117 | Luapan yang Terpendam

1214 Kata

"Ibu, Papa pulang!" "Yeay! Papa pulang!" "Asyiiik!" Anin kecil lompat-lompat girang. Hari itu segalanya masih terlihat harmonis. "Papaaa!" Anin diraih, diangkat tinggi-tinggi oleh papa. Ingat sekali karena kejadiannya juga waktu Anin sudah kelas 4 SD. Ini salah satu momen manis yang tidak terlupakan di antara semua momen menyakitkan tentang papa. Anin tertawa. Papa menciumi pipinya, padahal Anin merasa sudah besar kala itu. But, tawa Anin karena kumis papa. Anin digendong. Dibawa masuk. Benar-benar harmonis. Ibu mencium tangan papa. "Tebak! Ini Papa bawa apa buat Anin?" "Barbie? Eh, iya! Wah ... Anin suka!" Walau sudah kelas 4, tetapi soal mainan Anin masih girang, apalagi boneka Barbie. Masih asyik dia mainkan dengan Citra, terus sambil masak-masakan. Mengibaratkan Barbie se

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN