Chapter 22

1260 Kata
Pada pukul enam sore, seluruh karyawan telah menyelesaikan pekerjaan penting mereka di hari itu. Puluhan karyawan telah berkumpul di lantai satu perusahaan, tentunya mereka menunggu kedatangan sang Bos, Hazel. Hazel keluar dari ruangannya bersama dengan Edgar dan Ansel. Karena seluruh karyawan telah menunggu di bawah, dengan langkah lebar ketiga menuju lift untuk turun. "Langsung ke restorannya saja, ya!" seru Hazel pada seluruhnya. Lokasinya memang sudah diberitahu oleh Ansel tadi. "Baik, Ms!" jawab mereka serentak. Mereka pun pada bubar menuju tempat makan malam mereka. "Kau ikut bersama kami?" tanya Hazel pada Ansel. "No, aku membawa mobil tadi." Hazel mengangguk. "Baiklah, aku duluan." Gadis itu dang sang bodyguard berlalu meninggalkan Ansel, menuju mobil yang terparkir. Lima belas menit kemudian mereka tiba di restaurant. Khusus hari ini memang di booking oleh perusahaan, jadi tidak ada orang lain di sini selain para karyawan. Begitu masuk, indera penciuman Hazel langsung mencium bau makanan yang sangat menggugah selera. Di setiap meja ternyata sudah tersedia pemanggang dan juga kompor, menu utama di sini memanglah daging. Seperti yang Ansel sempat katakan di kantor tadi, mereka akan barbeque-an. Meja untuk Hazel telah disisihkan secara khusus. Sedangkan karyawan sudah menempati tempat masing-masing. Ansel datang paling terakhir, pria itu langsung duduk di kursi yang satu meja dengan Hazel dan Edgar. "Terimakasih pada Nona Hazel telah menyempatkan waktu untuk makan bersama malam ini. Untuk itu dipersilakan mengucapkan satu atau dua patah kata," ucapan dari Antonio terdengar jelas di seluruh telinga. Hazel berdiri dengan canggung. "Terimakasih sudah menyambutku, dan mohon kerja samanya. Silahkan makan, dan jangan ragu-ragu jika ingin menambah menu yang lain." Singkat, jelas padat. Hazel tak ingin berbicara panjang lebar karena perutnya sudah lapar. "Terimakasih, Ms!" "Yess, makan sepuasnya. Terimakasih bu bos!" Seruan terimakasih Hazel dapatkan. Ia hanya tersenyum kecil kemudian duduk kembali. Beberapa botol alkohol pun tersaji di meja. Ansel tanpa ragu membuka satu botol lalu menuangnya di gelas kemudian ia menegak habis alkohol itu. "Aku juga mau!" pinta Hazel. "Nanti Gabriel marah kalau kau minum alkohol," tolak Ansel, ia memegang botol alkoholnya erat. Hazel melotot menatap Ansel. "Tidak apa-apa!" Gadis itu merebut botol alkohol di tangan Hazel kemudian menuangkannya di gelas. "Jangan lebih dari empat gelas," peringat Ansel. Hazel hanya menganggukkan kepalanya. Gadis itu menegak alkohol itu dengan kernyitan dalam di dahinya. "Argh." Rasa pahit dan terbakar di tenggorokan terasa sangat jelas, namun membuatnya ketagihan. Edgar menahan tangan Hazel yang hendak menuang minuman keras itu lagi. "Minumnya nanti, sekarang makan dulu, Nona." "Dengarkan ucapan Edgar," timpal Ansel. Mau tak mau Hazel menurut. Ia melahap daging yang telah di panggang Edgar, tak lupa makan dengan sayurannya. *** Eliana dan Sese tiba di restaurant sedikit lebih lambat. Ia mengerutkan dahinya melihat pintu restaurant yang ditutup rapat dan bertuliskan kata PENUH. Apa tidak tersisa satu meja pun? Tak menyerah, perempuan itu mengetuk pintu beberapa kali hingga seorang pelayan wanita keluar. "Maaf, Nona. Tempat kami sudah penuh," ucap pelayan itu dengan raut wajah tidak enak. "Tidak ada satu meja pun yang tersisa?" Pelayan itu menggeleng. "Tempat ini sudah di sewa oleh suatu perusahaan, jadi tidak ada tempat lagi." Eliana mendengus kesal. Gagal sudah rencananya hendak mengamati pekerjaan Edgar. Dengan perasaan jengkel, perempuan itu berbalik menuju mobil. Diikuti oleh asistennya, Sese. *** Hazel kebablasan, setelah mengisi perutnya dengan banyak makanan. Ia juga meminum beer tiga gelas di tambah Tequila karena ia penasaran dengan minuman bernama Tequila tersebut. Wajah gadis itu sudah memerah dengan kedua mata yang sayu. Ansel yang melihat itu jadi gemas sendiri. "Ini anak dibilangin nakal banget sih?!" kesalnya. Kepala Hazel tiba-tiba oleng lalu terjatuh di atas meja, untung saja tangan Edgar dengan sigap menahan kepala gadis itu agar tidak terbentur keras dengan meja. "Lebih baik kalian pulang sekarang," ucap Ansel pada Edgar. Edgar mengangguk setuju. Tatapan pria itu jatuh ke wajah Hazel yang merah, mata gadis itu sudah tertutup. Gumaman tidak jelas keluar dari bibir pink alaminya. "Lapar ... aku mau daging. Hmm...," ucapan melantur itu keluar dari bibir Hazel. "Lapar apanya?! Dia telah menambah dua porsi daging full tadi," dengus Ansel tak percaya. Edgar terkekeh geli. "Nona, ayo kita pulang. Berdiri lah." Hazel tidak merespon, kedua matanya masih tertutup dengan rapat. "Gendong saja dia," titah Ansel. Mau tidak mau Edgar melakukan itu. Pria itu hendak mengangkat tubuh Hazel, namun sebuah tamparan yang ia dapatkan. Plak! "Siapa kau?! Kenapa sentuh-sentuh?! Jangan menyentuhku!!" bentak Hazel dengan mata yang terbuka lebar namun terlihat linglung. Beberapa karyawan yang masih sadar tampak terkejut dengan kelakuan Hazel yang menampar bodyguardnya sendiri. Mereka juga tak menyangka, sikap Hazel ketika mabuk cukup mengerikan. Ditatap tajam oleh Edgar satu persatu, alhasil mereka kembali menyibukkan diri masing-masing dan tidak melirik ke arah meja Hazel. Edgar menyabarkan dirinya, mengontrol emosinya agar tidak meledak sehabis ditampar oleh gadis yang berstatus Nona-nya ini. "Saya Edgar, pengawal anda. Sekarang saya antar anda pulang," ucap Edgar kalem. Hazel tersenyum konyol. "Ah Edgar, bodyguard tampanku," ujar gadis itu melantur lagi. Ansel terkekeh geli, ia mengeluarkan ponselnya dan merekam Hazel. Gadis itu ketika mabuk sangat lucu. "Edgar, kenapa kau sangat tampan dan gagah?" tanya Hazel mengerjap polos. Gadis itu masih dalam pengaruh alkohol. Edgar tidak merespon, ia menatap Hazel datar. "Ayo pulang sekarang, Nona." tegasnya. Kedua mata Hazel tiba-tiba memicing. Tanpa di duga gadis itu memeluk Edgar lalu mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu. "Kau tahu? Tubuhmu jika dilihat dari belakang seperti pembunuh Papa dan Mama terlebih ketika memakai baju hitam," bisiknya pelan. Tubuh Edgar menegang, namun secepat mungkin merubah ekspresi wajahnya. Saat ia akan kembali bicara lagi, tubuh Hazel luruh dan ditangkapnya dengan sigap. Gadis itu tertidur. Dengan kepala yang menggeleng-geleng, Ansel mematikan video rekamannya. Ia berencana akan menunjukkan ini pada Gabriel nanti. "Kesadarannya sudah hilang, gendong dan bawa dia pulang," titah Ansel. Edgar mengangguk singkat. Pria itu meraih tas Hazel kemudian menggendong gadis itu ala bridal style. Membawanya keluar dan masuk ke dalam mobil. Edgar mendudukkan Hazel di kursi sebelah jok kemudi. Ia memasangkan seat belt pada tubuh gadis itu. Untuk beberapa saat, Edgar diam mematung menatap wajah Hazel yang damai ketika tidur. Namun tiga detik kemudian ia menghela napas. Edgar menutup pintu mobil, berjalan memutarinya lalu masuk melalui pintu satunya lagi. "Malam ini, benar-benar kejutan. Untung saja, dia mengatakannya dengan berbisik," gumam Edgar. Mata pria itu melirik Hazel sekilas. Pukul sepuluh malam lewat lima belas menit akhirnya mobil yang di kendarai oleh Edgar tiba di mansion. Dengan telaten, Edgar kembali menggendong Hazel dan membawanya masuk ke dalam. Suasana mansion telah sepi, lampu pun sudah dimatikan. Semua sudah tampak tidur di kamar masing-masing, kecuali Emma. Perempuan itu menunggu Hazel dan Edgar pulang untuk membukakan pintu. Kerepotan Edgar tak hanya sampai disitu, pria itu juga sedikit kesusahan meletakkan Hazel di ranjang sebab tangan gadis itu memeluk erat lehernya. Satu menit melepaskan tangan Hazel dari lehernya, akhirnya Edgar bisa bernapas lega kemudian berdiri tegak. "Bisa kau gantikan bajunya? Dia sudah sangat mabuk dan bajunya bau alkohol," ujar Edgar pada Emma yang berdiri di belakangnya. Emma menatap sang majikan yang sudah tidur di ranjang dengan pulas. Kepalanya mengangguk mengiyakan permintaan Edgar. "Saya akan menggantikan bajunya," balas Emma. Edgar mengangguk, ia menatap Hazel sejenak baru setelahnya kakinya melangkah keluar kamar gadis itu. Edgar kembali ke kamarnya yang berada di lantai satu. Sebelum tidur, ia membersihkan dirinya. Tidak jauh berbeda dengan Hazel, tubuhnya pun juga bau alkohol karena ia minum sangat banyak tadi. Tetapi Edgar masih bisa menahannya, ia tak mabuk seperti Hazel. Gadis itu benar-benar tidak kuat minum, levelnya sangat jauh di bawah Edgar yang ahlinya dalam minum alkohol. *** to be continued... Hazel kalau mabuk sangat meresahkan wkwkw jangan lupa tap love dan comments!^^ jangan jadi silent readers yaaಥ‿ಥ
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN