"Mas, aku rasa ... aku ngerti apa yang aku mau soal kebahagiaan." "Apa?" "Hidup tenang." Anin bicara dengan mata terpejam. "Aku mimpi indah banget semalem." Ini masih pagi, bahkan tirai jendela masih ditutup dan lampu tidur masih dinyalakan. "Gimana mimpinya?" Seril mainkan rambut Anin. Dulu tak pernah terpikir akan ada hari di mana jemarinya mengusap kepala Anin selepas bangun subuh. Apalagi dulu Anin tersipu oleh Bang Zul, lalu tersenyum senang oleh Jayyan, yang hanya Seril tatap dari jauh. Dari balik pantry saat Seril bekerja sebagai barista di kafe, sementara Anin duduk berdua dengan Jayyan di salah satu meja favorit remaja kasmaran. Pojok dekat jendela menjadi pilihan. Mungkin karena cinta yang terlalu besar di hati Seril juga yang membuatnya mewujudkan semua keinginan Anin tanp