Chapter 14

1218 Kata
Dua telah jam berlalu, Edgar masih dalam posisinya yang duduk di sofa. Jujur saja, b****g dan punggungnya sudah terasa pegal karena sangat tidak nyaman posisi tidur duduk seperti ini. Sisa kasur di sebelah Hazel seakan menggoda dirinya, mengajak ia untuk tidur di sana. Namun Edgar dengan cepat menggelengkan kepalanya dan menghilangkan pikiran negatif yang sempat terlintas. Ia tidak boleh tidur seranjang dengan Hazel. Karena bisa saja alam bawah sadarnya nanti mengambil kesempatan seperti memeluk ketika tidur. Ya, tidak boleh. Edgar berdiri, ia memilih berjalan-jalan mengelilingi kamar untuk menghilangkan suntuknya dan rasa pegal yang sedang mendera punggungnya. Karena tak bisa tidur lebih awal, Edgar meraih tas laptop miliknya. Ia mengeluarkan macbook-nya. Di waktu suntuk seperti ini, lebih baik ia bekerja. Selain menjadi bodyguard Hazel, tentunya Edgar masih menjalankan pekerjaannya yang sebelumnya. Edgar bekerja membantu Aditama. Jika Aditama mengurus perusahaan, maka Edgar bertugas mengurus dunia hitam yang Aditama dan ia geluti. Perdagangan senjata, rumah b****l, racikan racun yang mematikan, obat-obatan, dan banyak lainnya bagian yang di handle oleh Edgar. Tentunya semua usaha itu tidak hanya berjalan di London. Beberapa koneksi di berbagai negara lain juga telah tersebar. Edgar juga memiliki banyak anak buah di berbagai negara. Dan paling banyak adalah di Las Vegas dan Seattle. Teringat oleh sesuatu, Edgar meletakkan Macbooknya di atas meja lalu meraih ponselnya. Ia membuka daftar kontak dan mencari kontak berinisial A. A adalah orang suruhan terpercayanya. A alias Dedrick adalah bawahan pribadinya. Dedrick tidak bekerja pada Aditama, ia bekerja pada Edgar. Tentu ada beberapa hal yang Edgar urus dengan Dedrick tanpa sepengetahuan Aditama.s “Halo, Tuan?” Suara Dedrick yang berat mulai terdengar di pendengaran Edgar. “Ada pekerjaan untukmu. Cari tahu siapa pelaku yang menyabotase mobil Gabriel Austen, beritahu aku segera jika kau mendapati pelakunya. Dan tentunya ini pekerjaan rahasia, jangan memberitahu Aditama atau siapapun,” ujar Edgar panjang lebar. “Baik, Tuan.” Dedrick menyahut dengan patuh. Edgar mematikan sambungannya begitu saja. Edgar kembali menyelesaikan laporan pekerjaannya terkait rumah b****l di Irlandia. Satu jam berkutat dengan pekerjaan, akhirnya pekerjaan yang melelahkan telah selesai. Edgar mematikan macbook-nya lalu memasukkannya kembali ke tas khusus laptop. Edgar berdiri di sebelah ranjang, tatapannya menatap wajah lelap Hazel yang tampak polos. Lima belas menit tanpa sadar ia menghabiskan waktu hanya untuk berdiri seraya menatap wajah Hazel. Akhirnya Edgar memutuskan kembali ke sofa dan mencoba untuk tidur. Malam semakin larut. *** Sinar matahari memasuki celah-celah tirai kamar hotel yang tidak tertutup sempurna. Kedua kelopak mata Hazel bergerak pelan lalu terbuka dengan lebar. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk, ia memijit pelipisnya yang terasa sedikit pusing lalu matanya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Kamar yang ia tempati sedikit berbeda dari kamarnya yang kemarin. Tatapan Hazel beralih ke objek yang tidur di sofa. Kedua matanya terbelalak kaget melihat Edgar tidur di sana. Hei, kenapa ia berada di kamar Edgar?! Dengan wajah sayu Hazel kembali mengingat apa yang ia lakukan kemarin, dan ingatannya berhenti ketika berada di taksi. Setelah masuk ke dalam taksi ia tidak ingat apapun lagi. Kenapa Edgar tidak membangunkannya? Terlalu sibuk dengan pikirannya Hazel tak sadar jika Edgar sudah bangun. “Apa yang anda pikirkan?” tanya Edgar serak khas bangun tidur. Pria itu melakukan peregangan setelah tidur dari posisi yang tidak nyaman itu. Benar saja, pagi ini badannya sedikit pegal-pegal karena tidur dengan posisi duduk. Hazel tersentak kecil lalu menoleh pada Edgar. “Kenapa aku ada di sini?” tanyanya bingung. Kerutan samar tercetak di dahi mulusnya. “Karena di tas anda tidak ada kunci kamar, dan anda sangat susah dibangunkan. Tidur seperti orang mati saja,” dengus Edgar. Hazel menatap Edgar tidak percaya. “Benarkah?” “Apakah wajah saya terlihat sedang berbohong?” Edgar bertanya balik dengan nada datar. Hazel meringis pelan lalu menggeleng. “Tidak.” Kruyukkk... kruyukkk... Perut Hazel berbunyi dengan keras, terdengar hingga telinga Edgar. Kedua ujung bibir Edgar melengkung membentuk senyuman kecil. “Cucilah muka anda, setelah itu kita turun sarapan,” ucap Edgar. Hazel mengangguk patuh, gadis itu berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh giginya. Sebetulnya ia ingin mandi, tapi kamarnya tidak bisa dibuka seperti yang dikatakan Edgar. Alhasil ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi dengan sikat gigi hotel yang tersisa satu karena satunya lagi telah dipakai oleh Edgar. Setelah segar, Hazel melangkah keluar kamar mandi. Gantian giliran Edgar yang masuk ke dalam kamar mandi. Hazel meraih tasnya yang berada di lantai, tergeletak mengenaskan begitu saja di sana. Gadis itu mengeluarkan seluruh isi tas dan hanya mendapatkan dompet, ponsel dan charger. Kartu kunci kamarnya memang tidak ada di tas, padahal ia ingat betul kemarin sewaktu meninggalkan hotel ia memasukkan kunci kartu itu di tas. Tidak mau pusing, akhirnya Hazel meraih ponselnya. Decakan kesal keluar dari bibirnya ketika melihat sisa baterai ponsel. Sisa lima persen, palingan sebentar lagi mati. Hazel mendengus. Segera ia men-charger ponselnya selagi masih ada waktu. Tujuh menit kemudian Edgar keluar dari kamar mandi dengan kondisi yang sudah segar. “Jam berapa sekarang?” tanya Hazel pada Edgar. Edgar menaikkan sebelah alisnya, ia melirik ponsel yang sedang dicas di tangan Hazel. “Anda bisa melihatnya di ponsel anda,” sahut Edgar. Hazel menepuk dahinya. “Oh iya ya,” responnya seperti orang linglung. Ia melihat jam di lockscreen dan sudah menunjukkan hampir pukul sembilan pagi. Pantas saja ia sudah merasa lapar sejak tadi. “Ayo turun! Aku sudah sangat lapar sekarang,” ajak Hazel. Ia meletakkan ponselnya di nakas lalu berdiri. Edgar meraih ponselnya kemudian mengikuti langkah Hazel dari belakang. Sesampainya di restoran hotel, Hazel dan Edgar berpencar mencari makanan yang mereka ingin makan. Karena kelaparan sekali, Hazel langsung mengambil beberapa makanan yang tampak menggugah selera. Ketika sudah mendapatkan sepiring spaghetti carbonara, Hazel meletakkannya di meja, ia kembali berjalan mengintari tempat makan itu untuk mengambilk minuman dan roti bakar. Beda halnya dengan Edgar. Pria itu hanya mengambil seporsi makanan dan minumannya kopi hitam. Hazel dan Edgar sudah duduk di kursi masing-masing. Edgar menggelengkan kepalanya samar melihat porsi makan Hazel. “Belakangan ini porsi makan anda meningkat, ya?” komentar Edgar. Hazel mengangguk mengiyakan dengan cuek. Ia memasukkan spaghetti favoritnya ke dalam mulut. Edgar pun tidak bicara lagi, ia memakan makanannya dalam diam. *** Setelah sarapan, Hazel dan Edgar meninggalkan hotel. Tanpa menghubungi Martin untuk menjadi sopir ke rumah sakit, mereka memilih untuk menyetop taksi. Edgar cukuo terkejut ketika melihat sopir taksinya sama dengan kemarin malam. “Eh, Tuan lagi,” celetuk sopir taksi itu yang juga sadar bahwa penumpangnya adalah orang yang sama dengan yang tadi malam. Edgar hanya mengangguk singkat lalu ikut masuk setelah Hazel yang masuk lebih dulu. Dahi Hazel mengerut heran mendengar perbincangan singkat antara Edgar dan si sopir taksi. “Mau ke mana, Tuan?” “Rumah sakit yang kemarin,” jawab Edgar singkat. Sopir itu mengangguk dan kembali fokus ke arah depan. “Kebetulan Tuan, kemarin saya melihat kartu ini tepat di tempat bekas istri anda duduk kemarin,” ujar sopir itu. Tanpa memutar tubuhnya ke belakang, sopir itu menyerahkan sebuah kartu pada Edgar. Hazel melotot mendengar kata istri yang diucapkan si sopir. Sementara Edgar hanya berdeham lalu mengambil kartu yang ternyata adalah kartu kunci kamar Hazel. Berarti kartu kamarnya jatuh di taksi ini. “Terimakasih,” kata Edgar pelan. Hazel menatap Edgar menuntut penjelasan, namun Edgar pura-pura tidak melihat Hazel dan membuang pandangannya keluar jendela. Hazel mendengus kecil. Apa-apaan itu?! istri?  Ada yang bisa menjelaskan padanya apa maksud si sopir taksi tadi???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN