"Dan kau yang terpilih?" "Ya. Sejak saat itu aku menjadi sahabatmu." Kali ini ada senyum samar membayang di wajah Linz, tulus namun ragu. Ia tahu, Zea akan membencinya mulai sekarang. "Ann …, maksudku Zea …, maksudku Nona …." Linz seketika merasa bingung harus memanggil gadis di hadapannya ini dengan nama atau sebutan apa. "Tidak perlu begitu. Kau bisa memanggilku Ann seperti biasa agar tidak ada yang curiga." "Terima kasih." "Apa yang tadi ingin kau katakan?" "Aku menyesal.” Ada jeda yang cukup panjang sebelum Linz melanjutkan perkataannya. “Aku sungguh menyesal telah ikut membohongimu selama tiga tahun terakhir. Tapi di sisi lain aku bahagia. Meski hanya sebentar, setidaknya aku pernah merasakan menjadi sahabatmu. Waktu-waktu yang kita lewatkan, sangat berharga untukku. Setiap perh