Chapter 26

1115 Kata
Pagi harinya... Hazel bangun dengan keadaan berseri-seri. Sejak keputusan malam tadi, memutuskan untuk berkencan bersama Jacob, tentunya perasaannya melambung tinggi ke atas. Sangat bahagia. Terlebih ini kali pertamanya menjalin hubungan. Ketika di ruang makan, senyum tak luntur di wajah cantik gadis itu. Membuat Gabriel yang melihatnya bergidik ngeri. "Kenapa senyam-senyum?" tanya Gabriel dengan mata memicing curiga. Hazel hanya mengangkat bahunya, ia belum berniat memberitahu Gabriel sekarang. Sedangkan Edgar yang sejak tadi berdiri, ikut memperhatikan tingkah Hazel yang tampak beda. Pasti telah terjadi sesuatu, sebab senyum lebar di wajah itu terus-terusan ada. "Apa kau sudah gila?" Gabriel menatap adiknya tajam. "Tidak ada apa-apa," kilah Hazel seraya tersenyum lebar. "Aku semakin curiga. Apa tadi malak terjadi sesuatu saat kau pergi bersama Jacob?" Sekarang Gabriel sudah seperti polisi yang mengintrogasi tersangka. Hazel berdecak, "Tidak ada. Mood-ku hanya bagus hari ini." Tidak ingin Gabriel bertanya lebih lanjut, Hazel buru-buru menghabiskan sarapannya. Setelah menghabiskan sarapannya, Hazel bangkit untuk pamit dan mencium pipi Gabriel. "Aku kerja dulu, baik-baik di rumah," kata Hazel masih dengan tersenyum konyol di mata Gabriel. Gabriel mengamati cara jalan Hazel yang tampak santai dan biasa, hanya saja gadis itu bersenandung. Setelah Hazel tak terlihat lagi, Gabriel meraih ponselnya dan mendial nomor Jacob. Ia sangat yakin bahwa terjadi sesuatu tadi malam yang tidak ia ketahui. "Halo, Jacob." "Iya, ada apa?" tanya Jacob dari seberang sana. Suaranya terdengar serak seperti baru bangun tidur. "Apa yang kau lakukan tadi malam ke adikku? Pagi ini dia sangat aneh." Di seberang sana, mata Jacob langsung terbuka lebar. Senyum lebar terbit di bibirnya. "Apa dia tidak mengatakan sesuatu padamu?" Jacob balik bertanya. "Tidak. Dia hanya senyum-senyum tidak jelas seperti orang gila," ujar Gabriel frustrasi. "Kami berkencan," ucap Jacob singkat. Mata Gabriel melotot. "Hei! Berani sekali kau mengajak adikku berkencan!" geram Gabriel marah. "Ayolah, Hazel sudah besar. Biarkan dia bersamaku. Aku tidak akan mengecewakannya, aku janji!" melas Jacob. Pria itu mulai ketar-ketir takut tidak direstui oleh Gabriel. "Dengan satu syarat," jeda Gabriel. "Apa itu?" tanya Jacob was-was. "Kau tidak boleh menyakiti Hazel dan jangan mempermainkannya. Dan satu lagi, tidak boleh menyentuhnya apalagi sampai melakukan hubungan intim. Kau mengerti?" Senyum Jacob mengembang lagi. "Aku mengerti. Aku akan penuhi seluruh syarat darimu. Terimakasih sudah mengizinkanku berhubungan dengan Hazel." "Hem." Kemudian Gabriel memutuskan sambungan telepon. *** Di dalam ruangan Hazel... Edgar mengerutkan dahinya berkali-kali melihat Hazel yang sesekali memeriksa ponselnya lalu terkekeh kecil sembari senyum-senyum. Sangat aneh, apa ada yang lucu di ponsel itu? Rasa penasaran Edgar semakin menjadi-jadi ketika melihat pipi Hazel yang merona. Dan sialnya terlihat sangat lucu di matanya. Edgar menggelengkan kepalanya, menatap objek lain selain Hazel. Mengalihkan perhatian dan pikirannya. Untuk keanehan Hazel hari ini, nanti ia akan cari tahu. "Ed, bisa tolong belikan kopi biasa di cafe depan? Aku ingin minum itu," pinta Hazel. Edgar mengangguk singkat, tanpa mengucapkan apa-apa pria itu berjalan keluar dari ruangan Hazel. Setelah kepergian Edgar, Hazel kembali fokus pada ponselnya. Ia sedang bertukar pesan pada Jacob. Pacar baru. Haha. Sepuluh menit kemudian, Chat itu berakhir karena Jacob mengatakan Hazel harus fokus bekerja. Mungkin setelah bekerja nanti bisa dilanjutkan lagi. Tapi beda dengan Hazel, walaupun ia harus bekerja, setengah fokusnya ada pada hubungan barunya bersama Jacob. Mood Hazel benar-benar terombang-ambing dibuatnya. *** Pada pukul empat sore, pekerjaan Hazel telah selesai. Sejujurnya sore ini Jacob mengatakan akan menjemputnya pulang lalu mereka jalan sebentar, tapi pria itu tiba-tiba membatalkannya karena sibuk membahas tentang pekerjaan dengan sang manager. “Ed, aku ingin beli kue. Berhenti di toko kue langgananmu saja ya? Kue yang pernah kau belikan beberapa waktu lalu sangat lezat,” celoteh Hazel. “Baik, Nona.” Edgar terpaksa memutar mobilnya kembali karena permintaan Hazel. Toko kue tersebut arahnya berbeda dengan jalan ke mansion Austen. “Aku ingin tiramisu cake,” ujar Hazel tanpa menatap Edgar. Mata gadis itu kembali fokus pada ponselnya, entah apa yang begitu menarik di benda pipih itu, heran Edgar. Edgar menghela napas, sejujurnya ia merasa sudah seperti pembantu di suurh ini itu. Tapi lagi-lagi ia menyabarkan dirinya. “Baik, Nona.” Pria itu turun dari mobil dan membelikan kue yang diinginkan sang Nona. *** Sesampainya di mansion, Hazel di tahan oleh Gabriel di depan pintu. Dengan wajah tegas, Gabriel menyuruh Hazel agar mengikutinya ke ruang keluarga. Hazel yang ingin segera berendam di bathtub, terpaksa mengurungkan niatnya. “Ada apa kak?” “Aku sudah tahu alasan kau bertingkah aneh pagi tadi,” ucap Gabriel santai. Tangan pria itu terlipat di depan d**a. Tubuh Hazel mendadak kaku, ia menatap Gabriel dengan wajah pias. Astaga, ia tidak berharap hubungannya akan cepat di ketahui oleh Gabriel. “Kau berkencan dengan Jacob ‘kan?” tanya Gabriel memastikan. Hazel mengangguk kecil. “Iya,” cicitnya. “Well, sebenarnya aku tak masalah. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, ini belum saatnya kau menjalin hubungan,” pungkas Gabriel tegas. Mata Hazel melotot. “Kenapa?” “Ingat posisimu yang baru saja menggantikanku di perusahaan. Aku ingin kau lebih fokus dalam bekerja. Menjalin hubungan hanya akan membuat fokusmu terbagi-bagi. Am i right?” Hazel meremas ujung rok span yang ia gunakan. Apa yang dikatakan Gabriel benar, buktinya tadi pagi saat di kantor fokusnya sedikit terbagi. Tetapi batin Hazel membantah argument Gabriel, baru saja memutuskan untuk kencan masa sudah berakhir?! “Enggak, kak. Aku baik-baik saja di kantor, fokusku tidak terbagi kok,” ujar Hazel dengan wajah yang meyakinkan. Di dalam hati, gadis itu berharap Gabriel mempercayainya dan tidak melarangnya memiliki hubungan lagi dengan Jacob. Mata Gabriel memicing curiga. “Benarkah begitu?” Hazel mengangguk cepat. “Benar. Aku bisa membagi fokusku.” Wajah gadis itu menatap Gabriel memelas, “Jangan melarangku berkencan dengan Jacob, kak. Ini kali pertama aku menjalin hubungan, dan rasanya menyenangkan,” lanjutnya. Gabriel menghela napas, merasa kalah dengan wajah memelas Hazel yang sangat lucu di matanya. “Baiklah, dengan satu syarat.” Hazel menatap Gabriel ketar-ketir, “Apa syaratnya?” “Tidak boleh melampaui batas dalam hubungan kalian itu.” Dahi Hazel mengerut samar. “Maksudnya?” Gabriel mendengus tak percaya, masa Hazel tidak mengerti maksudnya? “Kalian boleh menjalankan hubungan sehat, tidak boleh skinship berlebihan. Apalagi sampai berhubungan intim yang akan membuatmu hamil. Itu tidak boleh dilakukan sebelum menikah. Paham?” kelakar Gabriel tegas. Hazel mengangguk. “Aku paham kak. Lagi pula tidak sampai separah itu kok.” Gadis itu menunjukkan ekspresi bersungguh-sungguh. “Well, aku tidak melarangmu lagi kalau begitu.” Hazel tersenyum lebar, ia berhamburan memeluk Gabriel dan mendaratkan kecupan singkat di pipi kakaknya itu. “Terimakasih, kak.” Tanpa mereka berdua sadari, Edgar sejak tadi menguping pembicaraan mereka di luar. Tangan pria itu terkepal kuat setelah mengetahui penyebab tingkah Hazel yang begitu aneh hari ini. Mendengar suara ketukan sepatu heels, Edgar buru-buru menyingkir agar tidak ketahuan menguping. Pria itu dengan cepat berlari menuju kamarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN