Baru kali itu Aric benar-benar merasakan kalah. Waktu berjalan, ia coba tidak menyerah untuk bisa keluar dari kamar tersebut. Aric mencoba mendobraknya, berulang kali pun gagal. Pintu itu terlalu kuat. Tubuhnya gemetar, urat-urat ketegangan muncul saat ia mengepal. Bergerak ke setiap tempat, tanpa pedulikan membuat kamar yang awalnya tertata berubah menjadi seperti kapal pecah. Ia menarik pintu lemari. Tidak ingin melewati setiap tempat. Berharap ada kunci cadangan. Begitu tak menemukan apa pun dalam lemari, Aric bergerak ke jendela menuju balkon. “Kamu akan menyesali ini, Vanya!” rahangnya mengatup. Entah apa yang akan ia lakukan nanti setelah berhasil keluar dan menemukan Vanya atau sebaliknya, ia tak bisa keluar dan Vanya menghampirinya besok setelah melakukan rencana tidak rasion