Sudah satu bulan lamanya Hazel dan Jacob menjalin hubungan, dan di hari tiga puluh bertepatan dengan ulang tahun Yumna dan Jacob berencana akan mengenalkan Hazel sebagai kekasihnya pada keluarga besarnya yang akan hadir di acara ulang tahun Yumna.
Jacob menjemput Hazel pagi-pagi sekali, lelaki itu akan mengantar gadisnya ke perusahaan. Sedangkan Edgar berada di mobil terpisah.
"Nanti malam jam tujuh aku jemput," kata Jacob melirik Hazel sesekali di sebelahnya.
Hazel mengalihkan pandangannya dari iPad lantas mengangguk. "Aku akan menunggunya."
Tak lama kemudian, mobil Jacob berhenti di depan kantor. Hazel bergegas memasukkan kembali iPad-nya ke dalam tas lalu turun.
Gadis itu merundukkan badannya sedikit, kaca mobil terbuka. "Terimakasih sudah mengantarku. Kau juga semangat bekerja!" kelakar Hazel mengepalkan tangan kanannya ke atas menyemangati.
Jacob terkekeh kecil lalu mengangguk. "Kau juga semangat!"
Interaksi keduanya disaksikan oleh Edgar yang berada di dalam mobil tepat di belakang mobil Jacob. Pria itu berdecih pelan lalu memarkirkan mobilnya setelah melihat Hazel masuk ke dalam.
Edgar tidak tahu apa yang terjadi padanya belakangan ini, yang jelas ia sangat tidak suka dengan hubungan Hazel dan Jacob yang kian romantis saat ia perhatikan.
Entah kenapa, itu membuatnya panas.
***
Ansel dan Hazel berjalan beriringan selepas keluar dari ruangan meeting. Keduanya berjalan menuju mesin kopi dan membeli minuman tersebut.
"Bagaimana hubunganmu dengan Jacob?" tanya Ansel santai, tangannya bergerak mengambil kopi dalam bentuk kalengan yang baru saja keluar dari mesin. Pria itu menyodorkan kopi pertama untum Hazel.
Hazel menerima kopi itu. "Baik-baik saja. Kau kapan?"
Pergerakan Ansel hendak mengambil kopi untuknya sendiri berhenti. Ia menoleh ke Hazel. "Apa maksudmu?"
Hazel menyeringai. "Kapan punya kekasih? Jomblo terus," ujarnya dengan nada mengejek.
Ansel mengumpat pelan. "Yang harusnya kau tanya itu Gabriel, bukan diriku. Gabriel sejak embrio bahkan tidak pernah berkencan! Dialah jomblo sejati," sahutnya jengkel.
Hazel tertawa lepas mendengar hal itu, apa yanh diucapkan Ansel memang benar adanya.
"Tapi kak Gabriel di rumah, aku selalu lupa nanyanya. Lagi pula, kau sendiri yang memulai topik ini," ujarnya enteng.
Ansel mendengus keras, ia mulai berjalan kembali. "Terserahmu lah!"
"Oh iya, ada yang ingin aku tanyakan padamu!" Hazel berlari kecil agar langkahnya sejajar dengan Ansel.
"Apa?" tanya Pria itu malas.
"Biasanya apa yang disukai pria? Aktivitas apa yang kaum kalian suka lakukan ketika kencan?" tanyanya, nada suara Hazel terdengar sedikit ragu sebab ia sendiri tak yakin apa pantas menanyakan ini pada Ansel atau tidak.
Ansel menyeringai. "Yang dilakukan pasangan saat kencan? Kissing or s*x, that's what i know."
Refleks Hazel memukul pundak Ansel, ia merasa menyesal menanyakan itu pada sahabat Gabriel. Karena jawabannya sungguh di luar ekspektasinya. "Jawabanmu sungguh sangat buruk!" cetusnya.
Ansel mengusap-usap pundak bekas pukulan Hazel, ia merengut. "Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Lagi pula, otak laki-laki tidak jauh dari hal seperti itu."
Hazel menutup telinga kemudian berjalan cepat. "Sia-sia aku bertanya padamu!"
Ansel terbahak, ia menatap Hazel yang berjalan kian menjauh hingga tak terlihat lagi hingga masuk ke lift.
"Apa lihat-lihat?" sentak Ansel ketika ada pegawai wanita yang memperhatikannya.
Wanita itu tampak salah tingkah lalu menggeleng. "Tidak, Tuan. Maaf." Wanita itu buru-buru menjauhi Ansel.
***
Hazel menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya yang besar dan empuk. Kursi itu ia putar sembari sesekali mengetukkan jarinya di meja.
Edgar yang duduk di sofa hanya memperhatikan Hazel yang tampak berpikir keras. Sejujurnya ia penasaran apa yang sedang dipikirkannya Hazel, tapi ia mencoba untuk menahan diri.
"Ed," panggil Hazel.
"Iya?"
Hazel berdehem singkat. "Aku ingin bertanya, tapi aku tidak tahu ini pantas untuk ku tanyakan atau tidak."
Edgar menyimak lalu mengangguk. "Tanyakan saja, Nona."
"Ansel bilang, sepasang kekasih kalau sedang kencan mereka akan melakukan hal yang tidak-tidak, apakah itu benar?" Kedua pipi Hazel merona setelah melontarkan pertanyaan konyolnya.
Sedangkan Edgar, menatap Hazel heran. "Hal yang tidak-tidak apa maksudnya, Nona?"
Hazel berdehem lagi, menghilangkan rasa gugupnya yang tiba-tiba muncul. "Hal yang dilakukan suami istri."
Edgar menggaruk kepala belakangnya. Ia sedikit tak percaya Hazel menanyakan hal ini dengan berani. "Kebanyakan seperti itu, Nona."
Wajah Hazel berubah pias. Ia jadi horor sendiri dengan hubungan bersama Jacob. Apakah Jacob akan berbuat macam-macam padanya? Apakah sebaiknya ia akhiri saja hubungan mereka?
Melihat wajah Hazel yang tampak berpikir keras, Edgar kembali bersuara. "Tidak semua juga, Nona. Ada juga yang menjalin hubungan sehat, hingga menikah dan barulah melakukan hal itu."
Kalimat Edgar barusan, membuat Hazel bernapas lega. Yang dikatakan Edgar benar, kenapa tak terpikirkan olehnya tadi?!
"Ya, kau benar. Jadi aku tidak perlu khawatir dan memutuskan hubunganku dan Jacob," ujar Hazel lega.
Di dalam hati, Edgar mengumpat. Seharusnya ia menakut-nakuti saja Hazel, selagi gadis itu masih polos dan tidak terlalu paham dengan urusan percintaan. Kalau saja ia takut-takuti gadis ini, kemungkinan besar saja Hazel akan memutuskan Jacob.
Rasanya Edgar menyesal. Menyesal tidak menakut-nakuti Hazel.
***
Sepulangnya dari kantor, Hazel menyuruh Edgar menuju restaurant sushi. Rasa lapar menggerogotinya dirinya, dan tiba-tiba ia ingin memakan sushi.
Konsep restaurant nya, terdapat berbagai jenis sushi yang berjalan di sebuah lintasan khusus. Jadi pembeli bisa mengambil sushi itu langsung dan akan, dan mencatat sediri sushi apa yang dimakan agar ketika membayar akan terasa lebih mudah menghitung jumlahnya.
"Kau makan juga, Ed. Aku tahu, kau pasti lapar juga," tutur Hazel sebelum memasukkan sushi tuna ke dalam mulutnya.
Edgar mengangguk, ia mengambil sushi yang menggugah seleranya.
"Oh iya sebentar, aku akan memesan tiga kotak lain untuk kak Gab dan yang lainnya," kata Hazel, ia berdiri dan meninggalkan Edgar.
Sepeninggalan Edgar, seorang wanita tiba-tiba menghampiri Edgar. Wajahnya terlihat sangat sinis.
"Aku lihat, kau sangat mendalami peranmu," sinis wanita itu.
Kepala Edgar menoleh ke kanannya. Rahangnya mengeras ketika melihat Eliana lah yang menghampirinya.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Edgar dengan raut tak senang.
"Ini tempat umum, terserahku berada di mana saja," sahut Eliana.
Edgar melirik ke arah kasir, Hazel masih tampak sibuk memesan sushi untuk di bawa pulang. Tatapan Edgar kembali menatap adiknya. "Pergilah sekarang, Eliana."
"Kenapa? Kau takut ketahuan, kak?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Edgar mengumpat pelan, melihat Hazel sudah berjalan menuju meja mereka.
Belum sempat Edgar mengusir Eliana lagi, Hazel sudah tiba.
Kedua manik Hazel menatap wanita yang di samping mejanya dan Edgar, tatapan gadis itu beralih ke Edgar dan bertanya lewat matanya menanyakan siapakah wanita ini.
"Hai, aku Eliana." Dengan senyum dibuat semanis mungkin, Eliana mengulurkan tangannya.
Hazel dengan canggung membalas jabatan tangan Eliana. "Aku Hazel. Em, kenalan Edgar, ya?" tebaknya.
Eliana mengangguk cepat. "Ya ... begitulah."
Edgar melemparkan tatapan mautnya pada Eliana dan untungnya disadari oleh wanita itu.
"Nikmati makan sore kalian, aku pergi dulu. Senang bertemu denganmu, Hazel."
Hazel tersenyum dan mengangguk. "Ya, senang juga bertemu denganmu. Hati-hati ya."
Setelah kepergian Eliana, Hazel duduk dengan nyaman kembali di kursinya.
"Ternyata kau memiliki teman juga, ya? Aku kira tidak, soalnya dari pengamatanku selama ini, tampaknya kau susah bergaul. Terlebih saat pertama kali kita bertemu, kau tampak suram dan dingin Ed," celoteh Hazel kembali menikmati sushi nya dengan santai.
Entah itu hinaan atau cibiran, biasanya Edgar akan marah mendengarnya. Namun ini tidak sama sekali, ia tidak mempermasalahkan penilaian buruk dari Hazel padanya yang diungkapkan secara terang-terangan.
"Saya memiliki beberapa teman," balas Edgar singkat.
Hazel hanya mengangguk mengiyakan. "Ya, tidak mungkin juga kau tidak memiliki satu orang teman di dunia ini."
Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu kembali menikmati makanan masing-masing. Secara alami, kedua mata Edgar sesekali melirik Hazel yang tampak sangat menikmati Nigiri di depannya. Dan Hazel sama sekali tidak menyadari bahwa Edgar curi-curi pandang ke arahnya.
***
tbc...