Hari pertama liburan di Bali, di habiskan dengan mengelilingi pantai di sekitar resort. Di saat mereka tengah berjemur di tepi pantai menikmati pemandangan dan juga sinar matahari, Jacob dan Yumna datang dengan wajah ramahnya.
Hazel menyapa kedua orang itu dengan baik. Ia juga tidak menyangka jika mereka akan berada di resort yang sama pula.
"Saka, Laila, ini Jacob dan Yumna. Aku kemarin sempat mengobrol dengan mereka kemarin sewaktu di bandara," ucap Hazel memperkenalkan keduanya.
Laila tampak sangat antusias ketika berjabat tangan dengan Jacob, seolah-olah ia lupa sedang menyukai siapa. Padahal beberapa waktu lalu ia menyatakan perasaannya pada Hazel, mengatakan bahwa ia menyukai Saka.
Mereka saling berkenalan, termasuk Edgar yang sejak tadi menjadi pengamat.
"Aku tidak menyangka ada bodyguard setampan dirimu," puji Yumna lalu terkekeh pelan.
Sementara Edgar tetap memasang wajah datarnya, seolah tidak terpengaruh dengan pujian yang diberikan oleh Yumna.
"Bagaimana kalau besok kita tour bersama? Aku mengetahui tempat yang bagus di dekat Nusa Dua ini," ajak Jacob tiba-tiba.
"Aku setuju!"
"Aku setuju!"
Laila dan Yumna berseru dengan serempak. Hazel mengangkat bahunya acuh, "Aku ikut saja."
"Bagaimana denganmu, Ka?" tanya Laila pada Saka.
"Sama seperti Hazel, aku ikut saja."
"Perfect."
"Bagus kalau begitu kita berkumpul besok di sini pada pukul sembilan, setuju?" tanya Jacob memastikan.
Mereka semua mengangguk setuju. "Ya sudah kalau begitu aku dan Yumna pergi dulu," pamit Jacob.
Kini tinggal lah Hazel, Laila, Saka dan juga Edgar.
"Bagaimana kalau kita makan siang di restoran yang tidak jauh dari resort? Tadi aku sempat melihat restoran yang ramai pengunjung," celetuk Saka.
"Aku setuju! Lagi pula aku sudah lapar," kata Hazel.
"Baiklah, ayo pergi!"
Mereka berempat bangkit dan berjalan menuju restoran yang dimaksud Saka. Tidak perlu menggunakan kendaraan karena lokasinya sangat dekat. Edgar berjalan bersisian dengan Saka, sedangkan Hazel dan Laila berjalan di belakang mereka sembari bercerita ria.
Akhirnya mereka tiba di restoran khas masakan Bali. Ternyata tidak hanya mereka turis di sini, ada banyak pasangan turis lainnya yang juga makan siang di restoran ini.
"Di sana tempatnya kosong," ucap Edgar, menunjuk ke sebuah meja dan kursi dengan total kursi enam. Cukup untuk mereka.
Laila buru-buru menuju tempat yang ditunjuk oleh Edgar karena takut akan diambil orang. Pasalnya restoran ini sangat ramai dan nyaris penuh.
"Aku tidak tahu makanan apa yang lezat di sini," gumam Hazel ketika membolak-balikkan buku menu di tangannya.
"Ayam betutu Bali cukup terkenal di sini, Nona," ujar Edgar dengan pelan. Kebetulan Edgar duduk tepat di sebelah Hazel.
"Tapi ayamnya ini satu porsi utuh, aku tidak akan bisa menghabiskannya," keluh Hazel dengan kecewa. Sejujurnya ia cukup tertarik dengan menu yang diberitahu Edgar, tapi melihat porsi yang disediakan, ia menyerah duluan.
"Gampang, kita bisa memakannya berdua, Nona." Edgar memberi solusi.
Hazel tersenyum. "Baiklah, kita pesan itu."
Seorang pelayan datang, langsung saja Edgar menyebutkan pesanannya dan Hazel. Sedangkan Saka dan Laila memesan makanan yang lain.
"Minumannya anda ingin apa Nona?"
Hazel kembali melihat ke buku menu, "Kalau kau ingin pesan apa, Ed?" tanyanya balik.
Hazel tidak sadar, biasanya ia tak akan berinteraksi bersama Edgar sedekat ini. Tapi entah mengapa hari ini ia berbeda.
"Arak."
"Apa itu sejenis alkohol?" tanya Hazel pada pelayan.
Pelayan itu mengangguk. Hazel melirik Edgar lalu mendengus, "Jangan minum alkohol saat sedang makan siang."
Edgar menaikkan alis kanannya, menatap Hazel heran. Siapa gadis ini sampai melarangnya?
Melihat tak ada tanggapan dari Edgar membuat Hazel kesal sendiri. Sontak ia menatap pelayan perempuan yang sedang melayani mereka. "Es kopyor kelapanya dua, arak nya tidak jadi."
Baru saja Edgar hendak protes, tapi ia urungkan ketika merasakan pijakan kaki sang Nona di kakinya.
"Kalian ingin minumnya apa?" tanya Hazel pada kedua temannya.
"Air mineral dan juga es daluman," jawab Laila.
"Aku juga itu." Saka ikut-ikutan.
Pelayan segera mencatat minuman mereka setelahnya pamit undur diri dan mengatakan makanan akan tiba dalam waktu dua puluh menit.
"Sore nanti kita akan ke mana?" tanya Hazel membuka topik pembicaraan karena Saka dan Laila asik bermain ponsel sambil tersenyum-senyum.
Laila mengalihkan perhatiannya dari ponsel, begitu pula dengan Saka.
"Terserah." Keduanya menjawab serentak.
Hazel mendengus pelan, ia menatap Saka kesal. "Hei, bukankah kau yang mengajak kami liburan? Harusnya kau tahu kita akan pergi ke mana saja nanti!" pungkas Hazel kesal.
Saka nyengir kuda. "Baiklah, kita akan pergi ke pantai, main olahraga air. Bagaimana?"
"Snorkeling?" tebak Laila.
"Boleh juga," sahut Saka.
"Baiklah aku setuju. Kau juga setuju 'kan, Ed?" tanya Hazel.
Dahi Edgar mengerut dalam. Sejak kapan pendapatnya dibutuhkan di sini? Setahunya ia hanya mengikuti saja keinginan sang Nona dan teman-temannya.
"Hei, kenapa diam? Kau takut berenang di di laut?" tanya Hazel dengan nada meremehkan.
"Tentu saja saya setuju dan saya tidak takut," tegasnya.
"Baiklah."
Sesuai dengan ucapan pelayan tadi, setelah dua puluh menit menunggu akhirnya pesanan mereka tiba.
Hazel menatap ayam betutu di depannya dengan air liur yang hampir menetes. "Sepertinya sangat lezat, baunya sangat harum," ungkapnya.
Edgar mengangguk setuju. Ia meraih pisau steak dan juga garpu, ia memotong ayam itu dan meletakkannya di piring nasi Hazel.
"Selamat menikmati, Nona."
"Ucapannya hanya untuk Hazel? Kami tidak?" celetuk Laila menyeringai.
"Say.-"
"Aku adalah Nona-nya, tentu saja akan seperti itu." Hazel menyela lebih dulu.
"Iya deh iya."
Mereka berempat makan dalam keadaan hening. Hazel begitu semangat menghabiskan makanannya. Biasanya di siang hari ia tidak makan nasi, namun makan siang nya sekarang membuat ingin menambah porsi nasinya. Tiba-tiba nafsu makannya meningkat drastis.
"Anda ingin menambah nasinya?" tanya Edgar, peka dengan tatapan mata Hazel yang menatap piringnya yang masih berisi nasi.
Hazel mengangguk polos. "Iya, dan rasanya aku ingin itu juga." Gadis itu menunjuk meja di sebelah mereka di mana ada seorang perempuan yang memakan sate.
Edgar mengangguk, ia mengangkat tangannya memanggil pelayan.
"Bawakan dua piring nasi lagi, dan makanan itu," ucap Edgar, menunjuk sate yang Hazel maksud tadi.
"Baik, Tuan." Pelayan itu mencatat pesanan tambahan lalu pergi.
"Sepertinya kau sangat suka makan di sini," komentar Saka.
Laila mengangguk setuju. "Biasanya kau tidak menambah porsi," timpalnya.
"Makanannya lezat-lezat. Tentu saja aku suka," jawab Hazel acuh.
Hingga pelayan tadi kembali dengan membawakan makanan Hazel. Edgar menggeser nasi tambah dan juga sate yang Hazel inginkan.
"Terimakasih, Ed."
Dengan lahap, Hazel kembali makan. Tidak mempedulikan kedua temannya lagi.
Diam-diam, Edgar mengulas senyum tipis saat melihat Hazel makan seperti anak kecil. Namun senyumnya tidak bertahan lama, ia kembali memasang raut wajah datarnya
***