Bintang memejamkan matanya sejenak, berusaha menenangkan diri. Ketika ia membuka matanya lagi, ia segera menarik tangan Danisa, membawanya masuk ke dalam kamar. Danisa terkejut, menatap Bintang yang menutup pintu kamarnya dengan tegas. "Paman?" tanya Danisa dengan suara bergetar. Bintang menatap wajah Danisa dengan tatapan penuh arti. "Aku tidak bisa tidak kepo tentangmu, Danisa. Aku sangat mencintaimu. Bagaimana kalau kita kawin lari saja? Aku tak akan bisa mencintai Sinta. Seharian ini aku terus memikirkanmu. Apa kamu kencan dengan dokter Vano?" Danisa tersenyum tipis. "Aku tidak kencan dengan dokter Vano, Paman. Aku ke kantor polisi bersama kakek dan pengacara." Bintang pun bernafas lega, merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. "Untuk kawin lari, ide Paman. Aku tidak mau," tamb

