Chapter 41

1314 Kata
Berhari-hari berlalu, hingga tak terasa dua hari lagi adalah pertunangan Hazel dan Jacob. Kabar pertunangan mereka semakin menyebar luas ke media. Tak jarang ketika mereka berdua sedang keluar, ada seseorang yang mengikuti langkah mereka dan memotret kebersamaannya mereka ketika di luar. Berbagai jenis respon Hazel dan Jacob dapatkan dari netizen. Ada yang mendukung dan ada sebagian orang pula yang tidak mendukung. Mereka mengatakan Hazel tidak cocok dengan Jacob. Tapi omongan mereka tidak terlalu penting. Hazel dan Jacob sepakat mengabaikan komentar-komentar negatif tentang mereka berdua. Hari ini hingga empat hari ke depan, Hazel melakukan cuti. Pekerjaannya di handle oleh Ansel dan jika memang pekerjaannya sangat mendesak, Ansel membawakan berkas-berkas ke rumahnya. Lain halnya dengan Edgar, beberapa hari belakangan ini ia sangat tidak bersemangat. Tapi sebaik mungkin ia menyembunyikan apa yang tengah ia rasakan hingga tak ada yang tahu kecuali Dedrick. Karena ucapan Dedrick beberapa hari yang lalu, membuat Edgar semakin berpikir dan akhirnya apa yang dikatakan Dedrick ia akui. Edgar mengakui ia telah memiliki perasaan pada Hazel. Tapi ia yakin itu hanya sementara saja, karena cepat atau lambat gadis itu juga akan berakhir di tangannya. Edgar sudah meyakinkan dirinya akan bisa cepat melupakan perasaannya ini. "Ed, es krim di kulkas sudah habis. Ayo temani aku membelinya lagi," ajak Hazel. Ini adalah kali pertamanya Hazel mengajak keluar selain urusan pertunangan dan pekerjaan. Tidak bisa Edgar pungkiri, ia senang menerima ajakan itu. "Ayo, Nona." Dengan cepat Edgar menyambar kunci mobil di atas nakas ruang tamu. Edgar melajukan mobilnya menuju supermarket yang dulu sering mereka kunjungi untuk berbelanja bersama. Ketika sudah sampai, kedua masuk dan langsung menuju lemari pendingin. Hazel mengambil dua ember es krim dan meletakkannya di keranjang. Gadis itu beralih menuju rak-rak makanan ringan. Hanya dengan melihat bungkusnya saja, Hazel langsung membawanya masuk ke keranjang. Jika menarik, ia akan membelinya. "Ed, kau mau beli sesuatu?" tanya Hazel. Edgar menggeleng samar. "Tidak ada, Nona." "Baiklah ayo ke kasir!" putus Hazel. Edgar mendorong keranjang mereka menuju kasir. Beruntung antrian tidak terlalu panjang. Edgar menenteng plastik belanjaan mereka keluar dari supermarket. "Langsung pulang, Nona?" "Iya." Dalam hati Edgar mendesah kecewa. Ia ingin lebih lama lagi di luar bersama Hazel. Akhirnya untuk memperlama waktu, Edgar mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang lambat. "Omong-omong, sebentar lagi aku akan bertunangan. Aku sudah mendapatkan berbagai ucapan selamat, tapi tidak denganmu," celetuk Hazel. "Sejak tahu aku akan bertunangan, kau tidak ada memberi kata selamat," lanjut gadis itu. Edgar melirik Hazel di sebelahnya. "Selamat atas pertunangan anda yang akan berlangsung dua hari lagi." Hazel terkekeh. "Kau terdengar tidak tulus." "Apa kau takut kalau aku bertunangan dan menikah kau tidak bekerja lagi padaku?" Edgar hanya diam kemudian mengangkat bahunya karena ia tidak tahu harus merespon seperti apa. "Tenang saja. Kalaupun aku menikah nanti, kau akan tetap bekerja menjadi bodyguard ku. Kau suka?" Edgar mengangguk cepat. "Iya, suka." Suka anda, lanjut Edgar dalam hati. Edgar menggeleng-gelengkan kepalanya menyadari celetukan hatinya. Ia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya!! "Well, tapi kau tidak bisa bekerja padaku selamanya. Bagaimana pun juga suatu saat kau harus menikah bukan?" Edgar diam seribu bahasa. "Saya tidak berniat menikah," sahutnya enteng. Mata Hazel terbelalak. "Kenapa begitu? Kau pasti akan menikah, aku yakin itu. Lagi pula, hidupmu akan lebih berwarna jika bertemu dengan seseorang yang tepat." "Hm," hanya deheman singkat itulah Edgar keluarkan, pertanda ia tak ingin memperpanjang obrolan mengenai pernikahan. Sesampainya di mansion, Hazel mencegah Edgar turun. "Jangan turun dulu, aku masih ingin ke suatu tempat. Tapi aku harus meletakkan es krim ku di kulkas dulu," katanya. Alis sebelah kanan Edgar terangkat naik, namun ia tak protes. Pria itu membiarkan Hazel turun membawa plastik berisi es krimnya. Dengan cepat, Hazel kembali masuk ke dalam mobil. "Cepat sekali," komentar Edgar. "Bukan aku yang meletakkan ke kulkas, aku menyuruh Emma," balas Hazel. "Oh ... pantas." "Aku mau ke taman pusat Ed! Ingin refreshing melihat anak-anak dan rumput hijau," pinta Hazel. "Baiklah." Edgar melajukan mobilnya meninggalkan mansion. Taman pusat terletak tidak jauh dari