Edgar membukakan pintu mansion dengan cepat ketika tahu itu adalah Hazel. Pada pukul sembilan malam Sang Nona baru saja diantar pulang oleh kekasihnya.
Dengusan pelan keluar dari hidung Edgar mengingat bahwa Jacob adalah kekasih Hazel. Entah kenapa ia sedikit tidak suka dengan fakta tersebut. Terlebih seperti tadi sore, Hazel lagi-lagi dijemput oleh Jacob dan menyuruhnya seenaknya untuk pulang duluan.
"Wajah anda terlihat sangat berseri," tukas Edgar datar.
Senyum cerah dari Hazel kembali terlihat. "Aku lagi bahagia, Ed. Kau tahu? Jacob sangat romantis, saat makan siang ia memberikan kalung ini padaku, dan sore tadi kami kembali jalan-jalan berdua," celoteh gadis itu sangat antusias.
Kedua mata Edgar menyorot ke kalung yang bertengger manis di leher jenjang Hazel.
'Cih, kalung jelek. Aku bisa membelikannya lebih bagus dari pada yang itu,' batin Edgar mendengus jengkel.
"Sudah malam, lebih baik anda istirahat di kamar," pungkas Edgar, mengabaikan cerita Hazel mengenai kalung yang baru saja gadis itu dapatkan.
Masih dengan senyuman manis di bibirnya, Hazel berujar. "Kau juga istirahatlah. Kak Gab sudah tidur bukan?"
Edgar mengangguk. "Tuan sudah memasuki kamarnya setengah jam yang lalu."
"Bagus kalau begitu." Hazel melangkah sambil berlari kecil-kecil menaiki tangga, mulutnya juga terdengar bersenandung ria. Jelas sekali mood gadis itu benar-benar di level paling bagus.
Lagi-lagi Edgar mendengus lalu menutup pintu utama dengan sedikit kasar dan menguncinya.
***
Hari ini adalah hari minggu. Hazel tidak memiliki rencana apapun, sedangkan Jacob sedang sibuk membuat lagu baru dengan pianonya. Jadinya mereka tidak bisa jalan-jalan keluar.
Hazel dan Gabriel sedang berada di ruang keluarga, menonton film action sesuai request Gabriel.
Mata Hazel memandang bosan layar televisi. Mulutnya pun terasa sangat lelah mengunyah camilan di depannya. Alhasil ia menjauhkan camilan itu darinya.
"Bagaimana perkembangan kakimu, Kak?" Hazel menatap kaki Gabriel. Sesekali Gabriel berjalan menggunakan kruk, tapi jika sedang malas ia akan menggunakan kursi roda.
"Baik-baik saja, lusa check up ke rumah sakit," sahut Gabriel santai, lelaki itu kembali memasukkan roti bakar ke dalam mulutnya.
"Hari ini jalan-jalan yuk!" ajak Hazel antusias.
Gabriel menggeleng. "Malas, terlebih dengan kaki yang seperti ini." Mata pria itu menatap kasihan pada kakinya sendiri.
Gadis itu mendengus pelan. "Aku bosan kalau di rumah saja," keluhnya uring-uringan.
"Tidak jalan keluar bersama Jacob?" tanya Gabriel heran.
Hazel menggeleng pelan. "Tidak, dia sibuk mempersiapkan lagu barunya."
"Ya sudah, ajak saja Edgar keluar," ucap Gabriel enteng.
Tringgg... Tringg...
"Siapa itu?" tanya Hazel, mendengar bel depan dibunyikan.
Gabriel mengangkat bahunya. "Kau buka saja pintunya sana cepat!"
Mau tak mau Hazel berlari menuju pintu dan membukanya. Wajahnya semringah ketika melihat Laila yang datang.
"Akhirnya aku ada teman di hari yang membosankan ini!" serunya memeluk Laila.
Laila terkekeh. "Bagaimana kabarmu, Zel?"
"Aku baik, bagaimana denganmu?"
"Baik juga. Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, belakangan ini kau sibuk sekali," keluh Laila dengan wajah cemberut.
"Baiklah, baiklah. Ayo ke kamarku!"
"Di mana kakakmu? Aku membawa pizza ini untuk kita semua." Laila mengangkat dua kotak pizza di tangannya.
Hazel menarik Laila menuju ruang tengah, di mana Gabriel berada.
"Oh, hai Laila," sapa Gabriel.
"Bagaimana keadaanmu kak?" tanya gadis itu basa-basi.
"I'm fine."
"Aku membawakan ini untukmu, kak." Laila menyerahkan satu kotak pizza pada Gabriel.
Pria itu menerima pizza dengan wajah senang. "Terimakasih banyak, tau aja kalau aku sedang lapar."
Hazel memutar bola matanya malas. "Ayo kita ke kamarku!"
Namun sebelum mengikuti Hazel ke kamar, Laila menyuruh untuk mengambil minum terlebih dahulu. Setelah gelas dan minuman soda di dapatkan, keduanya naik ke lantai atas menuju kamar Hazel.
Hazel duduk di kursi riasnya, tangannya mencomot satu potong pizza lalu memakannya. "So, ada cerita apa?"
Laila tampak tersenyum-senyum ketika mengunyah pizza-nya. "Aku dan Saka berpacaran!" serunya dengan suara keras.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Hazel terbatuk-batuk, matanya melotot menatap Laila. Sedangkan Laila panik dan buru-buru memberi air kepada Hazel. Hazel meneguk air itu dengan cepat.
"Seriously?" tanya Hazel ketika batuknya selesai.
"Iya serius, kami jadian sudah sejak tiga minggu yang lalu," jawab Laila jujur.
"Ah, aku turut senang mendengarnya. Aku kira kau akan susah mendapatkan Saka mengingat Saka sedikit cuek tentang masalah percintaan," kekeh Hazel.
"Susah-susah gampang, sih," aku Laila.
"Ceritakan padaku bagaimana kau mendapatkan Saka," pinta Hazel.
Laila mulai menceritakan bagaimana awalnya mereka bisa menjadi kekasih.
"Aku tidak heran lagi kalau kau yang menyatakan perasaanmu lebih dulu," komentar Hazel.
"Bagaimana denganmu? Belakangan ini kau sibuk menggantikan kak Gabriel bukan? Apakah sulit?"
"Awal-awal memang sedikit sulit, tapi sekarang aku sudah enjoy menjalankannya. Sama sepertimu, aku juga sudah memiliki kekasih," ujarnya dengan nada sok misterius.
Mata Laila membelalak kaget, ia menatap Hazel tidak percaya. "Aku tidak percaya, selama kau hidup dua puluh tiga tahun mana pernah kau dekat dengan laki-laki," cibirnya.
Hazel mengumpat pelan, mendengar cibiran Laila yang sayangnya seratus persen benar.
"Aku benar-benar berkencan dengan laki-laki tahu!" dengus gadis itu.
"Oh ya? Siapa orang beruntung itu?"
"Jacob."
"What the f-"
Hazel menyumpal mulut Laila dengan pizza ketika sadar sahabatnya ini akan mengumpat.
Laila mengunyah pizza itu dengan cepat dengan mata yang menatap Hazel tajam. Mulut Laila sudah gatal ingin bertanya sesuatu pada Hazel lagi.
"Jacob yang berlibur di Bali bersama kita dulu?" tanya Laila memastikan.
Hazel mengangguk singkat. "Yup, Jacob Similian."
"Wah, kenapa bisa kalian berkencan? Kalian kan tidak terlalu dekat," heran Laila.
"Well, tanpa kau ketahui aku lumayan sering bertemu dengannya. Waktu itu dia mengundangku ke konsernya, dan setelah itu ia menyatakan perasaannya padaku," jelas Hazel singkat.
"Wah, wah, kau harus mentraktirku kalau begitu. Ini benar-benar langka. Apa kak Gabriel membiarkanmu menjalin hubungan dengan dia?"
"Awalnya dia tidak setuju, sih. Tapi akhirnya dia setuju juga," kekeh Hazel.
"Kita harus double date kapan-kapan, bagaimana?" usul Laila.
Hazel tampak berpikir sejenak. Sebetulnya itu ide yang bagus, ia pun penasaran jadinya. "Kalau Jacob setuju aku sih oke-oke saja."
"Aku akan membicarakan ini pada Saka nanti," ujar Laila semangat.
Kedua gadis itu kembali heboh bertukar cerita tentang banyak hal, menimbulkan suara bising karena tawa mereka yang membahana.
Kamar Edgar yang berada tepat di bawah kamar Hazel pun jadi kedengaran suara bising-bising kedua gadis itu, mereka sangat heboh.
Edgar menatap langit-langit kamarnya kemudian mendengus jengkel. "Benar-benar berisik dan mengganggu!"
***
to be continued...
nanti siang atau sore update lagi!! stay tune^^