Chapter 46

1034 Kata
Detik demi detik berlalu, berganti kan menjadi menit hingga jam. Gabriel, Edgar, Ansel dan Yumna berdiri di luar ruangan di mana Hazel sedang ditangani oleh tim medis. Dokter belum keluar dari ruangan tersebut, begitu pula dengan Jacob. Di lantai atas sana, Jacob masih ditangani. Mereka semua tak henti-hentinya memanjatkan doa pada Tuhan dan berharap keduanya baik-baik saja. Mata Edgar menatap nyalang pintu yang tertutup rapat, tatapannya tidak teralihkan dari pintu itu. Lelaki itu menghela napas panjang. Ia sangat khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu. Hingga mata Edgar membulat melihat pintu terbuka dan menampilkan sosok dokter. Dengan langkah lebar, Edgar menghampiri dokter laki-laki itu dan Gabriel mengikutinya. "Apa semua baik-baik saja, Dok?" tanya Edgar cemas. Dokter itu tersenyum dan mengangguk. "Tidak ada hal yang serius terjadi pada Nona Hazel. Luka-lukanya sudah diobati, kepalanya yang bocor pun sudah di jahit. Saat ini pasien masih belum sadarkan diri, tapi ia sudah bisa menempati ruang inap." Seketika semuanya menghela napas lega mendengar kondisi Hazel. "Syukurlah. Terimakasih, Dok," kata Gabriel. Dokter itu mengangguk dan pamit undurkan diri. Gabriel menjalankan kursi rodanya menuju pintu ruangan yang masih tertutup. Matanya menatap sosok adiknya yang terbaring lemah di bangsal. "Yumna, apakah sudah ada kabar dari Orangtuamu?" tanya Ansel. Yumna menggeleng. "Belum ada." Ansel tampak berpikir sejenak. "Ayo ke lantai atas, aku akan menemanimu. Setidaknya kau harus tau kondisi kakakmu, jangan takut." Yumna menghembuskan napas lalu mengangguk. "Okay." Keduanya pamit pada Gabriel dan Edgar, mereka berjalan menuju tangga. Kepala Edgar kembali menoleh menuju pintu ruangan yang dibuka. Bangsal Hazel tampak di dorong keluar. "Kita akan memindahkan pasien ke ruang inap," kata salah satu perawat laki-laki yang mendorong bangsal itu. Gabriel menganggukkan kepalanya. Edgar mendorong kursi roda Gabriel mengikuti bangsal Hazel yang di dorong tersebut. Sesampainya di sebuah kamar VVIP, para perawat itu melakukan pekerjaannya memeriksa infus dan lain-lain. Setelah itu mereka pergi dari kamar Hazel dan memberi pesan bahwa di malam hari Dokter akan kembali memeriksa keadaan Hazel. Kursi roda Gabriel di dekatkan pada bangsal Hazel. Pria itu menggenggam tangan Hazel lalu mengelus punggung tangannya. "Cepatlah bangun, Hazel," bisik Gabriel kemudian mencium punggung tangan sang adik. Edgar menatap wajah Hazel dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Ed, sepertinya untuk ke depan kau memang harus meningkatkan penjagaan pada Hazel agar hal ini tidak terjadi lagi," kata Gabriel dengan suara serak. "Baik, Tuan. Maaf saya telah lalai sebelumnya." Gabriel hanya menganggukkan kepalanya. "Ini sudah takdir. Aku harap penyelidikan tentang kecelakaan ini segera selesai dan jika memang ada yang menyabotase mobil Jacob, pelakunya harus tertangkap." "Ya, Tuan. Saya harap juga begitu." *** Dokter sudah sangat berusaha menolong Jacob, sudah semua kemampuan mereka kerahkan. Terjadi pendarahan darah di otak yang mengharuskan para dokter mengambil tindak operasi. Operasi telah berhasil dilakukan, hanya saja Jacob dinyatakan koma. Lelaki itu di haruskan tetap berada di ruangan ICU karena harus dalam perawatan intensif. Para polisi pun sudah menemukan penyebab kecelakaan. Rem di mobil tersebut terputus, dan ada yang aneh pada mobilnya. Seseorang ada yang mengendalikan mobil tersebut, semua terungkap jelas oleh para polisi. Saat ini, pelaku sedang dicari. CCTV di sekitar studio pun diambil, dan memang di CCTV itu memperlihatkan hal yang mencurigakan. Beberapa orang bertopeng mendekati mobil Jacob dan mengotak-atik bagian depan mobil. Wajah mereka tidak terlihat, dan sialnya memang saat itu tidak ada yang melihat mereka. Posisi mobil Jacob saat itu di sudut dan keadaan sekitar lumayan sepi. Alhasil proses pencarian akan membutuhkan waktu yang lama karena identitas pelaku tidak diketahui. Tidak terdapat sidik jari pelaku di mobil itu. Para pelaku memang bermain cukup rapi, mereka memakai sarung tangan agar sidik jari mereka tidak menempel di bagian mobil Jacob yang telah mereka pegang. Hanya harapan dan doa lah yang dapat dilakukan untuk kesadaran Jacob. Dokter tidak bisa memprediksi sampai kapan Jacob koma. *** Pada pukul delapan malam, kedua kelopak mata Hazel perlahan terbuka. Gabriel tertidur di sisi kanan bangsal dengan posisi duduk di kursi rodanya. Sedangkan Edgar terus mengawasi Hazel dari sofa. Ketika melihat mata Hazel yang terbuka, Edgar berdiri dengan sigap dan menghampiri gadis itu. "Ssshhh," ringis Hazel seraya memegang kepalanya yang berbalut oleh perban. "Jangan bangun dulu, Nona." Edgar menahan bahu Hazel saat gadis itu mencoba untuk duduk. Hazel hanya menatap Edgar, lalu tatapannya turun ke samping kanannya di mana Gabriel masih terlelap. Edgar menekan tombol di samping bangsal Hazel. Tak lama setelah itu seorang dokter dan perawat datang. "Selamat malam," sapa dokter laki-laki yang bernama Keenan itu. "Malam, Dok." Edgar menyahut. Dokter itu mulai memeriksa keadaan Hazel, beberapa pertanyaan dilayangkan oleh Dokter itu dan di jawab baik oleh Hazel dengan suara yang serak. "Bagus, saat ini kondisi anda cukup baik. Tidak ada hal yang serius, hanya saja luka-luka anda membutuhkan waktu untuk sembuh," kata Dokter Keenan. Hazel diam membisu. "Baik, Dok. Terimakasih," kata Edgar. Dokter itu pamit bersama dengan perawat wanita itu. "Ada yang anda butuhkan, Nona?" tanya Edgar karena Hazel menatapnya terus menerus. Hazel memegang lehernya dengan gerakan pelan. Edgar seolah mengerti, dan langsung mengambil air mineral di atas nakas. Dengan penuh kehati-hatian, Edgar membantu Hazel untuk duduk. Pria itu memegangkan gelas untuk Hazel. Saking hausnya, Hazel meneguk air itu hingga tandas tak bersisa. Edgar menarik gelas itu kembali dan meletakkannya di atas nakas. Lelaki itu mengambil sebuah tisu dan mengelap ujung bibir Hazel yang basah. Edgar membaringkan Hazel dengan hati-hati lagi. "Anda lapar?" tanya Edgar. Hazel menggeleng. "Jam berapa ini, Ed?" "Jam delapan malam," jawab Edgar. "Jacob bagaimana? Keadaannya baik-baik saja bukan?" tanya gadis itu dengan suara serak. Sejenak, Edgar membisu. Ia menatap Hazel ragu. "Em, ya. Tuan Jacob baik-baik saja. Dia ada di kamar yang terpisah," dustanya. "Syukurlah kalau begitu." Hazel menghela napas lega. "Ed, kau pindahkan saja kak Gab di sofa. Tidur dengan posisi duduk sangat tidak nyaman," ucap Hazel melirik Gabriel yang masih terlelap. Edgar mengangguk. Ia mengangkat tubuh Gabriel dan memindahkan di sofa yang besar, sofa itu tampak seperti kasur mini. Setelah memindahkan Gabriel, Edgar menarik kursi tunggu dan duduk di sebelah bangsal Hazel. "Tidurlah, saya akan menjaga anda." Dengan berani Edgar mengusap-usap puncak kepala Hazel. Hazel mengangguk lemah. Perlahan kedua mata gadis itu tertutup. Tangan Edgar masih mengelus puncak kepala Hazel sampai ia mendengar dengkuran halus dari gadis itu, pertanda Hazel sudah memasuki dunia mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN