Di gelapnya malam dan kamar yang diterangi oleh lampu tidur temaram, Edgar berdiri di depan jendela dengan tangan yang terlipat di depan d**a.
Pikiran pria itu melayang memikirkan Hazel dan rencananya. Hubungan baru yang terjalin di antara Hazel dan Jacob, tidak pernah sekalipun terpikirkan olehnya. Dan tentu saja hubungan itu membuat rencana yang telah ia susun rapi bisa hancur kapan saja.
Edgar menghela napas, berbagai rencana dan siasat baru mulai terpikirkan di otaknya. Dan cara tercepat adalah mengakhiri semuanya sekarang. Mengakhiri yang berarti ia harus melenyapkan Hazel dan Gabriel secepatnya.
Namun Edgar tidak mengerti, sisi lain dari dirinya seolah kurang setuju. Ada rasa janggal di hatinya ketika rencana itu kembali ia pikirkan, dan itu membuatnya sangat bimbang dalam mengambil keputusan.
Tidak terasa, sudah satu jam berlalu. Pria itu sudah berdiri di depan jendela selama satu jam lebih. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Edgar menghela napas, tangannya merogoh saku celana dan mengambil ponselnya. Edgar harap Dedrick hingga kini masih aktif.
Tuttt... tutt... tut...
Nada ketukan pertanda panggilan masuk membuat Edgar lega. Tak lama kemudian suara Dedrick mulai terdengar.
“Halo, Tuan?”
“Aku ingin kau mengirimkan seseorang untuk memantau tiap aktivitas Jacob Similian. Dan tentunya jangan sampai membuat orang-orang di sekitar Jacob curiga,” titah Edgar.
“Baik, Tuan. Saya akan segera menyuruh anak buah saya. Ada lagi Tuan?”
Edgar diam sejenak, ia kembali memikirkan keputusan yang akan ia ambil. Apakah ini cukup untuk sementara?
“Tuan?” Suara Dedrick kembali terdengar, memanggil Edgar karena tak kunjung mendapat jawaban.
“Tidak ada. Lakukan itu saja dulu.”
“Baik, Tuan. Nah kebetulan anda sekarang bisa saya hubungi. Saya ingin melaporkan masalah kapal dagang yang mengangkut senjata kita, Tuan,” ucap Dedrick cepat.
Dahi Edgar mengernyit. “Apa ada masalah dengan itu?”
“Hampir saja, Tuan. Di perbatasan Maroko dan Spanyol, terjadi inspeksi kapal secara mendadak. Nyaris saja kelompok Omega ketahuan membawa berbagai senjata kita.”
“Lalu? Hanya hampir kan? Tidak benaran ketangkap?” tanya Edgar heran.
Dedrick berdehem. “Untuk saat ini mereka bisa mengatasinya, Tuan. Tapi ketika kelompok Omega tiba di Spayol pukul tiga dini hari nanti, di pelabuhan terdapat beberapa agen FBI dan CIA, Tuan. Entah mengapa, mereka tampaknya semakin curiga dengan bisnis-bisnis yang dilakukan mafia lain dan termasuk perusahaan kita, Tuan,” jelas Dedrick.
Edgar menghela napas. Ia sudah paham maksudnya apa.
“Beritahu pada kelompok itu, lima menit sebelum kapal tersebut berhenti, dia harus memberi kabar pada Matthew. Matthew akan menyelesaikan pesoalan itu ketika di Spanyol. Kau paham?”
“Baik, Tuan. Saya mengerti, tidak ada lagi yang saya laporkan. Kalau begitu selamat istirahat,” ucap Dedrick.
“Jangan lupa pantau Jacob,” peringat Edgar sebelum sambungan dimatikan.
“Baik, Tuan. Besok saya akan melaporkan perkembangan tiap aktivitas Jacob.”
“Good!”
Bip!
Edgar mematikan sambungan telepon. Ia melempar benda pipih itu di atas ranjang. Baru saja ia hendak berbaring, ketukan pintu kamarnya membuat ia harus bangkit dan membukakan pintu.
Kening Edgar mengernyit melihat Hazel lah yang mengetuk pintu kamarnya. Gadis itu masih mengenakan piayama terusan selutut dan sebuah kardigan rajut.
“Syukurlah kau belum tidur.” Hazel bernapas lega.
“Ada apa, Nona?”
“Aku lapar, Emma dan pelayan lain sudah tidur. Ayo temani aku mencari makanan di luar,” ajak Hazel.
“Selarut ini?”
Hazel mengangguk cepat. “Kau tahu sendiri ‘kan, aku tadi melewatkan makan malamku karena ketiduran. Baru saja aku bangun dan sekarang merasa sangat lapar. Makanan malam tadi sudah habis karena setelah Gabriel makan pelayan dan penjaga akan makan menghabiskan makanan hari ini,” jelas gadis itu dengan wajah memelas.
“Baiklah, tunggu di depan sebentar, Nona.”
Gadis itu mengangguk dan berjalan meninggalkan kamar Edgar. Sedangkan Edgar ia mengambil jaket dan kunci mobilnya. Edgar berjalan keluar mansion dan membukakan pintu mobil untuk Hazel.
Edgar melajukan mobil pemberian Gabriel ini membelah jalanan yang sudah sepi. “Anda ingin makan apa?”
“Mekdi saja, dua big mac sudah cukup untukku.”
Edgar menganggukkan kepalanya, lantas ia membawa mobil melaju menuju salah satu restoran makanan cepat saji yang pastinya ketika jam seginni masih buka.
“Pesan juga untukmu,” kata Hazel ketika Edgar hendak membacakan pesanannya. Mereka memang menggunakan layanan drive thru, tidak perlu repot turun dari mobil.
Hazel memberikan kartu kredit miliknya pada Edgar setelah mendengar tagihan. Setelah membayar, mereka tinggal menunggu pesanan datang.
Lima menit kemudian mereka mendapatkan pesanan mereka. Edgar kembali melajukan mobilnya. Di perjalanan, tak kuasa menahan lapar, akhirnya Hazel menyomot satu persatu kentang goreng yang dipesan.
“Kau mau?” Hazel menyodorkan dua kentang goreng di depan bibir Edgar.
Sejenak Edgar diam membisu hingga akhirnya ia membuka mulutnya, Hazel menyuapkannya.
“Oh iya, aku ingin bertanya padamu sebagai teman,” celetuk Hazel masih dengan memakan kentang goreng.
“Teman?” beo Edgar, terkejut dengan pernyataan Hazel menganggapnya sebagai teman.
Gadis itu mengangguk beberapa kali. “Ya, aku menganggapmu sebagai temanku. Apakah kau keberatan?”
Dengan cepat Edgar menggeleng ketika melihat wajah Hazel tampak sedikit kecewa saat bertanya padanya. Pria itu berdehem pelan. “Tidak, saya tidak keberatan. Apa pertanyaan anda?”
“Apa kau pernah menjalin hubungan dengan perempuan, Ed?” tanya Hazel penasaran.
Edgar melirik Hazel sekilas lalu kembali fokus menatap ke arah depan. Kepala pria itu naik-turun pertanda anggukan. “Pernah, Nona.”
Hazel tampak antusias. “Benarkah? Apakah hubungan kalian masih berlanjut hingga sekarang?”
Edgar menggeleng. “Sudah saya akhiri.”
Wajah Hazel semakin terlihat penasaran. “Putus karena apa?” tanyanya kepo.
“Bosan, dan dia terlalu banyak menuntut kepada saya, Nona.” Ya, Edgar memang pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita termasuk model. Tentunya hubungan mereka juga terbilang sangat rahasia, tapi nasib wanita yang menjadi mantan pacarnya itu na’as, karena Edgar melenyapkan mereka setelah memutuskannya.
Edgar tidak ingin suatu saat para wanita yang pernah ia kencani tiba-tiba muncul lagi dan mempublikasikan dirinya ke publik. Itu sangat merepotkan, oleh karena itu sebelum itu terjadi Edgar lebih dulu melenyapkan mereka.
“Kenapa anda bertanya itu pada saya?”
Ketika Edgar melirik wajah Hazel, ternyata wajah gadis itu memerah seperti kepiting rebus.
“Aku sedang berhubungan dengan seseorang, dan aku ingin tahu lebih banyak tentang hubungan yang biasanya terjalin oleh sepasang kekasih itu biasanya seperti apa,” ungkapnya jujur.
Edgar mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di setir. “Apa yang anda ingin ketahui? Yang lebih spesifik.”
“Biasanya apa yang akan dilakukan pasangan ketika berkencan?” tanya Hazel malu-malu.
Nyaris saja Edgar menjatuhkan rahangnya ke bawah mendengar pertanyaan Hazel yang terbilang polos. “ Sebelumnya anda belum pernah menjalin hubungan dengan seorang pria?” Edgar bertanya balik.
Hazel menggeleng polos. “Ini yang pertama.”
“Well, biasanya kekasih akan saling bertukar cerita, menyurahkan isi hatinya ketika sedang merasa gundah, ciuman, dan having sex.”
Hazel bergidik ngeri mendengar dua kalimat terakhir Edgar itu. mendengarnya saja membuatnya ngeri sendiri.
“Kau melakukan itu semua bersama mantanmu?”
“Well, it’s my privacy, Nona.” Edgar memilih untuk tidak menjawab.
“Apa semua pasangan melakukan itu? Bukankah hubungan intim itu dilakukan pasangan suami istri saja?” tanya Hazel beruntun.
“Tergantung pada orangnya, Nona. Tapi kebanyakan sih seperti itu,” jawab Edgar seadanya.
‘Kau sangat naif, Hazel,’ lanjut Edgar dalam hati.
Hazel mengangguk paham, tidak terasa ternyata mereka sudah tiba di mansion. Obrolan meerka membuat suasana tak sepi.
“Terimakasih sudah menjawab rasa penasaranku, Ed. Tapi aku akan menjalin hubungan sehat bersama Jacob, tidak melakukan hal yang aneh seperti pasangan yang kau gambarkan tadi,” jelas Hazel.
Tidak ada respon dari Edgar selain mengangguk mengiyakan. Melarang Hazel menjalin hubungan pun ia tidak bisa, posisinya sekarang adalah bawahan Hazel.
“Saya doakan yang terbaik untuk anda.”
Hazel tersenyum lebar. “Terimakasih. Ayo turun dan makan bersama!”
Malam itu, tanpa Edgar sadari, sebuah perasaan asing kian memasuki rongga hati Edgar. Pria itu tidak menyadari bahwa ia sangat suka ketika momen berdua bersama Hazel. Mengobrol santai seperti beberapa menit yang lalu.