Posisi yang begitu lekat, Vanya menahan diri untuk menoleh. Aric membukakan pintu kamar, membantu Vanya duduk di sisi tempat tidur. “Nyaman?” tanya Aric lembut. Vanya mengangguk, “Ya.” Saat Aric menunduk, tatapan mata mereka kian menyatu. Membuat mereka canggung satu sama lain. “Heum, kamu mau istirahat. Aku sebaiknya memang ke—“ “Aric..” Vanya mencekal lengan Aric yang akan menjauh dengan tangan kirinya. Aric terdiam, kembali terpaku padanya. “Kamu butuh sesuatu?” “Kamu tidak marah padaku karena hari itu?” Aric melihat memang masih ada keraguan diri Vanya, lebih pada rasa tidak enak telah membuat hubungan mereka menjauh. Aric tersenyum, tangannya terulur menyelinapkan sejumput rambut ke belakang bahunya. “Semua sudah berlalu. Aku tidak lagi marah.” “Sorry and thank you...” Ar