Setelah selesai meeting dan rapat dengan divisi pemasaran, Hazel kembali ke ruangannya diikuti oleh Edgar.
Hazel menjatuhkan dirinya di sofa dan memejamkan matanya, hari ini merupakan hari yang lelah. "Ed, apa Emma akan kembali hari ini?" tanyanya.
Edgar menganggukkan kepalanya. "Ya, Nona. Emma akan kembali ke mansion siang ini. Ada apa?"
"Tidak ada. Berarti urusan makanan bukan aku yanh mengurusnya, syukurlah," tuturnya lega.
Sudah lima hari sejak Emma cuti, tiap hari Hazel harus masak sarapan dan makan malam. Pulang dari kantor dan langsung memasak, sangat melelahkan.
"Apa kata Ansel tadi jadwalku masih ada setelah ini?"
Edgar mengingat kembali ucapan Ansel ketika keluar dari ruangan meeting, lantas ia menggeleng. "Tidak ada, Nona."
“Baguslah, aku akan istirahat sebentar.” Hazel menutup kedua matanya dengna lengan yang ia letakkan di wajahnya.
“Bangunkan aku jika ada hal penting,” lanjut Hazel.
“Baik, Nona.” Edgar memilih keluar dari ruangan Hazel. Di luar ruangan Hazel ada tersedia meja dan kursi yang memang diperuntukkan untuknya, tepat di sebelah ruangan berkaca Ansel.
Karena tidak ada pekerjaan Edgar memilih memainkan ponselnya, lebih tepatnya ia membuka aplikasi game. Belakangan ini, di waktu senggang ia memang menghabiskan waktu untuk memainkan game online.
Tiga puluh menit kemudian, Edgar merasa seseorang menepuk pundaknya. Sontak ia mem-pause game tersebut kemudian berbalik. Jujur saja, ia merasa tak senang melihat kehadiran Jacob, tapi ia harus menahan diri.
“Iya, Tuan?” tanya Edgar sesopan mungkin.
“Hazel ada di dalam?”
Edgar melirik pintu ruangan Hazel sekilas lantas mengangguk. “Nona sedang tidur,” jawabnya ngasal. Ia tak tahu pasti Hazel benar-benar tidur atau hanya mengistirahatkan tubuhnya di sofa.
“Aku akan memeriksanya,” ucap Jacob kemudian melangkah masuk ke ruangan Hazel dengan cepat.
Edgar langsung berdiri dan menyudul Jacob, ia merasa tak baik membiarkan keduanya berada di ruangan yang sama berdua saja. Ya walaupun Edgar biasanya juga berdua saja bersama Hazel di dalam ruangan itu. Tapi untuk Jacob, Edgar memiliki kecualian.
Kedua mata Edgar menatap nyalang ketika Jacob terlihat sedang membelai pipi Hazel lalu menyingkirkan rambut-rambut Hazel yang menghalangi wajah. Edgar tidak suka melihatnya.
“Nanti dia bangun, Tuan,” interupsi Edgar.
Jacob menarik kembali tangannya karena ia tak ingin gadisnya terbangun. “Sepertinya dia sangat kelelahan,” ucap Jacob pelan nyaris berbisik.
“Sebaiknya anda pulang sekarang,” kata Edgar bermaksud mengusir, namun ia menetralkan nada suaranya agar tidak terdengar seperti usiran.
Lelaki yang berjongkok di sebelah Hazel tampak berpikir kemudian berdiri. “Nanti dia pulang jam empat bukan?” tanyanya memastikan.
Edgar mengangguk. “Iya.”
“Baguslah, nanti aku akan menjemputnya. Jadi kau pulang saja duluan, Ed,” pungkas Jacob sekenanya.
Edgar merasa tidak suka dengan perintah Jacob, ia berdehem. “Sepulang dari sini Nona Hazel akan ke suatu tempat, Tuan. Jadi dia tidak akan pulang bersama anda,” ucapnya datar.
Dahi Jacob mengerut, ia merasa kurang suka dengan raut wajah yang ditampilkan Edgar sekarang. “Aku bisa mengantarnya ke mana pun yang ia mau.”
Edgar bersikukuh menggeleng. “Pagi tadi Nona Hazel mengatakan pada saya kalau saya harus menemaninya,” dusta Edgar.
Jacob menghela napas. “Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu.” Dengan berat hati Jacob berjalan meninggalkan ruangan kerja Hazel.
Setelah pintu ruangan ditutup rapat, tatapan Edgar beralih menatap Hazel yang tidur dengan posisi menyamping.
Edgar sadar, ada yang aneh dengan dirinya. Terlebih pada hubungan Hazel dan Jacob yang sangat ia benci. Ia tak tahu alasannya mengapa, tapi ia sangat suka jika sedang berjalan menemani Hazel ke mana pun gadis itu mau.
Edgar menghela napas berat, ia berjalan memutari sofa lalu berhenti tepat di hadapan Hazel. Perlahan ia berjongkok. Kedua netranya menatap lekat wajah polos Hazel ketika tidur.
“Apa yang telah kau lakukan padaku?” ujarnya pelan, nyaris seperti bisikan.
***
Sore harinya...
Setelah tertidur selama satu jam, Hazel kembali bekerja ketika Ansel membawakannya beberapa laporan. Dan kini jam sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya ia pulang. Beberapa karyawan lain pun sudah meninggalkan kantor beberapa menit lalu, hanya meninggalkan sedikit karyawan saja lagi.
“Karena makan malam akan disiapkan oleh Emma, jadi aku bisa bersantai sedikit,” gumam Hazel pada dirinya sendiri.
“Pulang langsung, Nona?” Edgar memutar tubuhnya ke belakang.
Hazel yang baru saja masuk ke dalam mobil tidak langsung menjawab. “Em, aku ingin ke cafe Aicy. Ice cream di sana sangat terkenal dan aku belumpernah mencobanya.”
“Kita ke sana dulu?” tanya Edgar memastikan.
“Em, enggak dulu deh. Sepertinya pergi ke cafe itu lebih baik bersama Jacob besok,” tutur Hazel yang sukses membuat diri Edgar jengkel.
“Sekarang saja, Nona. Lebih enak dicoba dari sekarang dari pada ditahan-tahan. Lagi pula, review di internet, es krimnya sangat menggiurkan,” pungkasnya.
Hazel seakan terpengaruh oleh ucapan Edgar lantas mengangguk. “Ya udah, kita ke sana sekarang.”
Edgar tersenyum, dengan senang hati ia melajukan mobilnya menuju cafe Aicy, yang belum lama ini buka.
Lima belas menit kemudian, mobil mereka tiba di depan cafe. Ternyata bisa drive thru juga untuk pelanggan yang ingin menikmati es krimnya di perjalanan.
“Turun masuk ke cafe atau drive thru, Nona?”
“Turun saja.”
Edgar memarkirkan mobilnya dengan cepat lalu keluar, ia memutari mobil kemudian membukakan pintu untuk Hazel.
Keduanya berjalan masuk ke dalam cafe. Pengunjung cafe sangat ramai, untung saja cafe ini luas dan terdapat dua lantai. Hazel memilih es krimnya berserta topping, ia mengatakan pesanannya pada Edgar dan meminta lelaki itu yang memesan. Jika antrian tidak ramai, mungkin Hazel akan melakukannya sendiri. Ini karena ramai saja, ia menyuruh Edgar.
“Itu saja, Nona?”
“Em, minta sirup strawberry dituangkan di atas es krimnya juga,” balas Hazel.
Edgar mengangguk paham lalu mengambil antrian.
“Aku akan menunggu di atas, okay?”
Lagi-lagi Edgar mengangguk. Membiarkan gadis itu lebih dulu naik ke lantai atas.
Ketika menginjakkan kakinya di lantai dua, Hazel sediki terkesima dengan pemandangan dari lantai atas ini. Ia bisa melihat sebuah kolam ikan di bawah dengan air mancur mini. Selain itu, ada pohon tinggi yang rindang pula, pohon yang menghambat sinar matahari masuk ke suatu sisi.
Seperti gadis kebanyakan, Hazel mengeluarkan ponselnya dan memotret beberapa bagian yang tampak aesthetic. Ia berencana akan menyuruh Edgar untuk memotretnya nanti.
Sepuluh menit kemudian Edgar datang dengan nampan yang berisi dua cup es krim dan juga beberapa lembar tisu.
Hazel menggeser es krim miliknya dan menatanya bersama es krim milik Edgar. Ponsel pintarnya ia keluarkan lagi dan memotret dessert manis itu.
“Ed, tolong fotokan aku,” pinta Hazel, menyerahkan ponselnya pada Edgar.
Pria itu melakukan apa yang Hazel suruh, memotret Hazel di beberapa sisi dan angle yang bagus. Ketika sudah mendapatkan beberapa foto yang bagus, barulah Hazel berhenti meminta difoto.
“Mari kita cicipi es-nya.” Hazel meletakkan ponselnya asal di atas meja, ia mencicipi langsung dessert dingin dan bertekstur lembut itu.
Diam-diam, Edgar mengeluarkan ponselnya lalu memotret Hazel tanpa gadis itu ketahui. Kedua sudut bibir Edgar mengembang tipis ketika berhasil mendapatkan satu foto Hazel.
Dan tanpa mereka berdua sadari, seseorang menatap mereka dengan geram dan mata yang nyalang. Kemarahan tampak jelas di mata orang itu, dan tangannya terkepal kuat menatap Hazel dan Edgar secara bergantian.
***
to be continued...