Chapter 28

1226 Kata
Siang ini, saat jam makan siang, Jacob mendatangi perusahaan keluarga Hazel. Pria itu berencana makan siang dengan sang kekasih. Jacob berjalan santai menaiki lift, menuju lantai sembilan di mana ruangan Hazel berada. Ia sudah tak canggung lagi keluar masuk perusahaan ini. Karena dua hari yang lalu saat ia berkunjung Hazel telah memberinya akses keluar masuk sesuka hati. Di depan ruangan Hazel, Jacob bertemu dengan Edgar yang menjaga di depan pintu ruangan. “Sudah jam makan siang, Ed. Lebih baik kau istirahat makan bersama karyawan yang lainnya,” ucap Jacob seraya menepuk bahu Edgar. Edgar menggeleng. “Saya akan makan siang dengan Nona Hazel,” balasnya. “Aku akan makan siang bersama Hazel di luar, jadi jangan khawatir. Dia aman bersamaku,” ujar Jacob lagi, kali ini nadanya terdengar tegas dan tidak ingin dibantah. Edgar menghela napas dan mau tak mau Edgar mengangguk mengiyakan. “Baik, Tuan. Selamat siang.” Dengan amat terpaksa Edgar berjalan menjauhi ruangan sang Nona. Jacob membuka pintu ruangan Hazel. Wajahnya menampilkan senyum lebar melihat sang kekasih yang merebahkan kepala di atas meja, mungkin sedang lelah. “Jangan ganggu aku, Ed. Keluar dari ruanganku,” usir Hazel tanpa melihat sosok yang masuk ke ruangannya. “Ini aku, baby.” Sontak kepala Hazel langsung terangkat, kedua matanya melotot melihat kedatangan Jacob. “Maaf, aku kira kau akan datang setengah jam lagi,” ringisnya. “Aku datang secepat yang aku bisa.” Pria itu menyahut santai. Hazel melirik jam di dinding, memang sudah masuk jam makan siang sekarang. “Kita akan makan di mana?” tanyanya. “Di salah satu restaurant favoritku, dan aku yakin kau akan menyukainya juga,” jawab Jacob dengan sangat yakin. “Baiklah.” Hazel meraih tas dan ponselnya lalu berdiri. Ketika Hazel sudah di sebelah Jacob, pria itu meraih tangan Hazel lalu menggenggamnya. Keduanya keluar dari ruangan Hazel. “Eh, di mana Edgar?” Kebingungan tampak jelas di wajah cantiknya tidak mendapati Edgar di luar ruangannya. Padahal tadi ia menyuruh pada Edgar untuk berjaga di luar saja, tapi sekarang pria itu justru menghilang. “Aku menyuruhnya istirahat duluan, karena kita akan keluar. Apa ada masalah?” Hazel menggeleng ragu. “Aku pikir Edgar harus ikut.” “Aku tidak ingin ada orang lain diantara kita, lagi pula kau aman bersamaku. Jadi jangan khawatir,” ucap Jacob meyakinkan. “Em, baiklah.” Masih dengan tangan yang saling menggenggam, keduanya kembali melanjutkan langkah menuju lift untuk turun. Keduanya menjadi pusat perhatian ketika melewati jalan yang bersebrangan dengan meja kubikel para karyawan. Tak sedikit karyawan yang menatap mereka secara terang-terangan hingga berbisik. Ada yang penasaran dengan hubungan mereka dan ada juga yang memuji mereka karena terlihat cocok. Jacob langsung melajukan mobilnya menuju restaurant Asia-Eropa yang cukup terkenal di kota ini. Sesampainya di restaurant, Hazel cukup terkesima dengan besarnya restaurant tersebut. Para pengunjung pun terlihat banyak, berbagai jenis mobil mahal terparkir di halaman parkiri membuat Hazel sangsi sendiri masih ada tempat untuk mereka atau tidak. “Aku baru tahu ada restaurant ini di kota ini,” gumam Hazel. “Mainmu kurang jauh kalau begitu, lain kali aku akan menunjukkan tempat yang tidak pernah terpikirkan ada di sini olehmu,” sahut Jacob. “Ayo masuk!” lanjutnya. Hazel menahan lengan Jacob. “Di sini sangat ramai, apakah ada tempat untuk kita?” “Tentu saja, aku sudah memesan tempat untuk kita pagi tadi.” Pria itu kembali menggenggam tangan sang kekasih lalu membawanya masuk ke dalam restaurant. Dengan kedua tangan saling tertaut, keduanya memasuki restaurant. Seorang pelayan menyambut mereka dan memandu mereka menuju ruangan yang telah di reservasi oleh Jacob sebelumnya. “Siapkan makanannya sekarang,” titah Jacob pada pelayan itu. Pelayan itu membungkuk kecil sebelum pergi. “Baik, Tuan.” Hazel melihat ke sudut ruangan, terdapat pemain biola yang sedang memainkan sebuah lagu, membuat suasana terasa damai dan nyaman. Tak bisa dipungkiri, Hazel menyukai cara Jacob memperlakukannya. Pria itu bahkan menyewa ruangan yang cukup besar ini yang sebagai provate room untuk makan malam mereka. “Bagaimana kabar Mommy?” tanya Hazel membuka pembicaraan setelah selesai mengamati sekitar. “Keadaannya sangat baik, terlebih saat tau kita menjalin hubungan,” jawab Jacob dengan wajah berseri. Kedua pipi Hazel merona, ia kira Jacob akan merahasiakan hubungan mereka dari keluarga. “Aku kira kau menyembunyikan hubungan kita,” ujarnya malu-malu. Jacob menggeleng seraya mengangkat bahu. “Untuk apa aku rahasiakan? Aku sangat senang bisa menjadi kekasihmu.” Kedua sudut Hazel berkedut kemudian membentuk senyuman tipis. “Aku juga senang. Kau laki-laki pertama yang memperlakukanku seperti ini.” Jacob menyeringai. Obrolan mereka terputus karena pelayan datang seraya membawa sebuah trolley yang berisi menu makan mereka. “Wine juga, Tuan?” tanya pelayan itu. Jacob mengangguk. “Yang berusia dua puluh tahun.” Pelayan itu pun mengeluarkan botol wine yang sesuai dengan kriteria Jacob. Hazel menatap makanan yang tersaji di meja. Jujur saja ia penasaran dengan rasa makanan di meja ini, karena tadi ia kan tidak memesan. Jacob langsung menyuruh pelayan menyiapkan makanan. Setelah selesai melayani Hazel dan Jacob, pelayan itu undur diri. Kini di ruangan itu hanya tersisa mereka berdua dan dua pemain alat musik yang masih mengiringi sebuah lagu selow. “Makanlah, itu adalah makanan favoritku di sini. Dan aku yakin kau juga pasti akan suka,” kata Jacob. “Apa namanya ini? Jujur aku belum pernah melihat makanan seperti ini,” ungkap gadis itu. “Steak kakap, kalau punyaku Dori katsu.” Hazel mengangguk paham. “Baiklah. Selamat makan.” Mereka makan dalam diam, hanya terdengar suara musik. Hazel pun telah larut dalam makanannya, rasa dari steak kakap itu membuatnya semakin semangat untuk makan dan menghabiskannya. Jacob terkekeh melihat Hazel yang makan dengan semangat. “Apa kau suka?” Kepala gadis itu mengangguk semangat. “Suka sekali. Ini lezat!” balasnya. Pria itu menyesap wine-nya dengan perlahan, matanya masih memandang lurus menatap Hazel. Jacob kemudian mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru di balik jaket yang ia kenakan. “Hadiah untukmu,” ucapnya, menyodorkan kotak tersebut pada Hazel. Mendadak Hazel jadi salah tingkah. “U-Untukku?” “Ya ... bukalah.” Dengan gugup Hazel membuka kotak yang berukuran sedang itu. Matanya seketika berbinar melihat sebuah kalung yang sangat indah, ada sebuah bandul kecil yang menampung berlian kecil di tengah-tengah kalung tersebut. “Ini beneran untukku?” tanya Hazel tak percaya. Jacob mengangguk dua kali lalu pria itu bangkit dan berdiri di sisi Hazel lalu menyuruh Gadis itu untuk berdiri. Tubuh Jacob merunduk sedikit, meraih kotak itu dan mengeluarkan isinya. “Akan ku bantu pasangkan.” Hazel terkesiap. Tanpa ia sadari, tubuhnya menegang kaku ketika merasakan nafas Jacob berada di leher belakangnya. Astaga! Ini baru pertama kalinya ia berdiri sangat dekat dengan laki-laki selain Gabriel. Jantung Hazel sudah berdetak tidak beraturan sejak Jacob berdiri di belakangnya. ‘Kenapa Jacob bisa seromantis ini?!’ jerit Hazel dalam hati. Setelah selesai memasangkan kalung tersebut, Jacob memperbaiki tatanan rambut Hazel kemudian memutar tubuh gadis itu. “Cantik,” pujinya. Pipi Hazel memerah, tangannya bergerak ke atas memegang kalung yang sudah bertengger cantik di lehernya. “Terimakasih, aku sangat menyukainya.” Jacob meraih tangan Hazel lalu mengecup punggung tangan kanan gadis itu. “Mari kita lanjut makan.” Dengan gerakan patah-patah, kepala Hazel mengangguk. Gadis itu duduk dengan cepat di kursinya kembali. Sebisa mungkin ia mengatur napas dan debaran jantungnya yang semakin menggila. Malam ini, karena perlakuan Jacob padanya, membuat Hazel tanpa sadar telah jatuh dalam pesona Jacob.  Pria itu benar-benar memikat!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN