Chapter 11

1540 Kata
Pukul empat subuh Hazel dan Edgar sudah siap, seluruh barang pun telah di kemas di koper. Keduanya keluar dari kamar dan di luar sudah terdapat Saka, Laila, Jacob dan Yumna. "Aku tidak percaya ini, kenapa kau baru memberitahuku beberapa menit yang lalu?" protes Laila, dirinya memang baru diberitahu atas kepergian Hazel dan Edgar pagi ini. Mereka berdua akan ke Swiss karena kondisi Gabriel. "Maaf, aku tidak ingin membangunkan mu di tengah malam." Laila menatap Hazel dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku doain yang terbaik untuk kak Gabriel." "Apakah aku ikut saja? Kamu yakin bisa sendiri?" Kini Saka yang bersuara. Jelas sekali nada suara pria itu terdengar sangat cemas. "Aku mengkhawatirkan mu," lanjutnya. Hazel tersenyum tipis lalu mengangguk. "Tidak. Kamu di sini saja, nikmati liburan kalian. Lagi pula aku tidak sendirian, aku bersama Edgar." "Liburan tidak terasa menyenangkan tanpa dirimu," balas Saka ketus. "Sepertinya kita harus pergi sekarang Nona." Edgar menyela. "Kalau begitu, aku dan Edgar pergi dulu. Maaf tidak bisa mengikuti liburannya secara full," sesal Hazel. Laila menarik Hazel ke dalam pelukannya. "Hati-hati, sampai bertemu lagi nanti." Hazel membalas pelukan Laila dan mengelus punggung sahabatnya itu. "Iya." Pelukan mereka terlepas, kini Hazel berhadapan dengan Jacob dan Yumna. "Senang mengenal kalian berdua, ketika di London nanti kita masih bisa tetap akrab bukan?" "Tentu saja, kita adalah teman." Yumna menyahut dengan cepat. Jacob mengangguk mengiyakan, tatapan mata pria itu lurus menatap Hazel. Ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan namun suaranya tak kunjung keluar. "Kalau begitu kami pergi. Sampai jumpa." Hazel melambaikan tangannya singkat lalu berbalik dan menyeret kopernya. Edgar mengikuti Hazel dari belakang. Di luar resort, sudah ada mobil sediaan resort yang telah Edgar panggil untuk mengantar mereka ke bandara. *** Hazel dan Edgar kini masih berada di bandara, tepatnya di ruang tunggu. Jadwal keberangkatan mereka masih ada empat puluh menit lagi, cukup lama memang. Harusnya mereka sudah berangkat, tapi pesawat ada delay selama empat puluh menit. "Anda mau makan dulu, Nona?" tanya Edgar. Lelaki itu memang duduk di sebelah Hazel. Hazel memperhatikan restaurant yang terdapat di ruang tunggu ini. Perutnya tiba-tiba berbunyi ketika mencium bau makanan berasa dari salah satu restaurant yang didominasi dengan warna ungu. Hazel meraba perut ratanya. "Ya aku lapar. Ayo kita makan dulu." Karena fokusnya pada makanan, Hazel berdiri lebih dulu dan berjalan menuju restaurant. Meninggalkan Edgar dengan koper mereka. Edgar menggelengkan kepalanya, ia menyeret kopernya dan koper Hazel laku menyusul langkah gadis itu yang sudah masuk ke dalam restaurant. Hazel telah duduk di salah satu kursi dengan buku menu di tangannya. Edgar duduk tepat di hadapan gadis itu. Seorang pelayan wanita menghampiri mereka. "Ingin pesan apa Tuan, Nyonya?" Pelayan itu bersiap-siap mencatat pesanan dengan buku kecil di tangannya. "Chicken Cordon Bleu, Nasi dan Salad, minumannya air mineral dan milkshake strawberry." "Ifu mie seafood dan coca cola." Pelayan itu mencatat dengan baik pesanan keduanya. "Baik, mohon ditunggu pesanannya." Pelayan itu berbalik dan pergi ke dapur. Hazel mengeluarkan ponselnya dan membuka sosial media. Di berandanya ia melihat postingan Laila saat di The Pirates Bay kemarin. Sahabatnya memposting tiga foto, slide pertama foto mereka bersama, yang kedua foto Laila dan Saka dan yang terakhir foto mereka