Chapter 42

1138 Kata
Setelah Hazel tenang, Edgar membawa gadis itu menuju mobil. Pulang adalah pilihan terbaik saat ini. "Jangan katakan kejadian tadi pada kak Gab ya, Ed," ucap Hazel. Edgar menatap Hazel sejenak lalu mengangguk mengiyakan. "Iya." Sesampainya di mansion, keduanya turun. Hazel berjalan masuk lebih dulu dan wajahnya tampak murung. Edgar hanya menatap gadis itu. Edgar melanjutkan langkahnya memasuki mansion dan langsung menuju kamarnya. Ketika sudah berada di dalam kamar, Edgar mengambil kertas dan pena lalu ia memejamkan mata. Ia mencoba mengingat kembali plat motor yang ingin menabrak Hazel tadi. Ada yang janggal, ketika ia menyeberang saja tidak ada kendaraan, bahkan dari ujung jalan tidak terlihat kendaraan. Kenapa saat Hazel menyeberang ada motor yang melaju sangat kencang. Edgar menulis sejumlah angka dan huruf di kertas, itu adalah nomor plat kendaraan motor tadi. Edgar meraih ponselnya di saku celananya, ia mendial nomor Dedrick. "Halo, Tuan?" "Lacak plat motor xxxxx, laporkan padaku secepatnya!" titah Edgar. "Baik, Tuan." Setelah itu sambungan telepon terputus. Edgar melemparkan ponselnya ke ranjang. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang berkeringat dan terasa sangat lengket. Dua puluh menit berendam, akhirnya Edgar telah selesai. Ia memakai kos oblong seperti biasa dan juga celana jeans hitam panjang. Kaki panjang Edgar melangkah keluar dari kamar. Ia melihat Mansion yang begitu sepi, hingga Emma melintas di depannya. "Apa kau melihat di mana Nona Hazel?" "Dia ada di kamarnya," jawab Emma. Edgar mengangguk paham dan membiarkan Emma melanjutkan langkahnya. Edgar melirik tangga dan lantai dua. Karena penasaran ia memutuskan untuk naik ke lantai atas. Edgar menatap pintu kamar Hazel dengan ragu. Apakah ia akan mengganggu gadis itu nantinya? Persetan dengan terganggu. Ia lebih penasaran dan ingin melihat Hazel. Edgar mengetuk pintu kamar beberapa kali hingga akhirnya pintu bercat putih itu terbuka. "Ada apa, Ed?" Wajah Hazel tampak tak baik-baik saja. Wajah Hazel sepucat kertas. "Lupakan kejadian tadi. Ayo turun, Nona. Jangan berkurung di kamar, itu akan menimbulkan kecurigaan." Seolah percaya, Hazel mengangguk. "Aku akan membasuh wajahku dulu." Edgar mengangguk singkat. Dua menit Hazel membasuh wajah akhirnya gadis itu keluar. Keduanya menuruni tangga bersamaan. Edgar membawa Hazel menuju ruang keluarga, ia juga menghidupkan televisi untuk Hazel. "Saya akan ambil es krim anda dulu." "Terimakasih." Edgar mengayunkan kakinya menuju dapur dan kulkas. Ia mengambil satu ember es krim dan juga mangkuk kecil berserta sendok. Pria itu kembali menghampiri Hazel. Edgar meletakkan es krim di atas meja. "Menonton sambil makan es krim itu sangat enak Nona." Hazel mengangguk setuju. Ia mengambil mangkuk kecil itu dan memindahkan beberapa sendok es krim dari ember dan meletakkannya di mangkuk. "Kenapa mangkuknya hanya satu? Ambil juga untukmu, Ed. Kau juga akan menemaniku menonton 'kan?" "Baik, sebentar saya ambil dulu." Setelah mendapatkan mangkuk dan sendoknya. Edgar kembali, ia duduk lesehan di permadani dan mengambil beberapa sendok es krim. Hazel telah memutar film yang akan mereka tonton. Film itu pun terputar, hingga fokus mereka larut dalam film itu. *** Di lain tempat... Eliana menggeram kesal, ia melayangkan tinjunya ke wajah seorang pria yang ia beri tugas mudah. Tapi bodohnya pria itu tidak bisa melakukan tugasnya dengan benar. Bugh! "Harusnya kau buat Hazel itu sedikit lecet, setidaknya sebagai bentuk peringatan. Dasar tidak becus!" marah Eliana dan memukul pria itu lagi dengan brutal. Bugh! Bugh! "M-maaf, Nona. Tuan Edgar menyelamatkannya," ucap pria itu terbata-bata. "Kak Edgar?" Pria yang wajahnya sudah babak belur itu mengangguk lemah. "Iya, Nona." Eliana berteriak kesal. Kenapa pula Edgar menyelamatkan Hazel?! Hal ini membuatnya semakin kesal saja! "Tugas selanjutnya, aku tidak ingin mendengar kegagalan darimu lagi," peringat Eliana. Pria itu mengangguk patuh seraya menahan nyeri di kedua tulang pipinya. "Baik, Nona." *** Film berjudul Bait yang sangat memacu adrenalin itu pun akhirnya berakhir bahagia. Mereka semua selamat dari maut, dari ancaman para hiu. Seember es krim pun tanpa sadar telah habis tak bersisa oleh keduanya. Saking menikmati film dan es krim, mereka jadi tidak sadar bahwa ember es tersebut sudah kosong. "Apa yang akan kau lakukan jika kau berada di situasi seperti di film itu, Ed?" tanya Hazel. Edgar mengangkat bahunya. "Tentu saja menyelamatkan diri." "Ya itu sudah pasti sih," gumam Hazel. "Bagaimana dengan anda? Apa yang akan anda lakukan jika ada di sana juga?" "Menyelamatkan diri dan berlindung padamu, kan kau bodyguard ku," jawabnya lalu nyengir kuda. Edgar mendengus pelan. "Film apa lagi yang ingin anda tonton?" "Terserah, aku juga bingung." Edgar mengamati wajah Hazel dengan intens. Membuat Hazel jadi gugup sendiri. "K-kenapa menatapku seperti i-itu?" Kedua sudut bibir Edgar melengkung membentuk senyuman. "Wajah anda sudah tidak sepucat tadi, suasana hati anda kembali membaik," katanya. Beberapa detik Hazel terpana melihat senyuman Edgar, hingga ia sadar dan memukul pelan kepalanya. Tidak seharusnya ia terpesona dengan Edgar, memang sih pria ini tampan, tapi ia sudah memiliki Jacob! "Iya, aku baik-baik saja dan semua ini berkat dirimu. Terimakasih." Edgar merasa ponselnya bergetar di saku celananya. Ia meraih benda pipih itu dan membaca nama penelepon. Dedrick. "Saya permisi dulu, Nona." Hazel mengangguk, membiarkan Edgar pergi. Hazel memegang dadanya yang berdetak kencang. Gadis itu buru-buru menggelengkan kepalanya dan menyadarkan dirinya. Ia tak boleh salah tingkah atau terbawa perasaan pada Edgar. Ingat, ia sudah memiliki Jacob!! ** Edgar menutup pintu kamarnya dengan rapat lalu menjawab telepon dari Dedrick. "Apa kau sudah menemukannya?" "Sudah, Tuan. Motor itu milik seorang pria tua. Tapi saat di periksa ke rumah pria tua itu, pria tua itu mengaku motornya hilang sejak kemarin." Tangan Edgar terkepal kuat. Pasti seseorang yang memang ingin melukai Hazel sengaja memakai kendaraan orang lain agar tidak terlalu di curigai. "Baiklah, terimakasih atas informasinya. Kalau motor itu sudah ditemukan kabari aku. Pencuri itu harus ditangkap, dia hampir mencelakai Hazel." "Anda mencari pelakunya karena Hazel?" tanya Dedrick memastikan. "Ya..." Di seberang sana, Dedrick terkekeh geli. "Anda benar-benar sudah jatuh ke dalam pesona Hazel ternyata. Tapi anda harus ingat, apa yang anda ucapkan pada Tuan besar tempo lalu." Rahang Edgar mengeras mengingat pembicaraannya bersama Aditama. "Aku tahu. Lakukan tugasmu dengan benar." "Siap, Bos! Ada lagi?" "Tidak!" Setelah itu Edgar memutuskan sambungan sepihak. Edgar kembali memasukkan ponselnya ke saku celana dan mengayunkan kakinya keluar dari kamar. Di ruang keluarga, Hazel kembali memutar sebuah film. Edgar kembali duduk lesehan di permadani dan bersandar pada sofa tepat di sebelah Hazel. "Film apa ini, Nona?" tanya Edgar. "Tonton saja, kau akan tahu itu nanti," sahut Hazel. Edgar menguncinya mulutnya rapat-rapat dan memfokuskan perhatiannya pada film. *** Keesokan harinya... Edgar menerima kabar dari Dedrick bahwa motor pria tua itu sudah hancur tak berbentuk. Polisi pun mulai mengusutnya dan mencari pelaku yang melakukan ini semua. Kalau sudah begitu, Edgar sangsi sendiri pelaku akan ditemukan. Terpaksa Edgar menghentikan pencariannya. Pencuri itu, yang mencelakai Hazel ... mungkin kali ini ia selamat dari amarah Edgar. Tapi jika hal ini terulang lagi, Edgar akan pastikan siapapun yang menyakiti Hazel akan mendapat balasan yang mengerikan. Hanya ia yang boleh mencelakai Hazel. Walau ... ia sendiri merasa tidak yakin akan melakukan hal keji pada gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN