Sumpah ya ganggu banget ini orang!
Ranice: Bunga bank!
Tita WO: Ealah, Mbak... Itu sih minta sama si Mamas donkss...
Ranice: Terserah mau mati kek, mau hidup kek! Nggak ada bedanya...
Fika yang curiga melihat wajah kesal Ranice, mengambil ponsel gadis itu tanpa permisi. Membacanya sekilas. Sedetik kemudian senyum tertahan tercetak jelas di wajahnya.
Tita WO: Ya, jelas beda dong, Mbak! Dari harga aja udah jauuuuh beda. Dari penampilan apa lagi. Kalo bunga hidup kelihatan jauh lebih artistik, lebih romantis. Mbak Ranice tenang aja, kalo mau hand bouquet-nya selalu bisa dikenang, nanti kita keringkan lalu kita pigura, Mbak.
Fika segera mengetik balasan untuk Tita sebelum gadis itu semakin kesal menanggapi ocehan Tita.
Ranice: Yang mana aja yang penting bentuknya masih bunga, Tita.
Tita WO: Warna apa, Mbak?
Ranice kembali merebut ponselnya dari tangan Fika.
Ranice: Apanya yang warna apa?!
Tita WO: Ish, galaknya... Jadi sedih... Ya bunganya toh, Mbak Sayang. Warna favorit Mbak apa?
Ranice: Hitam.
Tita WO: Mbak??? Serius dikit napa? Mana ada bunga item?
Ranice: Ada. Mawar hitam.
Tita WO: Susah kali nyarinya juga, Mbak!
Ranice: Cat aja.
Tita WO: Mbak...!!! Mana ada bunga item buat acara nikahan?
Ranice: Kan kamu tadi tanya warna favorit saya.
Fika terkikik ketika mengintip balasan Ranice.
Tita WO: Jangan item juga kali, Mbak. Nanti kayak acara pemakaman.
Ranice: Makanya saya bilang juga terserah kamu aja. Selera saya terlalu absurd.
Ranice benar-benar sudah kehilangan fokusnya untuk mengikuti pembicaraan dalam pertemuan penting ini. Salahkan Tita yang terus menerornya.
Tapi Tita tetaplah Tita. Gadis yang tidak pantang menyerah meski telah sering dihujat oleh barisan mantan kliennya.
Tita WO: Putih aja kalo gitu, Mbak. Romantis.
Romantis gundulmu!
Tita WO: Mbak, kira-kira udah ada bayangan buat souvenir-nya?
Ranice: Belum.
Tita WO: Sesuatu yang fungsional mungkin? Yang bisa bermanfaat dan dipakai sehari-hari mungkin? Yang ada faedahnya gitu, lho! Yang unik, lain dari yang lain. Jadi orang terkesan.
Ranice: Linggis.
Tita WO: Mbak??? Seriusan? Buat apa?
Buat pecahin ponsel kamu, supaya nggak bisa kontak aku lagi! Tapi sayang Ranice tidak mungkin menuliskan pesan balasan seperti itu.
Ranice: Buat jaga-jaga kalau ada rampok tengah malam, bisa disimpan di bawah tempat tidur. Fungsional. Unik.
Fika terbatuk-batuk demi menyamarkan tawanya membaca pesan balasan yang Ranice kirimkan. Dia salut pada kegigihan Tita yang patut diacungi jempol. Tidak gentar sama sekali menghadapi kejudesan Ranice.
Jangan salahkan Ranice yang bersikap seperti ini. Dia tidak seperti calon pengantin pada umumnya yang mungkin berbunga-bunga menjelang hari pernikahannya. Ranice saat ini justru seperti akan menghadapi hari perkabungannya. Hari di mana dia akan memulai kesalahan terbesar dalam hidupnya.
***
--- to be continue ---