mansion. Hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit saja memakai kendaraan. Di taman itu tentu banyak permainan anak-anak dan juga kursi taman yang panjang. Di sudut taman terdapat sebuah kantin yang menyediakan berbagai jenis makanan dan camilan. Hazel mengulas senyum lebar ketika melihat anak-anak berlarian menuju suatu perosotan. "Anak perempuan itu lucu sekali, pipinya seperti akan tumpah saking besarnya," komentar Hazel dengan gemas. Menatap seorang anak perempuan berusia sekitar tiga tahu sedang duduk memainkan boneka Barbie. "Ya, cukup lucu," sahut Edgar. "Ayo duduk di sana!" Hazel menunjuk sebuah kursi taman yang kosong. Edgar mengikuti langkah Hazel tanpa protes. "Sudah lama kita tidak jalan-jalan, Ed. Biasanya sepulang dari kantor kita akan mampir ke suatu tempat," ujar Hazel pelan. Edgar hanya diam. "Memiliki hubungan membuat duniamu akan teralihkan, Ed. Cobalah mencari pasangan, aku yakin kau akan menyukai aktivitas seru yang dilakukan pasangan-pasangan." Ucapan terakhir Hazel terdengar sedikit ambigu di telinga Edgar. Pria itu mendengus samar. "Aktivitas apa yang anda maksud? Ciuman atau hubungan intim?" "Astaga! Kenapa kau berpikir jauh seperti itu?!" pekik Hazel refleks memukul bahu Edgar. "Aktivitas bersama, makan bareng, chatting-an, menonton film, berbelanja dan lainnya." Edgar hanya ber-oh ria. "Saya kira bukan hal seperti itu." "Pikiranmu jorok sekali," tukas Hazel sarkas. "Saya laki-laki. Biasanya otak laki-laki tidak jauh dari hal seperti itu, wajar saya menebaknya seperti itu." Edgar menyahut dengan santai tanpa beban. "Terserahmu lah!" Lalu mereka kembali diam, pandangan Hazel lurus menatap anak-anak yang main. Sedangkan Edgar mencuri pandang menatap Hazel. Tanpa sadar Edgar menghela napas berat, dan itu di sadari oleh Hazel. "Kenapa kau menghela napas seperti itu?" tanya Hazel. "Apakah anda mencintai pasangan anda?" "Tentu saja," jawab Hazel tanpa ragu. Lagi, Edgar menghela napas berat. "Saya akan membeli minum di sana." Tanpa mempedulikan Hazel lagi, Edgar bangkit dan berjalan menuju sebuah toko. Edgar seolah melamun, ia bahkan tidak mendengarkan seruan Hazel di belakangnya. "Edgar! Tunggu, aku ikut!!" Edgar terus berjalan seolah tak mendengarkan Hazel. Pria itu menyeberang jalanan yang besar dan pandangannya lurus ke arah depan. Tiba-tiba seorang wanita paruh baya berseru dan menatap lurus ke arah Edgar pula. "Nona, awas!" Edgar menoleh ke belakang, mata lelaki otu membulat sebuah motor melaju kencang ke arah Hazel. Wait, Hazel?! Edgar berbalik dan berlari menghampiri Hazel yang berdiri kaku seolah pasrah dengan motor yang akan menabrak dirinya. Edgar mendorong lalu memeluk gadis itu hingga ke tepian jalan. Nyaris saja motor itu mengenai Hazel. Sialnya, motor itu tidak berhenti dan semakin mengencangkan laju motornya seolah kabur. Edgar menundukkan kepalanya menatap Hazel. "Apa yang anda lakukan?! Itu sangat berbahaya, menyeberang tidak melihat kanan kiri!" bentak Edgar. Tubuh Hazel bergetar, wajahnya tampak pucat. "A-aku hanya mengikutimu. Aku sudah memanggilmu tadi, tapi kau tidak dengar." Edgar tertegun melihat wajah pucat Hazel. Tiba-tiba tubuh Hazel luruh dan duduk di jalan. "Alu lemas sekali, hampir saja aku tertabrak," ucapnya pelan. Edgar menarik napas, ia berjongkok. Tanpa mengucapkan apa-apa, pria itu menggendong Hazel lalu menyeberang jalan. Edgar membawa Hazel ke toko tujuan awalnya tadi. Ia mendudukkan Hazel di kursi. "Sekarang anda sudah baik-baik saja. Saya pesan minum dulu." Hazel mengangguk lemah. Gadis itu meraba dadanya, memeriksa detak jantungnya yang masih berdegup dengan kencang pasca kejadian tadi. Hazel tidak tahu jika Edgar tidak berbalik dan menyelamatkannya. Mungkin sekarang ia sudah berdarah-darah dan tidak sadarkan diri. Sebuah botol air mineral muncul di hadapannya. "Minumlah," titah Edgar. Hazel menerima botol air yang sudah terbuka itu dan meneguk airnya. "Terimakasih sudah menyelamatkanku, Ed. Terlambat sedikit saja, aku tidak tahu apa yang akan terjadi." Airmata luruh bergitu saja keluar dari kelopak mata Hazel. Edgar menatap Hazel kasihan, gadis ini pasti masih syok. Refleks, pria itu menarik Hazel ke dalam pelukannya. "Tenanglah, anda selamat. Tidak terluka sedikitpun," bisik Edgar seraya mengusap punggung Hazel lembut. Hazel melingkarkan tangannya di tubuh Edgar. Wajahnya bersembunyi di d**a bidang Edgar. Ia beruntung selamat dari bahaya atau bahkan maut, dan semua itu karena Edgar. *** tbc... follow igku yahh: Kangnield (dm for follback)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN