Chapter 47

1128 Kata
Keesokan harinya... Keadaan Hazel berangsur pulih, jika kemarin ia sangat lemas, sekarang gadis itu sudah sedikit lebih bersemangat. "Setelah aku sarapan, bolehkah aku ke kamar inap Jacob?" tanya Hazel pada Gabriel. Gabriel terdiam sejenak, ia melirik Edgar yang juga diam. "Tidak. Dokter mengatakan Jacob tidak boleh dibesuk," ucapnya ngasal. Dahi Hazel mengerut dalam. "Kenapa?" "Kondisi anda belum benar-benar fit, Nona. Anda baru saja bangun tadi malam, jangan keluar dari kamar ini." Kali ini Edgar menyahut, membantu Gabriel yang kebingungan menjelaskannya. Hazel mendesah kecewa. "Baiklah, besok kondisiku akan lebih baik, jadi aku bisa menjenguknya. Tapi biarkan aku tahu, kondisi Jacob benar-benar baik bukan?" "Iya," dusta Gabriel. "Sekarang kau habiskan sarapanmu, jangan banyak bicara," lanjut lelaki itu. Hazel mengangguk menurut, ia melanjutkan sarapannya. Setelah sarapan, Dokter Keenan datang untuk memeriksa keadaan Hazel. Karena kondisi Hazel sudah baik dan hanya perlu memulihkan luka dan meningkatkan daya tahan tubuh, Dokter Keenan hanya memperingatkan Hazel untuk tidak berpikiran yang berat-berat dan jangan banyak beraktivitas, setelah itu sang Dokter keluar dari kamar Hazel. *** Di siang harinya... Gabriel bersama Ansel pergi ke kantor, sedangkan Hazel dijaga oleh seorang suster yang Gabriel perintahkan karena Edgar pun sedang pergi keluar. Edgar menghubungi Aditama dan Eliana, meminta keduanya agar berkumpul karena ada yang ingin ia tanyakan. Tentu saja ini terkait kecelakaan kemarin. Edgar mencurigai Eliana, dan ia harus memastikan terlebih dahulu apakah kecurigaannya benar atau tidak. Mobil Dedrick tiba di depan Mansion milik Aditama. Edgar segera turun dan menyuruh Dedrick untuk menunggunya, karena ia tak akan lama. Dengan langkah santai, Edgar memasuki mansion. Di ruang keluarga, ia sudah melihat Aditama dan Eliana. "Ada masalah apa hingga kak Edgar menyuruh untuk berkumpul?" tanya Eliana dengan wajah ceria. Edgar duduk di single sofa, menunda menjawab pertanyaan dari Eliana. Tatapan Edgar mengarah ke Aditama yang duduk menyandarkan punggungnya dengan santai. "Jujur padaku sekarang Eliana, apakah kecelakaan yang dialami Jacob dan Hazel kemarin adalah ulahmu?" tanya Edgar datar. Mata Eliana terbelalak kaget, ia menatap Edgar tak percaya. "Kak Edgar menuduhku?" Edgar menggeram. "Aku tidak menuduh, hanya bertanya." Aditama hanya menyimak pembicaraan Edgar dan Putrinya. "Aku tidak mungkin melakukan hal itu, Kak!" elak Eliana. Tatapan Edgar beralih menatap Aditama. "Apa Papa mengetahui sesuatu?" Aditama menggeleng. "Papa tidak tahu apapun. Tapi kau jangan menuduh adikmu seperti itu, Edgar." Rahang Edgar mengeras, kedua maniknya menatap Eliana dengan tajam. "Kecelakaan Gabriel di Swiss beberapa waktu lalu adalah ulahmu. Jadi tidak salah jika aku mencurigaimu, Eli." "Beberapa waktu lalu kak Edgar juga sudah memperingatiku agar tidak macam-macam. Dan aku melakukan apa yang kakak minta. Dengan teganya sekarang kak Edgar menuduhku!" pungkas Eliana. Perlahan airmata keluar dari kelopak mata Eliana. Perempuan itu menangis menutup wajahnya seolah sangat tersakiti atas tuduhan Edgar. Aditama merangkul bahu Eliana. "Adikmu benar. Lagi pula Papa juga sudah menyuruh Eliana untuk tidak ikut campur. Sesuai dengan permintaanmu beberapa hari yang lalu. Jadi jangan menuduhnya lagi, Ed." Edgar menggeram kesal. "Lalu siapa pelakunya?!" "Yang jelas bukan adikmu. Karena dua hari ini Eliana dan Papa menghabiskan waktu berpiknik di rumah pohon belakang mansion. Teman-teman Eliana juga ikut. Kau bisa menanyakan pada mereka kalau tidak percaya," kata Aditama serius. Edgar kehabisan kata-katanya. Melihat dari wajah Aditama yang begitu serius, tentu membuatnya jadi percaya. "Sekarang minta maaf pada Adikmu," titah Aditama tegas. Edgar menghembuskan napas. "Maafkan aku yang telah mencurigaimu, Eliana." Eliana mengusap pipinya yang basah, ia tersenyum. "Tidak apa, kak. Aku memaafkanmu." Edgar berbincang sejenak dengan Aditama, membicarakan soal pekerjaan. Hingga satu jam kemudian ia pamit ingin pulang. Keluar dari mansion besar Aditama. Edgar masuk ke dalam mobil dan langsung mendapat protes dari Dedrick. "Kenapa anda lama sekali? Katanya hanya sebentar," protes lelaki itu. "Diam. Sekarang jalan ke markas," titahnya datar. Dedrick pun diam tak berkutik lagi, ia menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan mansion dan menuju markas seperti yang diperintahkan Edgar. Sesampainya di markas, Edgar menghidupkan sebuah komputer dan mengotak-atik di sana. Dedrick dan bawahan Edgar lainnya hanya menatap sang Bos dengan heran. Pasalnya wajah Edgar benar-benar serius mengotak atik komputer tersebut. Mereka tidak berani bertanya langsung pada Edgar, jadinya mereka hanya mengamati. Hingga sepuluh menit kemudian Edgar selesai. "Selidiki kecelakaan yang terjadi pada mobil Jacob kemarin sore. Pelakunya harus ditemukan seperti kalian menemukan pelaku yang menyabotase mobil Gabriel di Swiss beberapa bulan lalu," titahnya. "Kecelakaan Gabriel yang waktu itu, bukannya pelakunya adalah Eliana adik Bos sendiri?" tanya Dedrick. "Bisa jadi, pelakunya adalah orang yang sama," lanjut Dedrick yang diangguki tiga lelaki lainnya. "Aku berpikir seperti itu juga. Tapi Eliana mengatakan ia tidak melakukan apa-apa. Papa pun juga mengatakan hal seperti itu. Eliana tidak bersalah." *** Hazel memainkan ponselnya dengan bosan, sementara perawat wanita yang berjaga di dalam kamar Hazel duduk membaca buku. "Yena, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Hazel pada Yena, sang perawat. Yena menutup buku di tangannya. "Iya, Nona? Silakan." "Bagaimana keadaan Jacob? Dia baik-baik saja 'kan?" Wajah Yena tampak bingung. "Jacob siapa ya?" "Jacob Similian, dia tunanganku. Dia juga terluka saat kecelakaan itu. Dia baik-baik saja 'kan?" "Oh, pemuda itu ..." Wajah Hazel berseri. "Iya dia. Bagaimana keadaannya?" tanyanya dengan antusias. "Memprihatinkan, pemuda itu koma dan tidak tahu sampai kapan akan bangun. Hanya doa dan keajaiban dari Tuhan lah yang mampu membantunya," jawab Yena sendu. Tubuh Hazel menegang kaku, matanya membola mendengar penuturan Yena. Bertepatan dengan itu, pintu kamar dibuka dan menampilkan sosok Gabriel dan Edgar. Kedua mata Hazel menatap nanar pada dua lelaki yang baru saja tiba. Perlahan airmata merembes keluar dan isakan tangis pun terdengar. Gabriel menghampiri Hazel dengan panik. "Kenapa kau menangis, Zel? Apa ada yang sakit?!" Edgar pun ikutan panik, lelaki itu berdiri di sebelah kiri Hazel. "Apa butuh Dokter? Saya akan panggilkan." "Kenapa kalian berbohong?" tanya Hazel dengan serak. Kedua pria itu membeku. Gabriel menatap Edgar dengan cemas. Apa maksud Hazel? "Berbohong apa maksudmu?" tanya Gabriel mencoba tenang. "Keadaan Jacob. Dia tidak tidak baik-baik saja dan berada di ambang kematian!" teriak Hazel marah. Wajah Gabriel menjadi pias, ia tak nyangka Hazel akan mengetahuinya. "Anda tahu dari mana?" tanya Edgar. "Yena," jawab Hazel. Gabriel mengumpat pelan. Mata elang Edgar seketika menatap Yena yang duduk di sofa. Yena menatap kedua pria yang menatapnya tajam dengan takut. "Keluar kau sekarang," usir Gabriel. Karena tidak ingin berada dalam masalah, Yena buru-buru bangkit dan berjalan cepat meninggalkan kamar inap Hazel. Tangis Hazel semakin pecah, dan Gabriel langsung memeluk sang adik. Ucapan maaf datang dari mulut Gabriel. Gabriel mengucapkan maaf berkali-kali karena telah membohongi Hazel. Edgar hanya bisa diam mengunci mulutnya. Ia menatap Hazel dengan tatapan yang sulit diartikan. Hazel ... begitu khawatir dengan keadaan Jacob. Tapi kenapa hatinya merasakan sakit seperti ini? *** to be continued... tunggu love sampai 150 dulu baru up yah hehehe. biar cepet banyak love nya, bantu share cerita ini. Jangan lupa comments juga!^^ 1 Juni besok, ceritaku yg berjudul FUERZA akan aku update tiap hari. Jangan lupa baca yahhh
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN