Chapter 39

1234 Kata
Sesuai dengan rencana Hazel. Setelah meeting mereka keluar. Hazel hanya menitipkan tugasnya pada Ansel. Untung saja Ansel mau mengerti dan menghandle pekerjaannya. "Kita akan ke mana?" tanya Edgar ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil. "Ke toko cincin." Jacob menyahut. "Kenapa toko cincin? Bukannya kita mau mengukur baju dulu? Kemarin kita tak sempat mengukurnya," protes Hazel. "Setelah memilih cincin, kita akan ke butiknya. Lagi pula, Madam Giselle sendiri yang menyuruh datang pukul sebelas, sekarang masih pukul sepuluh sayang," jawab Jacob halus. "Oh, baiklah." Jacob menyebutkan nama toko perhiasan yang sangat terkenal dan Edgar melajukan mobilnya menuju toko perhiasan tersebut. *** Setelah membeli cincin, perjalanan mereka lanjut ke sebuah beautique. Sesampainya di butik tersebut, Edgar membiarkan mereka berdua menikmati waktu berdua memilih baju. Sementara ia berjalan-jalan tak tentu arah melihat satu persatu baju yang di pajang. Sebuah long dress berwarna merah menyala menarik perhatian Edgar. Ia menatap baju itu dengan sudut bibir tertarik ke atas. Dress tanpa lengan itu dihiasi dengan manik-manik di sekitar pinggangnya. Tanpa Edgar prediksi, tiba-tiba pikirannya membayangkan Hazel lah yang memakai baju itu. 'Damn! Bayangan gadis itu memakai dress ini begitu menggoda, pasti dia akan terlihat sangat seksi memakai gaun ini,' batin Edgar. Edgar melirik ke arah Hazel dan Jacob yang sibuk bicara dengan wanita paruh baya. Tidak ada yang melihatnya jika ia membeli baju mahal ini. Bukannya apa, tapi Edgar sedikit khawatir Hazel melihatnya membeli dress ini. "Simpan baju ini, nanti sore aku akan kembali untuk mengambilnya. Dan ini kartuku," titah Edgar pada seorang pegawai perempuan. Pegawai itu mengambil baju yang Edgar maksud lalu menerima kartu Edgar sebagai pembayaran. Edgar membayar baju itu dengan cepat, dan menyuruh pegawai itu menyimpan bajunya di dalam box. "Aku tak menyangka akan bertemu denganmu di sini, kak." Edgar memutar tubuhnya, helaan napas berat keluar dari hidungnya melihat Eliana. "Apa yang kau lakukan di sini, Eli?" "Aku hanya ingin berbelanja baju. Bagaimana denganmu?" Edgar melirik Hazel dan Jacob sekilas, Eliana mengikuti arah pandang sang kakak angkat. "Oh, menjadi pengawal mereka, eh?" "Iya, dan lebih baik sekarang kau menjauh dariku sebelum ada yang curiga," bisik Edgar. "Calm down. Aku akan pergi sekarang," ujar Eliana seraya tersenyum manis. Eliana menepuk pundak Edgar kemudian berjalan menjauhi sang kakak. Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya Hazel dan Jacob selesai berbincang-bincang mengenai baju yang diinginkan oleh Hazel. "Ayo kita makan siang!" ajak Hazel. Mereka bertiga kembali masuk ke dalam mobil, Edgar melajukan mobilnya menuju restaurant yang telah disebutkan oleh Hazel. *** Setelah makan siang, Hazel dan Jacob berencana akan ke rumah Jacob. Edgar diminta untuk pulang lebih dulu. Sebagai bodyguard, Edgar tak bisa protes. Jacob membawa mobil yang diberikan Gabriel pada Edgar. Pasangan itu meninggalkan restaurant dan juga Edgar. Pasangan itu benar-benar menganggap dunia milik berdua, dan yang lain tidak ada. Edgar berdecak kecil, ia meraih ponsel yang ada di saku celana dan mendial nomor Dedrick. "Halo, Tuan?" "Jemput aku sekarang, aku akan kirim lokasinya," titah Edgar. "Baik, Tuan." Bip! Edgar memutuskan sambungan telepon dan segera mengirimkan lokasinya pada Dedrick. Lima belas menit, cukup lama Edgar menunggu akhirnya Dedrick datang menjemput. "Mau ke mana, Tuan?" "Alista's beautique." Tanpa bertanya apapun lagi, Dedrick melajukan mobilnya menuju butik. Edgar turun dan masuk ke dalam butik dengan langkah lebar. Ia menemui pegawai wanita yang tadi ia suruh menyimpan box pakaian yang ia beli. Setelah mendapatkan miliknya, Edgar meninggalkan butik itu dengan langkah cepat. "Anda membeli apa, Tuan?" tanya Dedrick. Edgar membuka tutup box memperlihatkan isinya pada Dedrick. Mulut Dedrick menganga melihat benda di dalamnya. "Hah? Dress? Anda akan memakai itu?" "Tentu saja tidak bodoh!" umpat Edgar. "Lalu? Untuk apa membeli barang yang seharusnya bukan untuk anda?" tanya Dedrick heran, lelaki itu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan butik. "Atau jangan-jangan anda akan memberikan gaun itu pada adik anda?" tebak Dedrick. "Bukan. Jangan banyak bicara, antar aku ke penthouse-ku," titah Edgar datar. Mendengar nada datar dari Edgar membuat Dedrick tak bertanya lebih banyak lagi. "Baik, Tuan" Setibanya di penthouse, Edgar langsung masuk dengan membawa box pakaian yang ia beli tadi. Dedrick mengikuti sang Tuan dari belakang. "Oh, password-nya telah diganti?" tanya Dedrick ketika melihat Edgar memasukkan password yang berbeda. "Ya, Eliana seenaknya masuk ke dalam rumahku. Solusinya adalah mengganti password," sahut Edgar santai. Edgar meletakkan box pakaian wanita itu di dalam kamarnya, sedangkan Dedrick pergi ke bar di lantai bawah dan mengambil botol wine. Dedrick menuangkan wine itu di dua gelas dan membawa gelas itu ke ruang tengah di mana Edgar duduk menyandarkan punggungnya. "Ini, Tuan." Dedrick menyerahkan satu gelas berisi wine. "Terimakasih, kau paling tahu apa yang ku butuhkan saat ini." Edgar langsung menyesap wine itu hingga tandas. "Apa ada masalah, Tuan? Anda terlihat banyak pikiran." Edgar diam membisu, ia meraih botol wine di atas meja dan menuangkannya kembali ke gelasnya. "Anda bisa bercerita pada saya, lagi pula ini bukan pertama kali saya menjadi tempat bercerita untuk anda," lanjut Dedrick. Hubungan Edgar dan Dedrick memang cukup dekat selain atasan dan bawahan. Dedrick adalah orang nomor satu yanh paling Edgar percayai. Kesetiaan Dedrick tak perlu diragukan lagi. "Aku hanya bingunh dengan perasaanku sendiri," ucap Edgar pelan. Dahi Dedrick mengerut bingung. "Perasaan? Bisakah anda menceritakannya pada saya?" "Sudah lebih dua bulan aku bekerja pada Gabriel Austen, menjaga Hazel. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, ketika mendengar pertunangan Hazel dan Jacob, aku tidak suka. Aku ingin membatalkan pertunangan itu, tapi aku tak bisa. Lagi pula Hazel adalah targetku," ungkap Edgar. Dari cerita yang begitu singkat dari Edgar ini, Dedrick menyimpulkan bahwa Edgar menyukai Hazel. "Apa yang anda rasakan ketika melihat Hazel dan Jacob bersama?" tanya Dedrick hati-hati. "Panas dan tidak terima." "Pernahkah anda melihat mereka ciuman?" tanya Dedrick lagi. Edgar tercenung. Apakah Hazel dan Jacob pernah ciuman selama ini? Tapi untuk ukuran sepasang kekasih bukannya ciuman hal yang wajar? Tapi kenapa ia merasa tidak terima dam marah seperti ini?? "Aku tidak pernah melihat mereka ciuman, aku hanya melihat skinship biasa saja. Pegangan tangan dan memeluk." "Kalau mereka memang pernah berciuman, bagaimana perasaan anda? Atau bahkan bisa saja mereka melakukan sudah hubungan intim, apa yang anda rasakan?" Edgar menggeram rendah. "Apa kau sedang memancing amarahku dengan pertanyaanmu ini?" desisnya dengan mata berkilat penuh amarah. Dedrick menggeleng panik. "Tidak, Tuan. Saya hanya bertanya, jika anda merasa marah besar ketika membayangkan yang saya katakan, kemungkinan anda sudah jatuh cinta pada Hazel." Edgar tertegun, ia menoleh menatap Dedrick dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara Dedrick menelan salivanya susah payah, takut akan respon Edgar selanjutnya yang berkemungkinan akan mengamuk. "Kenapa kau bisa berpikir aku mencintai Hazel?" "Karena anda tidak suka melihatnya dengan laki-laki lain dan merasa cemburu. Pasti ketika anda berduaan dengan Hazel, anda merasa senang," tebaknya. "Bagaimana kau bisa tahu?" Dedrick menjentikkan jarinya. "Ini sudah pasti benar. Anda menyukai Hazel, anda telah jatuh dalam pesonanya." Edgar menegak wine di gelasnya dengan cepat. Rasa terbakar terasa di tenggorokannya. Akalnya mencoba menyerap apa yang dikatakan oleh Dedrick. Benarkah ia menyukai Hazel? Tapi bagaimana bisa? Tiba-tiba Edgar tertawa kecil. "Kau sungguh konyol, Dedrick. Tidak mungkin aku menyukai targetku." "Itu mungkin saja, Tuan. Perasaan timbul tanpa pemberitahuan, perasaan itu akan mengalir begitu saja," ujar Dedrick serius. "Semua yang anda ceritakan pada saya, itu menjurus pada hal yang saya katakan tadi, Tuan. Anda menyukai, ah tidak, anda mencintai Hazel dan bahkan anda ingin memilikinya untuk diri anda seorang. Am i right?" Edgar diam seribu bahasa. Sorot matanya menatap Dedrick dengan tatapan dingin. Menyukai perempuan, atau bahkan mencintai perempuan ... tidak pernah ada sekalipun dalam tujuan hidup Edgar. *** tbc...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN