Meeting baru saja selesai lima menit lalu, namun Hazel tidak beranjak dari tempatnya. Di ruangan hanya tersisa dirinya, Antonio dan Sandra.
"Nio, ayo kita pergi!" Suara Sandra mengalun bak suara barbie yang dibuat-buat.
Sedikit menggelikan di telinga Hazel. Karena urusannya membalas pesan Gabriel sudah selesai, Hazel beranjak dari kursinya dan bersiap-siap meninggalkan ruangan meeting.
"Ah, tunggu Ms. Austen!"
Hazel menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Malam ini, ayo kita makan-makan. Mengingat anda baru saja masuk ke perusahaan, setidaknya kita harus merayakannya," ucap Antonio panjang lebar dab antusias.
Hazel berpikir sejenak. "Ya sudah, aku setuju. Sampaikan saja kepada yang lain, untuk restoran nanti Ansel yang akan memberitahu."
Antonio bersorak ria. Mereka bertiga, keluar dari ruang meeting bersamaan. Antonio berjalan mepet sekali dekat dengan Hazel, sementara Sandra berada di belakang menatap keduanya dengan kesal. Lebih kesal lagi ia pada Hazel yang berjarak sangat dekat dengan gebetannya.
"Dengarkan semua!" seru Antonio menarik seluruh perhatian karyawan yang sibuk di kubikel masing-masing.
"Malam ini kita akan makan bersama, menyambut kedatangan Bu Hazel di perusahaan ini. Untuk restorannya, nanti akan di share di grup." Antonio berseru memberitahu dengan wajah yang sangat gembira.
Para karyawan pun mulai bersorak senang. Siapa sih yang tidak suka dengan traktiran?
"Terimakasih, bu Hazel."
"Terimakasih, Ms!"
Berbagai ucapan terimakasih Hazel dapatkan dari karyawan. Hazel tersenyum tipis. "Iya, sekarang kalian lanjut bekerja agar pulang cepat."
Lagi-lagi mereka bersorak gembira.
Hazel pamit kepada seluruhnya. Ia berjalan menuju lift, akan kembali ke ruangannya.
Antonio menatap punggung Hazel dari belakang yang kian menjauh. Ia menatap senyuman tipis Hazel sangat lama, dan itu membuat jantungnya berdebar. Ia sangat menyukai senyum Bosnya itu.
Dengan hati gembira Antonio berjalan menuju ruangannya yang diikuti oleh Sandra dari belakang.
Mood Antonio tampak benar-benar bagus. Buktinya pria itu duduk di kursinya dengan wajah secerah matahari.
"Heh, kamu mikirin apa, sih?!" sentak Sandra kesal. Membuyar lamunan Antonio mengenai Hazel.
Antonio melirik Sandra kemudian mendengus. "Tidak ada. Pergi, kembalilah bekerja."
Sandra merengut karena diusir oleh pujaan hatinya. "Baiklah aku keluar. Tapi nanti aku bersamamu ya ke restorannya?"
Sandra menangkupkan kedua tangannya lalu memasang wajah puppy eyes.
Antonio menatap perempuan itu ragu, hingga akhirnya ia terpaksa mengangguk. "Ya," jawabnya tidak ikhlas.
Namun Sandra tidak peka dengan nada suara Antonio yang menjawab dengan tidak ikhlas, perempuan itu bersorak senang kemudian pamit untuk kembali ke ruangannya.
***
Hazel kembali fokus pada pekerjaannya, sedangkan Edgar memainkan ponselnya dengan raut wajah bosan.
"Ed, tolong ambilkan kopi kaleng di kulkas," pinta Hazel.
Edgar berdiri dan berjalan menuju kulkas, mengambil satu botol s**u almond. Pria itu meletakkan botol tersebut di atas meja Hazel.
"Aku minta kopi, bukan s**u," protes gadis itu dengan dahi mengerut.
"Kopi itu pahit, Nona. Lebih enak ini," jawab Edgar seenaknya.
Hazel mendengus. Ia meletakkan bolpoin di atas map kemudian berjalan menuju kulkas. Tanpa mempedulikan Edgar, ia mengambil kopinya kemasan kaleng lalu meneguknya.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Hazel terbatuk-batuk, beberapa kali ia memukul pelan dadanya. "Huek, pahit!"
Edgar mendengus geli melihatnya. "Sudah saya bilang pahit. Nakal, sih."
Hazel menatap pria itu tajam. Gadis ktu meletakkan botol kaleng di atas kulkas kemudian kembali ke kursinya. "Minggir, aku mau kerja."
Edgar tak bisa menahan senyumannya, ia pun menyingkir dan kembali duduk di sofa.
Dari lirikan ekor matanya, pria itu melihat Hazel meneguk s**u almond yang ia berikan.
"Wah, ini benar lezat. Bisakah kau beli untuk stok di rumah nanti?"
"Saya akan menyuruh Emma membelinya sewaktu ia belanja nanti, Nona."
"Baiklah." Usai menghabiskan s**u itu, ia melanjutkan pekerjaannya.
Edgar melanjutkan aktivitasnya bermain game tembak-tembakan. Favoritnya.
Tok... Tok... Tok...
"Masuklah!" tukas Hazel.
Cklek!
Ansel masuk ke dalam ruangan membawa satu map. "Aku membutuhkan tanda tanganmu."
Hazel meraih map itu, dan menandatanganinya langsung. "Ada lagi?"
"Apa makan malam nanti kau akan mentraktir semuanya?" tanya Ansel ragu.
"Yeah, dan kau observasikan restorannya untuk kita semua nanti. Bisa kan?"
"Bisa saja sih. Baiklah, lokasinya nanti aku beritahu."
Hazel membentuk jempol dan jari telunjuknya menjadi huruf o. Ansel pamit kembali ke ruangannya.
Setelah kepergian Ansel, Edgar mem-pause game-nya. Pria itu menatap Hazel yang kembali sibuk menatap kertas-kertas.
"Apa Tuan Gabriel menyetujuinya?"
"Apa maksudmu?" tanya Hazel tanpa melirik Edgar.
"Makan malam nanti. Apa ia mengizinkannya?" Edgar memperjelas ucapannya.
Hazel mengangkat bahu. "Aku bukan anak kecil lagi yang butuh persetujuannya setiap akan melakukan apapun. Lagi pula, kau bersamaku 'kan?"
Edgar mengangguk paham. "Ya, benar."
Walaupun begitu, Edgar tetap mengirimkan pesan pada Gabriel setelah bicara pada Hazel. Untungnya Gabriel tidak melarang dan dengan syarat ia harus terus berada di samping Hazel.
***
Eliana menatap layar televisi dengan pandangan kosong. Fokusnya tidak berada di film yanh sedang di putar, melainkan tertuju pada Edgar. Kakak angkatnya.
Ingin rasanya ia membantu Edgar melenyapkan langsung keluarga Austen, jadi kakaknya itu tak harus berlama-lama mendalami perannya sebagai bodyguard. Berbagai rencana pun telah tersusun di dalam kepala cantiknya. Namun tidak satupun rencana yang sudah ia jalankan.
Tentunya ia tak bisa sembarangan bertindak. Semuanya harus dibicarakan dengan Edgar terlebih dahulu. Dan itu cukup membuatku kesal karena ia tahu apa respon dari Edgar jika ia yang mengambil tugas melenyapkan kakak beradik Austen itu.
Eliana menggigit jarinya cemas. Tiba-tiba seorang perempuan berpakaian hitam dengan raut wajah datar mendatangi Eliana.
"Malam ini, Tuan Edgar akan makan malam di luar bersama karyawan lainnya, Nona. Akan ada perayaan penyambutan Nona Hazel di sana, hari ini adalah hari pertama Nona Hazel bekerja," jelas perempuan berbaju hitam itu.
Senyum tipis tercetak di bibir Eliana. Sebuah rencana terlintas dalam benaknya.
"Nanti malam kita akan ke restoran itu juga, kau sudah tahu mereka akan makan malam di mana, Sese?"
Perempuan yang dipanggil Sese mengangguk. "Saya tahu Nona."
Lagi, Eliana tersenyum puas. "Baiklah, kita akan pantau bagaimana akting kakakku tercinta ketika menjadi bodyguard gadis lemah itu." Membayangkannya saja sudan membuat wajah Eliana berseri-seri.
"Ah iya, kau juga ikut. Jadi carilah pakaian yang berwarna cantik daripada hitam. Aku ingin kau juga memoles wajahmu dengan sedikit bedak. Agar orang-orang tidak curiga. Penampilanmu cukup menyeramkan jika dipandang orang lain."
Tentu Sese tampak menyeramkan. Wajahnya sangat datar tanpa make up seperti perempuan kebanyakan, pakaiannya selalu hitam dan celana jeans. Belum lagi sekitar matanya yang memakai eyeliner yang lumayan tebal, membuat wajahnya tampak sedikit seram.
Tanpa protes Sese mengangguk. "Baik, Nona."
***
to be continued...
jangan lupa tap love dan comments yup( ◜‿◝ )♡