Aku merebahkan diriku di kasur. Capek. Aku senyum-senyum sendiri saat kuingat pertemuanku dengan mas Angga. Kalau diperhatikan baik-baik, mas Angga itu memang tampan. Tapi kenapa aku tidak menyadari keberadaannya selama ini? Apa karena aku terlalu fokus pada si cowok BBF ya?
Oke, aku rasa ini waktunya move on.
Aku bangkit dan duduk di kasurku dengan sesekali bersiul. Hatiku bahagia. Aku juga tidak tahu, bahagianya karena bertemu mas Angga atau baper saat Alfa bilang kalau dia cemburu. Aku belum tahu penyebab hatiku bahagia.
Drtt... Drt... Drt...
Handphone milikku bergetar. Ada telepon masuk. Aku melihat siapa penelponnya. Alka. Aku pun buru-buru mengangkatnya.
"Halo?"
"Oi, Na! Kamu udah kenalan sama sepupuku?" tanya Alka sambil berteriak heboh. Benar-benar deh nih anak nggak ada basa-basinya dikit.
"Iya, tadi! Kebetulan!" jawabku.
"Busyet, kebetulan apaan! Mas aku itu nggak akan sembarangan kenalan sama cewek, Na!" sanggah Alka.
"Eh? Iya kah?" tanyaku tidak percaya.
"Iya, pas aku bilang mau kenalin ke kamu aja dia nolak, aku sampe ngemis-ngemis!" kata Alka mulai cerita.
"Eh? Segitunya?" tanyaku.
"Iya, sumpah! Pokoknya kamu besok harus cerita semuanya, kronologi bagaimana bisa kamu kenalan sama sepupuku. Ok?" kata Alka sedikit memaksa.
"Hm," aku pura-pura berpikir.
"Kamu harus cerita, Ina!" kata Alka menekankan.
"Iya, iya!" kataku menyanggupi.
"Oh iya, hari ini kok kamu nggak masuk? Tadi ulangan lho!"
"Heh? Ulangan apa?" tanya Alka mengabaikan pertanyaanku.
"Muatan lokal, pak Ir," jawabku.
"Syukurlah, untung aja nggak masuk!" kata Alka lega.
"Eh?"
"Aku nggak belajar sama sekali," kata Alka menjelaskan.
"Aku juga tauk! Jadinya jawab ngasal aja tadi," ujarku menimpali.
Alka tertawa.
"Jadi kenapa nggak masuk?" tanyaku sekali lagi.
"Hm, aku ada kepentingan keluarga!" jawab Alka agak enggan menjawab pertanyaanku.
"Oh gitu, tapi besok masuk kan?" tanyaku lagi.
"Iyalah, pasti! Kamu ada utang cerita ke aku," jawab Alka.
"Sip,"
"Yaudah, lanjut besok, Na!" kata Alka.
"Oke," sahutku.
"Bye,"
"Bye,"
Tutt... Tut... Tutt..
Telpon terputus.
Aku menghela napas panjang.
Kayaknya ada yang Alka sembunyian, deh.
Aku beranjak dari kasurku, menuju lemari bajuku. Hendak ganti baju.
Drtt.. Drtt... Drtt...
Handphone milikku bergetar sekali lagi. Aku mendekat dan mengintip, ada telpon masuk. Kulihat penelponnya. Alfa.
Aku kembali ke lemari, mengambil baju dan ganti baju. Kuhampiri lagi, sudah terputus sambungan telponnya.
"Kalau penting pasti bakal nelpon lagi," ucapku pelan.
Aku keluar dari kamar, menuju ruang makan.
"Ma," panggilku pada mama.
"Mama nggak ada,"
Aku menoleh ke sumber suara. Seorang cewek berpakaian santai, celana pendek dengan kaos lengan pendek menjawab pertanyaanku. Dia tampak asyik menonton televisi.
"Mama kemana?" tanyaku sambil mendekatinya.
"Arisan," jawabnya.
"Eh, siang-siang gini?" tanyaku lagi.
"Arisannya sore, tapi mama berangkat duluan!" katanya.
"Ngapain?" tanyaku.
"Biasa, ibu-ibu!" jawabnya tanpa menoleh ke arahku. Asyik nonton televisi di depannya.
"Hm,"
Dia menoleh dan manyun.
"Kak, kalau nggak ada kerjaan tidur aja! Jangan ganggu Elvira!" katanya kesal.
"Idih, siapa juga yang mau gangguin kamu!" sanggahku.
"Ini, berdiri disini! Ganggu konsentrasi tauk!" ucapnya BT.
"Iye, iye, aku menyingkir!" kataku lalu kembali naik ke kamarku.
Cewek kecil itu adalah adikku. Namanya Elvira, kelas 8 SMP tapi tingkahnya sok tua. Tingginya lumayan dengan badan kerempeng. Rambutnya ala Dora, tatanan rambut pendek berbentuk bulat. Bukan karena dia tidak suka rambut panjang. Tetapi karena dia itu, kutuan.
Aku kembali ke kamarku dan melihat handphoneku. Ada banyak panggilan tidak terjawab. Aku memeriksanya dan ternyata semua panggilan itu dari si cowok BBF.
Ada apa sih dia nelpon aku terus?
Aku pun mencoba menelpon Alfa dan langsung diangkat pada deringan yang pertama.
"Halo?"
"Halo, Na? Kamu kemana aja?" tanyanya dengan cemas dan sedikit kesal.
"Ada, emang kenapa?" jawabku santai.
"Kok lama amat ngangkatnya?!" gerutunya kesal.
"Emang ada apa?" tanyaku lagi.
"Aku ada perlu sama kamu," jawab Alfa.
"Perlu apa?" tanyaku penasaran.
"Perlu tahu kamu udah nyampek rumah apa belum," jawabnya.
"Hah? Kamu nggak ada kerjaan ya?" tanyaku heran.
Alfa ngakak.
"Tahu aja kalau aku lagi bosan," katanya masih sambil ketawa.
"Kamu anjir amat ya, gangguin cewek lain napa jangan aku!" keluhku.
"Eh, emang kamu cewek?" tanyanya setengah nyindir.
"Aku cewek tauk! Emang tadi kamu bilang cemburu ke aku itu nggak nganggep aku cewek ya? Kamu homo?" godaku.
Alfa tambah ngakak.
"Nggak," sanggahnya.
"Jadi, udah nganggep aku cewek?" tanyaku dengan jantung berdebar.
Alfa diam.
"Na," panggilnya.
"Ya?" tanyaku semakin deg-degan.
"Aku mau ngaku sesuatu,"
Deg!
"Aku sebenarnya, hm," Alfa diam.
Aku tanpa sadar menganga.
"Kenapa?" tanyaku tidak sabaran.
"Udah bohong sama kamu," kata Alfa melanjutkan.
"Bohong?" tanyaku bingung.
"Huum, pas kamu nembak aku dulu,"
"Iya?"
"Aku bilang gitu ada alasannya," Alfa diam lagi.
"Apa?"
"Karena aku nggak tahu mau jawab gimana," imbuhnya.
"Maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.
"Aku sudah nyaman sahabat sama kamu, Na dan aku nggak mau kenyamanan iyu hilang. Jadi aku bohong pas bilang nggak anggep kamu cewek!" kata Alfa menjelaskan.
"Ah, jadi sebenarnya kamu nganggep aku cewek?" tanyaku dengan senyum terkembang.
"Huum," kata Alfa mengiyakan.
"Jadi kalau gitu sebenarnya kamu suka aku?" tanyaku lagi.
"Hah? Nggak!" kata Alfa tegas.
"Ha?" kataku kaget.
"Aku nganggep kamu kayak nenek-nenek berumur 60 tahun yang nggak boleh dipacarin, ketuaan!" kata si Alfa.
Aku membeku.
"Alfa,"
"Apa, Na?"
"Aku cowok," kataku.
"Hah?"
"Daripada jadi nenek-nenek, aku mending jadi cowok. Ingat ya, aku cowok!" kataku menegaskan.
"Tapi, Na aku-,"
Tutt.. Tutt.. Tutt...
Aku putus telponku lalu kubanting handphoneku ke kasur.
Dasar Alfa nyebelin.
Nenek-nenek umur 60 tahun yang nggak boleh dipacarin? Mending aku jadi cowok!Aku goda dia sampai jadi kaum bengkok!!