Seperti yang telah dijanjikan, hari ini mereka akan trip bersama Jacob dan juga Yumna.
Sekarang mereka semua sedang menikmati sarapan pagi, dan keberangkatan akan dilakukan satu jam lagi.
Mereka duduk di sebuah kursi dan meja panjang yang cukup untuk enam orang. Lagi-lagi Edgar duduk di sebelah kanan Hazel.
"Ke mana kita akan pergi nanti? Kau belum mengatakannya," ucap Hazel menatap Jacob yang duduk di seberangnya.
"The Pirates Bay," jawab Jacob cepat.
"Seriously? Di sini ada tempat seperti itu?!" tanya Laila tidak menyangka.
"Yup, karena aku tertarik makanya aku memilih tempat itu. Aku yakin kalian juga pasti akan menyukainya," ucap Jacob santai.
Hazel mengangguk paham, mereka kembali diliputi dengan keheningan.
"Ed, aku ingin roti bakar itu. Sepertinya lezat," pinta Hazel. Tangannya menunjuk ke arah lelaki pelayan restoran resort yang bertugas di stan roti bakar.
"Saya akan mengambilnya." Edgar berdiri dan berjalan menuju tempat roti bakar itu.
"Dia bodyguard mu 'kan? Aku lihat dia sangat irit bicara," komentar Jacob.
Hazel hanya mengangguk. "Ya, begitulah..." balasnya sekenanya.
"Dia hanya berbicara banyak pada Nona-nya," timpal Laila lalu terkekeh pelan.
Ketika Edgar kembali, tidak ada lagi yang bicara sepatah katapun lagi.
***
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari resort menuju The Pirates Bay, akhirnya mereka tiba.
"Wahh ... Ini sangat indah!" Hazel berdecak kagum ketika melihat tenda-tenda kecil dan juga ada sebuah kapal besar dan tinggi sekali.
Hazel menarik tangan Laila agar mengikuti dirinya. "Aku akan berjalan-jalan dengan Laila!"
Jacob tampak ingin protes, namun Hazel sudah lebih dulu berlalu pergi dengan menarik tangan sahabatnya.
Dengan langkah cepat, Edgar mengikuti Hazel. Bagaimanapun juga gadis itu harus selalu dalam pantauannya.
"Ayo berfoto, La!" ajak Hazel lalu mengeluarkan ponselnya.
Edgar melipat kedua tangannya di depan d**a. Memperhatikan Hazel dan sahabatnya yang ber-selfie ria.
Tatapan mata Hazel beralih menatap Edgar yang hanya diam. "Ed, apa kau juga ingin berfoto?"
"Tidak!" tolak Edgar datar.
Hazel mengangkat bahunya acuh dan berfoto ria lagi.
"Hazel... Ayo kita ke sana!" Laila menunjuk tepian pantai yang sangat jernih.
Melihat lokasi yang ditunjuk Laila tentu membuat Hazel jadi semangat. "Ayo!"
Hazel berjalan mendekati pantai, ia menutup kedua matanya dan menikmati sapuan ombak kecil yang mengenai kakinya.
Tiba-tiba Laila menyikut lengan Hazel, membuat gadis itu menoleh dengan tatapan bingung.
"Saka berdiri di sana, kurasa ini kesempatanku berdekatan dengannya. Tidak apa bukan, aku tinggal?" bisik Laila malu-malu.
Hazel melirik Saka yang berada di dekat batu besar, menikmati angin sepoi-sepoi di atas batu hitam yang besar.
Hazel mengibas-ngibaskan tangannya. "Tidak apa, good luck!"
Laila tersenyum, setelah mengacungkan jari jempolnya ia pergi meninggalkan Hazel.
Hazel kembali menatap hamparan laut lepas di hadapannya, sapuan ombak kecil pada kakinya dan juga angin yang bertiup dengan pelan. Sangat menenangkannya. Ia menutup kedua matanya kembali.
Rasanya begitu damai...
Edgar hanya menatap Hazel dari belakang, mengawasi apa yang sedang dilakukan gadis itu. Hingga matanya melotot melihat ombak datang dengan jumlah yang cukup bertambah dari yang sebelumnya.
Srett!!
Tiba-tiba Edgar menarik Hazel mundur, tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya. "Hati-hati!"
Hazel tersentak pelan, ia menatap ombak kecil tadi yang bertambah ukurannya. Tidak sekecil tadi.
"Aku akan hati-hati, sekarang lepaskan tanganmu di pinggangku."
Edgar berdeham pelan lalu melepaskan tangannya.
"Lebih baik kita ke sana, Nona. Yang lain sudah berkumpul di sana." Edgar menunjuk rombongan mereka yang sudah duduk di suatu kursi kayu panjang.
"Baiklah."
Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, hampir saja Hazel menabrak seorang pria yang sedang melintas di depannya. Kalau saja Edgar tidak menariknya mundur, mungkin ia akan menabrak punggung itu.
Sepertinya ia sedikit melamun saat berjalan tadi.
"Eh?" Hazel mengerjap beberapa kali, seolah mengenali sosok di depannya.
"Selamat siang Tuan Schulman, saya tidak menyangka akan bertemu dengan anda di sini," sapa Hazel dengan sopan.
Tentu ia mengenal Jason Schulman. Pengusaha sukses yang terkenal dan baru-baru ini telah menikah. Lagi pula Gabriel mengenal Jason, mereka terlibat hubungan kerja sama di kantor.
"Selamat Siang Nona Austen. Senang bertemu dengan anda. Ini istri saya, Leah." Jason memperkenalkan sang istri dengan ramah.
Hazel mengulurkan tangannya pada Leah. "Maaf tidak bisa hadir di pernikahan anda beberapa waktu lalu."
Jason mengangguk. "Saya mengerti. Saya turut berduka cita atas kejadian yang menimpa keluarga anda, Nona."
Leah mengangguk setuju atas ucapan suaminya.
Hazel tersenyum simpul. "Terimakasih. Sepertinya anda berdua sedang berbulan madu di kota ini."
"Benar. Bagaimana dengan anda? Anda ke sini bersama Gabriel?"
Hazel menggeleng, ia menunjuk meja tempat teman-temannya. "Saya bersama mereka dan juga bodyguard ku, Edgar."
Tatapan Jason menatap Edgar yang berdiri di belakang Hazel.
Entah perasaan Hazel saja, tatapan kedua lelaki ini datar dan dingin. Hingga Hazel melihat Jason tersenyum miring menatap Edgar.
Hazel mundur selangkah, ia menyikut lengan Edgar. "Ayo sapa dia," bisiknya.
Edgar menghela napas pelan. Pria itu menjulurkan tangannya dan di balas oleh Jason.
"Saya Edgar Addison, Tuan."
Masih dengan senyum miringnya, Jason membalas. "Jason Schulman."
Hazel menatap tautan tangan Jason dan Edgar yang tampak begitu erat. Entah perasaannya saja atau apa, ia berpikir mereka berdua telah mengenal satu sama lain.
Jason melepaskan tautan tangan mereka dan menatap Hazel kembali. "Kalau begitu saya dan istri pergi dulu, nikmati liburan anda."
"Iya, selamat menikmati liburan anda juga."
Lalu Jason dan Leah pergi.
Hazel menatap Edgar yang diam dengan raut wajah begitu datar. "Apa? Kenapa wajahmu begitu, Ed?"
"Apa maksud anda, Nona?"
"Wajahmu begitu datar. Dan kenapa aku merasa kau mengenali Jason Schulman?"
Edgar dengan cepat merubah raut wajahnya dan menampilkan ekspresi biasa saja agar tidak dicurigai lebih lama.
"Itu hanya perasaan anda saja. Saya hanya tahu Tuan Schulman karena pernah melihatnya beberapa kali di majalah dan koran. Dia pengusaha yang sukses," alibinya.
Hazel memegang dagunya, matanya masih memicing curiga. "Begitukah?"
"Iya, Nona. Lebih baik anda segera ke meja teman-teman anda."
Hazel menatap meja dan kursi yang ditempati temannya. Ada seorang pelayan pula di sana. Sepertinya mereka akan makan siang.
"Ya sudah, ayo!"
Hazel berjalan lebih dulu, meninggalkan Edgar yang menatapnya dengan tatapan dingin. Edgar memutar tubuhnya, mencari keberadaan Jason hingga ia melihat Jason duduk di salah satu kursi sembari menatapnya pula dengan seringaian.
Tangan Edgar terkepal kuat, ia segera membalikkan badannya lagi lalu menyusul langkah Hazel.
Edgar harap, Jason tidak terlalu mencurigainya.
Bagaimana pun juga, Jason tahu siapa dirinya. Mereka bisa dikatakan rival bisnis di dunia hitam.
Edgar tahu bahwa Jason adalah pembunuh bayaran dan banyak juga tindak kejahatan lainnya.
Begitu pula dengan Jason, pria itu tahu siapa Edgar dan juga keluarganya. Jason tentu mengenal siapa atasannya, mereka pernah bertemu membicarakan bisnis bersama.
Edgar menghela napas panjang. Ia tak seharusnya memikirkan ini. Jason bukanlah siapa-siapa, dan tidak berhak ikut campur.
***