Setelah mendengar ucapanku, Pak Devan terdiam. Ruangan jadi kembali sepi. Cuma sesekali terdengar suara cicak di atas sana. "Pak." "Hm," Pak Devan hanya menggumam pelan. Jemari tangannya saling bertautan. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dia pikirkan. Entah apa itu, aku tidak tahu. "Jawab dengan jujur, apa yang membuat Anda sangat ingin bersama saya?" Pak Devan menatapku lama. Bibirnya tersenyum, "Karena kamu cantik." "Jangan bercanda, Pak. Nyonya Arumi bahkan lebih cantik." Pak Devan terlihat menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Kamu tahu? Arumi cantik karena alat." "Maksudnya?" "Kamu belum tahu wajah Arumi sebelum tenar seperti sekarang?" "Saya tidak tahu dan juga saya gak mau tahu." Pak Devan tersenyum kecil, "Dia beberapa kali menjalani operasi plastik