bersama-sama. Hazel meninggalkan like di sana. Tring! Perhatian Hazel beralih ketika melihat notifikasi pesan masuk dari Ansel. Buru-buru ia membukanya lalu membaca pesan itu. Ansel. Gabriel sempat sadar tadi, tapi sekarang ia tidur kembali. Dokter mengatakan kondisinya sudah jauh lebih baik walaupun masih harus tetap di pantau. Hazel menghela napas lega membaca deretan kalimat dari Ansel. Dengan cepat Hazel membalas pesan tersebut. Hazel. Syukurlah, tetap awasi dia ya. Aku sudah di bandara. Mungkin esok pagi aku akan tiba di Swiss. Balasan Ansel datang begitu cepat. Ansel. Aku akan menyuruh orang nanti menjemput kalian di bandara, jika pesawatnya sudah mendarat langsung kabari aku. Hazel membalas pesan iti dengan emoticon jempol. Diam-diam Edgar memperhatikan setiap eskpresi yang ditunjukkan di wajah Hazel. Ekspresi yang cukup indah di pandang karena gadis itu kembali ceria. Tidak murung seperti pagi tadi. Entah mengapa perasaan asing muncul di dalam dirinya. Ia merasa lega melihat Hazel yang seperti itu. "Kondisi kak Gabriel sudah jauh lebih baik," ujar Hazel meletakkan ponselnya di atas meja. Maya gadis itu menatap Edgar dengan gembira. Edgar memaksakan senyumnya, "Syukurlah kalau begitu, Nona. Jadi anda tidak perlu cemas berlebihan seperti tadi." Hazel mengangguk mengiyakan. Hingga tak lama kemudian pesanan mereka sampai. "Terimakasih," kata Hazel. "Selamat menikmati," ucap pelayan wanita itu sebelum meninggalkan meja Hazel dan Edgar. Usai berdoa Hazel mulai memasukkan makanannya ke dalam mulut. Begitu pula dengan Edgar. Mereka makan dengan keadaan hening. *** Hazel dan Edgar kini sudah berada di dalam pesawat. Tentunya mereka berada di bagian business class, karena perjalanan akan panjang. Menempati business class akan terasa sangat nyaman di perjalanan ini. Hazel duduk di sebelah jendela, sedangkan Edgar berada di sebelahnya, tepat di sisi kanan. Tujuan mereka adalah kota Zurich, karena disitulah Gabriel berada. Untuk menghabiskan waktu, Hazel memilih menonton. Fasilitas business class memang sangat lengkap. Ia mulai mencari-cari film yang terasa bagus untuk di tonton. Hingga ia mendapat film berjudul Me Before You. Tanpa pikir panjang ia langsung memutar film tersebut. Hazel melirik Edgar di sebelahnya. "Kau harus menonton juga untuk mengisi waktu," ujarnya. Tanpa permisi Edgar meraih sebelah earphone dari telinga Hazel dan memasangnya di telinga sendiri. Beruntung Hazel tidak protes. Akhirnya mereka menonton film itu bersama-sama. Dimenit dua puluh berjalan, alur cerita masih terkesan ringan. Bahkan ada beberapa adegan yang membuat tertawa. Ketika tokoh wanita yang bernama Louisa Clark sedang mengikuti wawancara pekerjaan. Jawaban yang gadis itu lontarkan sedikit tidak masuk akal. Hingga akhirnya Louisa diterima bekerja, menjadi perawat seorang pria yang mengidap Quadriplegia. Quadriplegia sendiri adalah kelumpuhan keempat tungkai dan badan yang disebabkan oleh penyakit ataupun cedera pada otak maupun saraf tulang belakang. Pemeran pria bernama Will Traynor mengidap Quadriplegia karena kecelakaan yang ia alami dua tahun lalu. Hazel memfokuskan dirinya sebaik mungkin. Berbeda dengan Edgar yang tampak biasa saja menontonnya. Hingga di bagian pertengahan. Will sudah mulai terbuka pada Louisa sang perawat. Awalnya Will bersikap begitu ketus dan seakan menganggap Louisa hanya makhluk halus yang tidak diakui keberadaannya. Interaksi Will dan Louisa semakin terlihat dekat. Bahkan mereka berjalan-jalan di taman rumah. Hingga puncaknya, Louisa tidak sengaja mendengar percakapan Kedua orangtua Will. Disimpulkan bahwa Will ingin mengakhiri hidupnya dengan bergabung di organisasi bunuh diri yang ada di Swiss. Keinginan Will di tolak keras oleh sang Ibu, sementara Ayahnya menyetujui keinginan Will karena ia paham akan kesakitan yang di rasakan oleh anaknya. Melihat Will yang begitu menyedihkan tak terasa membuat penonton seperti Hazel mengeluarkan air mata. Gadis itu menangis melihat si pemeran utama pria yang begitu menyedihkan dengan keadaan yang ia alami. Edgar menggeleng tak percaya melirik Hazel, terlalu terbawa perasaan sekali gadis ini ketika menonton. Alhasil Edgar meraih sapu tangan di saku celananya dan memberikannya pada Hazel. "Terimakasih." Hazel mengusap kedua pipinya bergantian dengan sapu tangan Edgar. Perhatian mata gadis itu tak lepas dari layar. Louisa membuat perjalanan yang menyenangkan bersama Will, hubungan yang terjalin diantara kedua tokoh itu terjalin sangat erat. Louisa mengajak Will berkeliling di berbagai tempat dengan harapan bisa mengubah keputusan Will yang ingin mengakhiri hidupnya. Louisa ingin menunjukkan bahwa dunia itu luas dan indah, jadi jangan sia-siakan kesempatan hidup ini. Tapi hingga akhirnya, keputusan Will tetap bulat. Will ingin tetap pergi ke Swiss untuk mengakhiri hidupnya. Di puncak ini lah Hazel semakin menangis. Banjir sudah wajahnya oleh film ini. Begitu menguras emosional dirinya. Film pun tamat. Hazel masih menangis, ia sangat menyayangkan keputusan Will itu. Karena walaupun sesakit apa yang ia alami, tetap teruslah hidup. Padahal Louisa juga sudah menawarkan dirinya untuk terus bersama Will, tapi Will nya aja yang keras kepala. Hazel jadi misuh-misuh tidak jelas. "Ah, William itu harusnya mengurungkan niatnya. Kasihan Louisa," gerutu Hazel masih dengan mata yang berlinang. Edgar di sebelahnya hanya bisa geleng-geleng kepala. "Itu hanya film, Nona." "Ya walaupun film kenapa harus seperti itu?! Sangat menyedihkan, dan membuat emosionalku terombang-ambing," balasnya dengan suara serak. Edgar mematikan televisi mini di hadapan mereka. Sudah sekitar hampir dua jam mereka menonton film itu. "Sudahi filmnya. Lebih baik anda Sekar tidur saja. Dan jangan menangis lagi." Edgar merebut sapu tangannya dan mengusap pipi Hazel cepat. "Lupakan film itu, jangan mengingatnya lagi jika membuat anda sedih." Hazel mengangguk patuh, ia mencoba melupakan film yang baru saja ia tonton. Namun ia geregetan sendiri. Hazel menggeleng. "Aku tidak bisa melupakannya. Film itu seperti terputar lagi di benakku," keluhnya. Tanpa aba-aba Edgar menarik kepala Hazel untuk bersandar di bahunya. Ia menutup kedua mata Hazel dengan telapak tangannya yang besar. "Sudah, tidur saja." Hazel pun diam tak berkutik lagi. Jantungnya terasa berdebar-debar, posisi mereka sangat dekat dan lengket. Tangan kanan Edgar bahkan berani menyusup ke balik punggungnya dan seolah merangkul dirinya, sedangkan tangan kirinya menutup kedua matanya. Kepalanya bersandar nyaman di d**a bidang Edgar. Kepala Hazel terasa seperti di siram air dingin menyadari kepalanya berada di d**a bidang Edgar. Rasa malu menyergap ke dalam dirinya, posisinya terlalu ... ugh! Hazel tidak berani bergerak sedikit pun, jantungnya semakin terasa menggila di dalam sana hingga akhirnya yang bisa ia lakukan hanya diam kaku memaksakan dirinya untuk tidur. *** to be continued... part-nya lumayan panjang guys, 1500+ words ehe. jangan lupa tap love dan comments yup^^ thank you uda baca( ◜‿◝ )♡ follow igku: Kangnield (dm for follback)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN